DENPASAR–Dewa Gede Radhea Prana Prabawa (DGR), 34, langsung ditahan di Lapas Kelas IIA Kerobokan, setelah menjalani pemeriksaan di Kejati Bali, Rabu (10/8). Putra dari terpidana Dewa Ketut Puspaka (mantan Sekda Buleleng 2011 – 2020) itu dijadikan tersangka (TSK) terkait perannya dalam perkara gratifikasi dan TPPU proyek di Kabupaten Buleleng. Di antaranya terkait perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih, Buleleng.
Terkait ditahannya mantan Caleg DPRD Bali dari Partai Golkar itu, Gede Indria – anggota tim penasihat hukum Radhea menyatakan tidak keberatan dengan penahanan kliennya. Sebab, penahanan merupakan kewenangan dari penyidik.
“Radhea tidak kaget setelah tahu akan ditahan. Dari awal kami sudah memberikan bimbingan, bahwa kemungkinan terburuk yaitu ditahan. Kami minta Radhea terus berdoa agar diberi kekuatan,” ujar Indria.
Tak hanya Radhea, istri dan ibunya juga disebut tabah. Ditanya apakah Radhea bertemu Puspaka di dalam lapas, Indria mengiyakan. “Sudah bertemu bapaknya (Puspaka) saat masuk (lapas). Bapaknya memberikan motivasi, kan bapaknya nanti menjadi saksi,” ungkapnya.
Namun, yang menjadi keberatan pihaknya adalah substansi perkara. Menurut Indria, seharusnya saksi Made Sukawan Adika (Direktur CV Singajaya Konsutan) juga dijadikan tersangka. Ia menyebut Sukawan Adika ikut menerima dan menikmati aliran uang. “Kami melihat ada diskriminalisasi dalam kasus ini. Sukawan Adika semestinya juga dijadikan tersangka, karena perannya lebih besar daripada seorang Radhea,” ucap pengacara kawakan itu.
Apalagi, lanjut Indria, dalam dakwaan Puspaka disebut juga Sukawan. Ia berharap peran Sukawan bisa terungkap di dalam persidangan mendatang. “Kalaupun Sukawan jadi saksi, kami mohon agar ditetapkan sebagai tersangka melalui sidang karena perannya sangat besar,” tandasnya.
Dalam dakwaan Puspaka disebut ada aliran dana yang mampir ke rekening Sukawan sebesar Rp1,8 miliar dari PT Padma Energi Indonesia. Uang tersebut merupakan pembayaran jasa konsultan atas pengurusan izin pembangunan Terminal Penerima dan Distribusi LNG Celukan Bawang.
Namun, dari jumlah Rp1,8 miliar yang diterima, saksi Sukawan hanya menggunakan uang untuk jasa konsultan yang dikerjakan sebesar Rp 725 juta. Sedangkan sisanya sebesar Rp1,1 miliar atas perintah Puspaka ditransfer ke sejumlah pihak.
Sementara anggota tim pengacara lainnya, Ngurah Santanu menilai penahanan Radhea terburu-buru, karena berdasar hasil penyidikan semua sudah diuraikan oleh tersangka.
Ngurah Santanu mengungkapkan, Radhea tidak menikmati aliran uang yang masuk ke rekeningnya. “Uang-uang yang mengalir ke rekeningnya (Radeha) itu sama sekali tidak dinikmati. Itu semua adalah perbuatan ayahnya (Dewa Ketut Puspaka). Jadi dia (Gede Radhea) sama sekali tidak menikmati,” tegas Santanu.
Dia juga menanyakan para saksi yang bersidang pada kasus Puspaka seperti Hasyim dan Candrabrata tidak dihadirkan. Karena itu, Santanu melihat alat bukti untuk Radhae masih minim.
Dikonfirmasi terpisah, Kalapas Kelas IIA Kerobokan, Fikri Jaya Soebing membernarkan Radhea masuk ke dalam lapas. Sesuai prosedur yang berlaku, Radhea akan menghuni sel mapenaling (masa pengenalan lingkungan).
Apakah nanti bisa satu blok hunian dengan ayahnya? “Kami belum bisa memastikan karena kondisi lapas yang sangat overload seperti sekarang ini. Di dalam sangat padat, ada ribuan orang,” kata Fikri.
Radhea disangka mendapat aliran dana sebesar Rp 4,7 miliar. Penyidik menemukan perbuatan tersangka diduga menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi.
Penyidikan tersangka Radeha sendiri telah dilaksanakan sejak Januari 2022 berdasarkan sprindik Kajati Bali tertanggal 24 Januari 2022. Sehari setelah sprindik terbit, pada 25 Januari 2022 Radhea ditetapkan menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang. (san)