30.7 C
Jakarta
14 Desember 2024, 16:44 PM WIB

Kejati Akui Tudingan Copy Paste, Minta PH JRX Jangan Giring Opini

DENPASAR – Sidang kasus “IDI Kacung WHO” dengan terdakwa JRX SID digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (12/11/2020). Agenda sidang yakni replik dari JPU. 

Ada dua hal utama yang disampaikan dalam replik yaitu tentang penulisan unsur barang siapa dan keterangan ahli dalam surat tuntutan. 

Namun usai sidang, ada beberapa pemberitaan media yang menyebut Jaksa melakukan copy paste (salin tempel) dalam surat tuntutan. Yakni tuntutan mengambil berita acara pemeriksaan, padahal keterangan di BAP itu tidak muncul dalam pemeriksaan saksi saat sidang pembuktian.

Terkait hal itu, Kasi Penerangan Hukum Kejati Bali Luga Harlianto angkat bicara. Dikatakannya, dalam surat tuntutan terhadap keterangan ahli telah dijabarkan secara jelas di dalam replik yang pada intinya bahwa ahli di persidangan telah menyatakan bahwa keterangannya di dalam BAP ahli adalah benar dan tetap pada keterangannya sebagimana di dalam BAP. 

Dia menjelaskan, sesuai Replik telah disampaikan bahwa berdasarkan Pasal 162 KUHAP dan Pasal 179 ayat (2) KUHAP tersebut, keterangan ahli dalam BAP di bawah sumpah yang tidak bisa hadir dan dibacakan di depan persidangan memiliki nilai pembuktian yang sama dengan keterangan ahli tersebut di bawah sumpah yang diucapkan di persidangan.

Apalagi, kata dia, dalam perkara a quo (tersebut), ahli bahasa yang dihadirkan jaksa, Wahyu Aji Wibowo yang hadir di persidangan telah membenarkan keterangannya di BAP pada saat proses penyidikan. 

Keterangan ahli bahasa ini dalam BAP pada saat penyidikan yang dimuat oleh Penuntut Umum ke dalam Surat Tuntutan adalah sah menurut hukum dan memiliki nilai pembuktian. Karena keterangan ahli tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan keterangannya yang diberikan langsung di depan persidangan.

Dengan demikian, lanjut dia, adalah hal yang mendasar ketika keterangan ahli di BAP digunakan dalam tuntutan dengan narasi teks yang sama dalam BAP. 

“Lah, ahlinya sudah bilang sesuai BAP lalu disalin sesuai BAP kok jadi salah. Ahlinya lho yang bilang tetap pada BAP. Lagi pula di dalam surat tuntutan tersebut juga dituangkan keterangan ahli yang bersifat tambahan atau yang belum ada BAP,” kata Luga, Jumat (13/11/2020).

Selain itu, terhadap penulisan unsur barang siapa yang dipersoalkan oleh Penasihat Hukum juga telah ditanggapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam repliknya. Pada intinya unsur setiap orang itu dipersamakan dengan kata “barang siapa” yaitu merujuk pada orang yang apabila orang tersebut memenuhi inti delik tindak pidana yang ditujukan terhadap terdakwa, baik sebagai manusia pribadi atau subyek hukum yang diajukan sebagai terdakwa dalam perkara ini. 

Bahkan ada putusan Makamah Agung RI Nomor : 1398/K/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995 yang menyatakan terminology kata “barang siapa/setiap orang sebagai siapa saja yang harus dijadikan terdakwa/dader atau subyek hukum yang dapat diminta pertanggungjawaban dalam segala tindakannya. Dari sana saja sudah jelas bahwa unsur setiap orang dipersamakan dengan barang siapa”. 

Terkait penyampaian Penasihat Hukum yang mengatakan bahwa replik  JPU telah menguatkan pleidoi PH, Luga menyampaikan bahwa hal tersebut merupakan sebatas anggapan dari Penasihat Hukum. Nantinya penasihat hukum bisa menanggapi di dalam duplik.

“Tidak usah ramai-ramai menggiring opini publik, toh pada akhirnya Majelis Hakim yang akan menilai. Tanggung jawab kami sudah kami gunakan pada saat replik untuk menjawab apa yang disampaikan oleh Penasihat Hukum dalam pembelaan,” tegas Luga. 

Lebih lanjut Luga menyampaikan tentang alat bukti verbatim yang diajukan oleh Penasihat Hukum untuk melengkapi tuntutannya, dikatakan Luga, bahwa menurut informasi dari Jaksa Penuntut Umum, verbatim yang diajukan oleh Penasihat Hukum itu tidak lengkap. Verbatim tersebut seyogyanya berupa sebuah teks yang isinya sama atau sesuai dengan yang dikatakan. 

