27.8 C
Jakarta
7 September 2024, 4:37 AM WIB

Korupsi Dana PEN Dampak Covid,8 Eks Pejabat Buleleng Terancam 20 Tahun

DENPASAR – Delapan terdakwa kasus korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dampak Covid-19 di Kabupaten Buleleng, akhirnya menjadi pesakitan di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Akibat korupsi berjemaah itu negara dirugikan Rp 738 juta. Delapan terdakwa yang merupakan mantan para pejabat tinggi di Dinas Pariwisata (Disparda) Kabupaten Buleleng itu terancam pidana penjara selama 20 tahun.

Ini setelah JPU Isnarti Jayaningsih dkk memasang pasal berlapis. Dalam dakwaan primer JPU menjerat para terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan dalam dakwaan subsider dipasang Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, atau dakwaan kedua dipasang Pasal 12 huruf E UU yang sama.

Berkas delapan terdakwa dibagi menjadi enam berkas dengan enam majelis hakim dan anggota yang berbeda. Hakim Heriyanti menjadi hakim ketua yang paling banyak memimpin sidang.

“Dari delapan terdakwa, hanya satu terdakwa yang mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan.

Yakni terdakwa I Nyoman Gede Gunawan (mantan Kabid Pemasaran Pariwisata),” ungkap Kasi Intel Kejari Buleleng, AA Ngurah Jayalantara kepada Jawa Pos Radar Bali, kemarin.

Dijelaskan lebih lanjut, sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar digelar secara virtual pada 8 Juni. Para terdakwa ada yang menjalani sidang dari Lapas Singaraja, sebagian lagi menjalani sidang dari Rutan Polsek Sawan.

Dalam dakwaan setebal 72 halaman, JPU Isnarti mengungkapkan perbuatan culas yang dilakukan para terdakwa. Rangkaian korupsi dana PEN dimulai dari November 2020.

Saat itu terdakwa Made Sudama Diana, 51 (mantan Kepala Dinas Pariwisata) dan terdakwa Ni Nyoman Ayu Wiratini, 51 (mantan Sekretaris Dinas Pariwisata),

bersama terdakwa lainnya dalam berkas terpisah, yakni terdakwa I Nyoman Gede Gunawan; terdakwa Putu Budiani (mantan Kabid Sumber Daya Pariwisata);

terdakwa I Nyoman Sempiden (mantan Kasi Bimas); terdakwa Putu Sudarsana (mantan Kasi Kelembagaan dan Standarisasi);

terdakwa Kadek Widiastra (mantan Kasi Pengembangan dan Peningkatan SDP); dan terdakwa I Gusti Ayu Maheri Agung (mantan Kasi Promosi dan Kerja Sama) melakukan rapat di Kantor Disparda Buleleng.

Para terdakwa menyepakati untuk mengumpulkan dana kesejahteraan dari kegiatan yang dibiayai dengan menggunakan dana hibah PEN pada Sektor Pariwisata.

Kemudian terdakwa Wiratini menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan tidak mempertimbangkan Harga Pasar setempat.

Menjelang dilaksanakannya pengadaan barang, data/informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan asosiasi terkait data atau informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya terdakwa Maheri Agung dengan sepengetahuan atasan langsung yakni terdakwa Gunawan melakukan survei dan penawaran secara lisan dengan para penyedia.

Terdakwa juga melakukan penunjukan secara lisan terhadap para penyedia dalam pelaksanaan promosi pariwisata nusantara di dalam dan di luar negeri berupa kegiatan Explore Buleleng.

Sedangkan terdakwa Budiani bersama Widiastra, Sempiden, Sudarsana melakukan survei dan penawaran secara lisan

dengan para penyedia serta melakukan penunjukan secara lisan terhadap para penyedia dalam masing-masing kegiatan lainnya.

Penawaran dan penunjukan para penyedia tersebut (proses pengadaan) dilaksanaan tanpa melibatkan pejabat pengadaan.

“Para terdakwa membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) yang tidak sesuai dengan harga yang telah disepakati,” beber JPU. 

