27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 8:39 AM WIB

Korupsi Pengadaan Kapal, Direktur PT F1 Perkasa Lagi Jadi Pesakitan

DENPASAR – Belum tuntas menjalani hukuman empat tahun penjara kasus pengadaan tujuh unit kapal Inka Mina, Direktur PT. F1 Perkasa, Suyadi kembali diseret ke meja hijau.

Pria 50 tahun itu didakwa melakukan korupsi pengadaan empat unit kapal yang anggarannya bersumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali tahun anggaran 2014.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar baru-baru ini, Suyadi terancam pidana penjara selama 20 tahun.

Sebab, dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Agung Wisnhu, Suyadi dikenakan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor dengan ancaman hukuman penjara paling lama 20 tahun dan paling singkat empat tahun.

Sedangkan dakwaan subsider, Suyadi dinilai melanggar Pasal Pasal 3 UU yang sama. “Terdakwa telah menerima uang Rp 3,5 miliar lebih, dan seharusnya digunakan Rp 800 juta

untuk melunasi empat unit mesin kepada PT Rutan Surabaya. Namun uang terdakwa pergunakan untuk keperluan sendiri,” ungkap JPU Agung Wisnhu di muka majelis hakim yang diketuai I Wayan Sukanila.

Dalam kasus ini, Suyadi selaku PT F1 Perkasa adalah pemenang lelang pengerjaan pengadaan kapal penangkap ikan ukuran besar, atau sama dengan 30 GT dan alat penangkap ikan dengan jumlah empat unit kapal Inka Mina.

Namun pada proses pengerjaannya, ia tidak bisa menepati waktu sesuai kontrak. Selain itu, empat mesin yang dipasang pada kapal Inka Mina belum dibayar oleh terdakwa.

Dalam perkara ini, Suyadi dinilai telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 800 juta. Nominal itu juga menjadi kerugian negara yang ditumbulkan Suyadi.

Dugaan korupsi yang dilakukan Suyadi bermula pada 2014 saat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali memperoleh pagu anggaran Rp 6.250.717.000

untuk pengadaan empat unit kapal penangkap ikan ukuran 30 GT berbahan kayu dan alat tangkap (Inka Mina).

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali kemudian mengajukan lelang pekerjaan perencanaan kepada pokja pengadaan barang/jasa Pemprov Bali.

Setelah dilakukan seleksi, yang memenuhi syarat adalah PT Dharma Kreasi Nusantara dengan direktur Muhamad Husaefah senilai Rp 17.160.000.

Selanjutnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mengajukan lelang kepada pokja pengadaan jasa konsultasi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

Dari pengajuan itu, yang dinyatakan sebagai pemenang lelang adalah PT Mulia Artha Loka dengan direktur Suwanto. Nilai penawarannya sebesar Rp 222.200.000.

Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa selaku PPK bersama Direktur PT Mulia Artha Loka, Suwanto menandatangani kontrak.

Kembali Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mengajukan lelang kepada pokja pengadaan jasa konstruksi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

PT F1 Perkasa (Direktur Suyadi) adalah pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp 5.968.000.000.

Selanjutnya I Made Dwi Wirya Astawa bersama Suyadi menandatangani kontrak sesuai nilai penawaran.

Jangka waktu pelaksanaan adalah delapan bulan, terhitung sejak tanggal 17 April 2014 sampai dengan 12 Desember 2014.

Pada tanggal 18 April 2014 Suyadi mengajukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak, yakni Rp 1.199.000.000.

Setelah itu Suyadi melaksanakan pekerjaan pengadaan empat unit kapal berbahan kayu tersebut.

Tanggal 2 Oktober 2014, Suyadi mengajukan permohonan pembayaran tahap satu sebesar Rp 2.387.200.000 dengan cara ditransfer ke rekening bank atas nama PT F1 Perkasa.

Namun terdakwa selaku rekanan pelaksana pembangunan empat unit kapal itu telah melanggar kontrak.

“Progres pengerjaan tidak sesuai dengan jadwal yang disepakati dalam kontrak yakni berakhir 12 Desember 2014. Faktanya progres pengerjaan dicapai saat itu hanya 55,00 persen,” imbuh JPU.

Meskipun atas keterlambatannya telah diperingati beberapa kali, namun tetap tidak ada kemajuan. Singkat cerita dilakukan pemutusan kontrak.

Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa dan staf konsultan pengawas datang ke galangan PT F1 Perkasa dan melihat tiga buah mesin induk sudah dilepas dan diambil oleh orang yang mengaku suruhan dari PT Rutan Surabaya.

Dalam melaksanakan pembangunan empat unit kapal itu dengan progres 55,64 persen, terdakwa telah menerima uang Rp 3.586.200.000.

Sementara dalam perincian uang muka yang diajukan terdakwa menyebutkan satu unit mesin kapal seharga Rp 200 juta. Harga Rp 200 juta di kali empat, jumlahnya Rp 800 juta.

Terhadap dakwaan itu, Suyadi melalui penasihat hukumnya keberatan. Keberatan terdakwa nanti akan dituangkan ke dalam nota eksepsi.

“Kami mengajukan eksepsi, Yang Mulia,” ujar penasihat hukum terdakwa. Sidang akan kembali digelar dua pekan mendatang setelah pemilu. 

