26 C
Jakarta
16 September 2024, 5:07 AM WIB

Bos Maspion Tergiur Janji Sudikerta Karena Dijanjikan Bangun Hotel

DENPASAR – Sempat tidak datang pada persidangan pekan lalu, saksi korban Alim Markus akhirnya datang ke PN Denpasar. Bos PT Maspion Group itu menjalani sidang dua jam lebih.

Dia diberondong pertanyaan oleh jaksa penuntut umum (JPU), majelis hakim, dan penasihat hukum terdakwa I Ketut Sudikerta, I Wayan Wakil, dan AA Ngurah Agung.

Mengenakan setelan baju safari warna cokelat, pria 68 tahun itu nada bicaranya pelan dan lebih banyak mengingat-ingat saat memberikan jawaban.

Dalam pengakuannya, Alim Markus mengaku mau membeli dua bidang tanah seharga Rp 149 miliar di Balangan, Kuta Selatan.

Dua bidang tanah itu jika disatukan seluas 41.000 m2 atau 4 hektare karena tergiur janji Sudikerta. Pembelian itu dilakukan pada 2013.

Uang pembayaran Rp 149 miliar itu ditransfer dua kali ke PT Pecatu Bangun Gemilang. Tanah seluas 4 hektare itu rencananya akan dibangun untuk membangun hotel dan vila.

Alim mau membeli karena Sudikerta menyebut tanah tersebut miliknya. Alim semakin yakin karena sertifikat HGB yang dijaminkan di Bank Panin untuk mendapatkan kredit disetujui dan cair.

“Sudikerta juga menjamin izin pembangunan hotel dijamin keluar. Istrinya Sudikerta juga duduk sebagai komisaris di PT Pecatu Bangun Gemilang.

Akhirnya saya tergiur, tergerak, dan yakin melakukan pembayaran,” beber Alim saat ditanya hakim ketua Esthar Oktavi.

Namun, lanjut Alim, setelah dilakukan pembayaran tanah tidak bisa dibangun. Alim mendapat laporan dari timnya jika tanah yang sudah dibeli memiliki sertifikat ganda.

Upaya untuk memiliki tanah semakin sulit terealisasi saat Alim berusaha memasang plang di atas tanah tersebut, tapi plangnya dicabut dan dirusak oleh terdakwa I Wayan Wakil.

“Sampai saat ini saya tidak bisa memiliki fisik tanah,” imbuh pria kelahiran Surabaya, 24 September 1951 itu.

 

DENPASAR – Sempat tidak datang pada persidangan pekan lalu, saksi korban Alim Markus akhirnya datang ke PN Denpasar. Bos PT Maspion Group itu menjalani sidang dua jam lebih.

Dia diberondong pertanyaan oleh jaksa penuntut umum (JPU), majelis hakim, dan penasihat hukum terdakwa I Ketut Sudikerta, I Wayan Wakil, dan AA Ngurah Agung.

Mengenakan setelan baju safari warna cokelat, pria 68 tahun itu nada bicaranya pelan dan lebih banyak mengingat-ingat saat memberikan jawaban.

Dalam pengakuannya, Alim Markus mengaku mau membeli dua bidang tanah seharga Rp 149 miliar di Balangan, Kuta Selatan.

Dua bidang tanah itu jika disatukan seluas 41.000 m2 atau 4 hektare karena tergiur janji Sudikerta. Pembelian itu dilakukan pada 2013.

Uang pembayaran Rp 149 miliar itu ditransfer dua kali ke PT Pecatu Bangun Gemilang. Tanah seluas 4 hektare itu rencananya akan dibangun untuk membangun hotel dan vila.

Alim mau membeli karena Sudikerta menyebut tanah tersebut miliknya. Alim semakin yakin karena sertifikat HGB yang dijaminkan di Bank Panin untuk mendapatkan kredit disetujui dan cair.

“Sudikerta juga menjamin izin pembangunan hotel dijamin keluar. Istrinya Sudikerta juga duduk sebagai komisaris di PT Pecatu Bangun Gemilang.

Akhirnya saya tergiur, tergerak, dan yakin melakukan pembayaran,” beber Alim saat ditanya hakim ketua Esthar Oktavi.

Namun, lanjut Alim, setelah dilakukan pembayaran tanah tidak bisa dibangun. Alim mendapat laporan dari timnya jika tanah yang sudah dibeli memiliki sertifikat ganda.

Upaya untuk memiliki tanah semakin sulit terealisasi saat Alim berusaha memasang plang di atas tanah tersebut, tapi plangnya dicabut dan dirusak oleh terdakwa I Wayan Wakil.

“Sampai saat ini saya tidak bisa memiliki fisik tanah,” imbuh pria kelahiran Surabaya, 24 September 1951 itu.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/