Setelah dilakukan pembayaran melalui rekening para penyedia, kemudian terdakwa Maheri Agung meminta kepada para penyedia untuk mengembalikan kelebihan dana yang dibayarkan tersebut.

Setelah terkumpul dana tersebut tidak disetorkan kembali ke kas daerah Kabupaten Buleleng.

“Sesuai dengan kesepakatan dalam rapat sebelumnya, dana tersebut dibagi-bagikan kepada seluruh pegawai sampai dengan honorer di lingkungan Disparda Buleleng,” imbuh Isnarti.

Dum-duman atau bagi-bagi dana tersebut bertentangan dengan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 26 ayat (1),

dan Pasal 38 ayat (3) Perpres Nomor 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, juga bertentangan dengan peraturan terkait lainnya.

“Para terdakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi,” tandas JPU Isnarti.

Terdakwa Sudama memperkaya diri sendiri sebesar Rp 116,5 juta; terdakwa Wiratini sebesar Rp 15,5 juta; terdakwa Gunawan sebesar Rp 7 juta;

terdakwa Budiani sebesar Rp 17 juta; terdakwa Maheri Agung sebesar Rp 275,5 juta; terdakwa Widiastra sebesar Rp 51,6 juta.

Sementara terdakwa Sudarsana sebesar Rp 38,7 juta; terdakwa Sempiden sebesar Rp 42,3 juta; dan para pegawai pada Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng dengan total sebesar Rp 84 juta.

Tidak hanya pegawai di Dinas Pariwisata, para pegawai di dinas lain juga kecipratan dum-duman. Pegawai di Dinas Perizinan Kabupaten Buleleng sebesar Rp 3 juta,

pegawai pada Inspektorat Kabupaten Buleleng sebesar Rp 3 juta; pegawai pada BPKPD Kabupaten Buleleng sebesar Rp 3 juta; PT Bali Permana Dipa sebesar Rp 51 juta;

Gede Denna Wahyu Brata sebesar Rp 16,2 juta; Trafic Digital Printing & Advertising sebesar Rp 13,6 juta. Sehingga total kerugian keuangan negara sebesar Rp 738 juta. 

DENPASAR – Delapan terdakwa kasus korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dampak Covid-19 di Kabupaten Buleleng, akhirnya menjadi pesakitan di Pengadilan Tipikor Denpasar.

Akibat korupsi berjemaah itu negara dirugikan Rp 738 juta. Delapan terdakwa yang merupakan mantan para pejabat tinggi di Dinas Pariwisata (Disparda) Kabupaten Buleleng itu terancam pidana penjara selama 20 tahun.

Ini setelah JPU Isnarti Jayaningsih dkk memasang pasal berlapis. Dalam dakwaan primer JPU menjerat para terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan dalam dakwaan subsider dipasang Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, atau dakwaan kedua dipasang Pasal 12 huruf E UU yang sama.

Berkas delapan terdakwa dibagi menjadi enam berkas dengan enam majelis hakim dan anggota yang berbeda. Hakim Heriyanti menjadi hakim ketua yang paling banyak memimpin sidang.

“Dari delapan terdakwa, hanya satu terdakwa yang mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan.

Yakni terdakwa I Nyoman Gede Gunawan (mantan Kabid Pemasaran Pariwisata),” ungkap Kasi Intel Kejari Buleleng, AA Ngurah Jayalantara kepada Jawa Pos Radar Bali, kemarin.

Dijelaskan lebih lanjut, sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar digelar secara virtual pada 8 Juni. Para terdakwa ada yang menjalani sidang dari Lapas Singaraja, sebagian lagi menjalani sidang dari Rutan Polsek Sawan.

Dalam dakwaan setebal 72 halaman, JPU Isnarti mengungkapkan perbuatan culas yang dilakukan para terdakwa. Rangkaian korupsi dana PEN dimulai dari November 2020.

