DENPASAR – Putusan mengejutkan dikeluarkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang mengadili kasus korupsi
uang pungutan pedagang kaki lima (PKL), pengusaha, dan pemilik toko di Pasar Jaba Puri Agung Kuta, Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara.
Majelis hakim yang terdiri dari Angeliky Handajani Day (ketua); Nurbaya Lumban Gaol (anggota), dan Sumali (anggota) menyatakan terdakwa perbekel non-aktif Desa Pemcutan Kaja, Denpasar Utara,
AA Ngurah Arwatha, 47, tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tuntutan JPU Kejari Denpasar.
Dalam sidang sebelumnya, JPU Gusti Rai Artini dkk meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 16 bulan dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan penjara.
Terdakwa sebagai kepala desa membagi-bagikan uang pungutan untuk aparatur desa. Akibat bagi-bagi uang pungutan itu, negara dalam hal ini Desa Pemecutan Kaja merugi Rp 190 juta lebih.
Perbuatan terdakwa menyalahgunakan jabatan dan wewenangan diatur dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Namun, dalam sidang kemarin (10/6) semua tuntutan tim JPU Kejari Denpasar itu rontok.
“Mengadili, menyatakan terdakwa AA Ngurah Arwatha tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi
yang dilakukan secara berlanjut sebagaimana dakwaan primer maupun dakwaan subsider,” kata hakim Angliky.
Yang menarik, dalam amar putusannya ternyata ketiga majelis hakim tidak bulat satu suara. Majelis hakim dalam mengambil putusan diwarani dissenting opinion atau perbedaan pendapat.
Hakim Angeliky selaku ketua majalis menilai terdakwa tetap harus dihukum pidana karena melanggar UU Tipikor.
Sedangkan dua hakim anggota lainnya, Nurbaya Lumban Gaol dan Sumali menilai perbuatan terdakwa tidak terbukti bersalah sebagaiamana tuntutan JPU.
Alasan kedua anggota hakim membebaskan terdakwa dari tuntutan karena perbuatan terdakwa yang membagi uang pungutan kepada perangkat desa untuk menunjang kinerja.
Hal itu merupakan kesalahan administratif yang tidak patut dihukum. “Majelis hakim berpendapat bahwa hal tersebut lebih besar manfaatnya
dibandingkan kesalahan adminitratif yang dilakukan terdakwa,” terang hakim Sumali saat membacakan pertimbangan putusan.
Setelah melalui musyawarah mufakat, maka majelis akhirnya sepakat bahwa perbuatan terdakwa bukanlah tindak pidana.
“Memerintahkan penuntut umum agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan, serta memuliskan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya,” jelas hakim Angeliky.
Hakim juga menetapkan, penambahan penghasilan kepada 35 orang aparatur desa, seperti kepala desa, sekdes,
perangkat desa masing-masing sesuai bagiannya, sesuai surat pernyataan dengan total seluruhnya sebesar Rp123.298.500, setelah perkara ini berkekuatan hukum tetap.
“Memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan rumah segera setelah putusan ini diucapkan,” tandas hakim.
Putusan bebas ini sontak langsung diterima terdakwa dan pengacaranya. Sikap kontras ditunjukkan JPU Gusti Rai Artini dkk. Mereka tidak mau menerima putusan hakim. “Kami pikir-pikir, Yang Mulia,” ucapnya.
JPU memang pantas bersikap pikir-pikir. Pasalnya, semua tuntutan kandas alias tidak ada yang dikabulkan.
Berdasar fakta persidangan baik keterangan saksi dan barang bukti, perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur
tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.