DENPASAR – Belum tuntas menjalani hukuman empat tahun penjara kasus pengadaan tujuh unit kapal Inka Mina, Direktur PT. F1 Perkasa, Suyadi kembali diseret ke meja hijau.

Pria 50 tahun itu didakwa melakukan korupsi pengadaan empat unit kapal yang anggarannya bersumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali tahun anggaran 2014.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar baru-baru ini, Suyadi terancam pidana penjara selama 20 tahun.

Sebab, dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Agung Wisnhu, Suyadi dikenakan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor dengan ancaman hukuman penjara paling lama 20 tahun dan paling singkat empat tahun.

Sedangkan dakwaan subsider, Suyadi dinilai melanggar Pasal Pasal 3 UU yang sama. “Terdakwa telah menerima uang Rp 3,5 miliar lebih, dan seharusnya digunakan Rp 800 juta

untuk melunasi empat unit mesin kepada PT Rutan Surabaya. Namun uang terdakwa pergunakan untuk keperluan sendiri,” ungkap JPU Agung Wisnhu di muka majelis hakim yang diketuai I Wayan Sukanila.

Dalam kasus ini, Suyadi selaku PT F1 Perkasa adalah pemenang lelang pengerjaan pengadaan kapal penangkap ikan ukuran besar, atau sama dengan 30 GT dan alat penangkap ikan dengan jumlah empat unit kapal Inka Mina.

Namun pada proses pengerjaannya, ia tidak bisa menepati waktu sesuai kontrak. Selain itu, empat mesin yang dipasang pada kapal Inka Mina belum dibayar oleh terdakwa.

Dalam perkara ini, Suyadi dinilai telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 800 juta. Nominal itu juga menjadi kerugian negara yang ditumbulkan Suyadi.

Dugaan korupsi yang dilakukan Suyadi bermula pada 2014 saat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali memperoleh pagu anggaran Rp 6.250.717.000

untuk pengadaan empat unit kapal penangkap ikan ukuran 30 GT berbahan kayu dan alat tangkap (Inka Mina).

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali kemudian mengajukan lelang pekerjaan perencanaan kepada pokja pengadaan barang/jasa Pemprov Bali.

Setelah dilakukan seleksi, yang memenuhi syarat adalah PT Dharma Kreasi Nusantara dengan direktur Muhamad Husaefah senilai Rp 17.160.000.

Selanjutnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mengajukan lelang kepada pokja pengadaan jasa konsultasi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

Dari pengajuan itu, yang dinyatakan sebagai pemenang lelang adalah PT Mulia Artha Loka dengan direktur Suwanto. Nilai penawarannya sebesar Rp 222.200.000.

Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa selaku PPK bersama Direktur PT Mulia Artha Loka, Suwanto menandatangani kontrak.

Kembali Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mengajukan lelang kepada pokja pengadaan jasa konstruksi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

PT F1 Perkasa (Direktur Suyadi) adalah pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp 5.968.000.000.

Selanjutnya I Made Dwi Wirya Astawa bersama Suyadi menandatangani kontrak sesuai nilai penawaran.

Jangka waktu pelaksanaan adalah delapan bulan, terhitung sejak tanggal 17 April 2014 sampai dengan 12 Desember 2014.

Pada tanggal 18 April 2014 Suyadi mengajukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak, yakni Rp 1.199.000.000.

Setelah itu Suyadi melaksanakan pekerjaan pengadaan empat unit kapal berbahan kayu tersebut.

Tanggal 2 Oktober 2014, Suyadi mengajukan permohonan pembayaran tahap satu sebesar Rp 2.387.200.000 dengan cara ditransfer ke rekening bank atas nama PT F1 Perkasa.

Namun terdakwa selaku rekanan pelaksana pembangunan empat unit kapal itu telah melanggar kontrak.

“Progres pengerjaan tidak sesuai dengan jadwal yang disepakati dalam kontrak yakni berakhir 12 Desember 2014. Faktanya progres pengerjaan dicapai saat itu hanya 55,00 persen,” imbuh JPU.

Meskipun atas keterlambatannya telah diperingati beberapa kali, namun tetap tidak ada kemajuan. Singkat cerita dilakukan pemutusan kontrak.

Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa dan staf konsultan pengawas datang ke galangan PT F1 Perkasa dan melihat tiga buah mesin induk sudah dilepas dan diambil oleh orang yang mengaku suruhan dari PT Rutan Surabaya.

Dalam melaksanakan pembangunan empat unit kapal itu dengan progres 55,64 persen, terdakwa telah menerima uang Rp 3.586.200.000.

Sementara dalam perincian uang muka yang diajukan terdakwa menyebutkan satu unit mesin kapal seharga Rp 200 juta. Harga Rp 200 juta di kali empat, jumlahnya Rp 800 juta.

Terhadap dakwaan itu, Suyadi melalui penasihat hukumnya keberatan. Keberatan terdakwa nanti akan dituangkan ke dalam nota eksepsi.

“Kami mengajukan eksepsi, Yang Mulia,” ujar penasihat hukum terdakwa. Sidang akan kembali digelar dua pekan mendatang setelah pemilu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/