Saat itu terdakwa Made Sudama Diana, 51 (mantan Kepala Dinas Pariwisata) dan terdakwa Ni Nyoman Ayu Wiratini, 51 (mantan Sekretaris Dinas Pariwisata),

bersama terdakwa lainnya dalam berkas terpisah, yakni terdakwa I Nyoman Gede Gunawan; terdakwa Putu Budiani (mantan Kabid Sumber Daya Pariwisata);

terdakwa I Nyoman Sempiden (mantan Kasi Bimas); terdakwa Putu Sudarsana (mantan Kasi Kelembagaan dan Standarisasi);

terdakwa Kadek Widiastra (mantan Kasi Pengembangan dan Peningkatan SDP); dan terdakwa I Gusti Ayu Maheri Agung (mantan Kasi Promosi dan Kerja Sama) melakukan rapat di Kantor Disparda Buleleng.

Para terdakwa menyepakati untuk mengumpulkan dana kesejahteraan dari kegiatan yang dibiayai dengan menggunakan dana hibah PEN pada Sektor Pariwisata.

Kemudian terdakwa Wiratini menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan tidak mempertimbangkan Harga Pasar setempat.

Menjelang dilaksanakannya pengadaan barang, data/informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan asosiasi terkait data atau informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya terdakwa Maheri Agung dengan sepengetahuan atasan langsung yakni terdakwa Gunawan melakukan survei dan penawaran secara lisan dengan para penyedia.

Terdakwa juga melakukan penunjukan secara lisan terhadap para penyedia dalam pelaksanaan promosi pariwisata nusantara di dalam dan di luar negeri berupa kegiatan Explore Buleleng.

Sedangkan terdakwa Budiani bersama Widiastra, Sempiden, Sudarsana melakukan survei dan penawaran secara lisan

dengan para penyedia serta melakukan penunjukan secara lisan terhadap para penyedia dalam masing-masing kegiatan lainnya.

Penawaran dan penunjukan para penyedia tersebut (proses pengadaan) dilaksanaan tanpa melibatkan pejabat pengadaan.

“Para terdakwa membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) yang tidak sesuai dengan harga yang telah disepakati,” beber JPU. 

Setelah dilakukan pembayaran melalui rekening para penyedia, kemudian terdakwa Maheri Agung meminta kepada para penyedia untuk mengembalikan kelebihan dana yang dibayarkan tersebut.

Setelah terkumpul dana tersebut tidak disetorkan kembali ke kas daerah Kabupaten Buleleng.

“Sesuai dengan kesepakatan dalam rapat sebelumnya, dana tersebut dibagi-bagikan kepada seluruh pegawai sampai dengan honorer di lingkungan Disparda Buleleng,” imbuh Isnarti.

Dum-duman atau bagi-bagi dana tersebut bertentangan dengan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 26 ayat (1),

dan Pasal 38 ayat (3) Perpres Nomor 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, juga bertentangan dengan peraturan terkait lainnya.

“Para terdakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi,” tandas JPU Isnarti.

Terdakwa Sudama memperkaya diri sendiri sebesar Rp 116,5 juta; terdakwa Wiratini sebesar Rp 15,5 juta; terdakwa Gunawan sebesar Rp 7 juta;

terdakwa Budiani sebesar Rp 17 juta; terdakwa Maheri Agung sebesar Rp 275,5 juta; terdakwa Widiastra sebesar Rp 51,6 juta.

Sementara terdakwa Sudarsana sebesar Rp 38,7 juta; terdakwa Sempiden sebesar Rp 42,3 juta; dan para pegawai pada Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng dengan total sebesar Rp 84 juta.

Tidak hanya pegawai di Dinas Pariwisata, para pegawai di dinas lain juga kecipratan dum-duman. Pegawai di Dinas Perizinan Kabupaten Buleleng sebesar Rp 3 juta,

pegawai pada Inspektorat Kabupaten Buleleng sebesar Rp 3 juta; pegawai pada BPKPD Kabupaten Buleleng sebesar Rp 3 juta; PT Bali Permana Dipa sebesar Rp 51 juta;

Gede Denna Wahyu Brata sebesar Rp 16,2 juta; Trafic Digital Printing & Advertising sebesar Rp 13,6 juta. Sehingga total kerugian keuangan negara sebesar Rp 738 juta. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/