“Sedangkan verbatim yang diajukan oleh Penasihat Hukum terdakwa hanya sebuah teks perkataan di persidangan yang dirasa tidak merugikan terdakwa. Banyak pertanyaan Jaksa Penuntut Umum dan jawaban dari ahli bedasarkan catatan Jaksa Penuntut Umum yang memberatkan terdakwa tidak muncul dalam verbatim tersebut. Ini yang kemudian menjadi perhatian dari Jaksa Penuntut Umum terutama ketika narasi-narasi yang tidak lengkap digunakan untuk menggiring opini publik,” tandas Luga.

DENPASAR – Sidang kasus “IDI Kacung WHO” dengan terdakwa JRX SID digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (12/11/2020). Agenda sidang yakni replik dari JPU. 

Ada dua hal utama yang disampaikan dalam replik yaitu tentang penulisan unsur barang siapa dan keterangan ahli dalam surat tuntutan. 

Namun usai sidang, ada beberapa pemberitaan media yang menyebut Jaksa melakukan copy paste (salin tempel) dalam surat tuntutan. Yakni tuntutan mengambil berita acara pemeriksaan, padahal keterangan di BAP itu tidak muncul dalam pemeriksaan saksi saat sidang pembuktian.

Terkait hal itu, Kasi Penerangan Hukum Kejati Bali Luga Harlianto angkat bicara. Dikatakannya, dalam surat tuntutan terhadap keterangan ahli telah dijabarkan secara jelas di dalam replik yang pada intinya bahwa ahli di persidangan telah menyatakan bahwa keterangannya di dalam BAP ahli adalah benar dan tetap pada keterangannya sebagimana di dalam BAP. 

Dia menjelaskan, sesuai Replik telah disampaikan bahwa berdasarkan Pasal 162 KUHAP dan Pasal 179 ayat (2) KUHAP tersebut, keterangan ahli dalam BAP di bawah sumpah yang tidak bisa hadir dan dibacakan di depan persidangan memiliki nilai pembuktian yang sama dengan keterangan ahli tersebut di bawah sumpah yang diucapkan di persidangan.

Apalagi, kata dia, dalam perkara a quo (tersebut), ahli bahasa yang dihadirkan jaksa, Wahyu Aji Wibowo yang hadir di persidangan telah membenarkan keterangannya di BAP pada saat proses penyidikan. 

Keterangan ahli bahasa ini dalam BAP pada saat penyidikan yang dimuat oleh Penuntut Umum ke dalam Surat Tuntutan adalah sah menurut hukum dan memiliki nilai pembuktian. Karena keterangan ahli tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan keterangannya yang diberikan langsung di depan persidangan.

Dengan demikian, lanjut dia, adalah hal yang mendasar ketika keterangan ahli di BAP digunakan dalam tuntutan dengan narasi teks yang sama dalam BAP. 

“Lah, ahlinya sudah bilang sesuai BAP lalu disalin sesuai BAP kok jadi salah. Ahlinya lho yang bilang tetap pada BAP. Lagi pula di dalam surat tuntutan tersebut juga dituangkan keterangan ahli yang bersifat tambahan atau yang belum ada BAP,” kata Luga, Jumat (13/11/2020).

Selain itu, terhadap penulisan unsur barang siapa yang dipersoalkan oleh Penasihat Hukum juga telah ditanggapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam repliknya. Pada intinya unsur setiap orang itu dipersamakan dengan kata “barang siapa” yaitu merujuk pada orang yang apabila orang tersebut memenuhi inti delik tindak pidana yang ditujukan terhadap terdakwa, baik sebagai manusia pribadi atau subyek hukum yang diajukan sebagai terdakwa dalam perkara ini. 

Bahkan ada putusan Makamah Agung RI Nomor : 1398/K/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995 yang menyatakan terminology kata “barang siapa/setiap orang sebagai siapa saja yang harus dijadikan terdakwa/dader atau subyek hukum yang dapat diminta pertanggungjawaban dalam segala tindakannya. Dari sana saja sudah jelas bahwa unsur setiap orang dipersamakan dengan barang siapa”. 

Terkait penyampaian Penasihat Hukum yang mengatakan bahwa replik  JPU telah menguatkan pleidoi PH, Luga menyampaikan bahwa hal tersebut merupakan sebatas anggapan dari Penasihat Hukum. Nantinya penasihat hukum bisa menanggapi di dalam duplik.

“Tidak usah ramai-ramai menggiring opini publik, toh pada akhirnya Majelis Hakim yang akan menilai. Tanggung jawab kami sudah kami gunakan pada saat replik untuk menjawab apa yang disampaikan oleh Penasihat Hukum dalam pembelaan,” tegas Luga. 

Lebih lanjut Luga menyampaikan tentang alat bukti verbatim yang diajukan oleh Penasihat Hukum untuk melengkapi tuntutannya, dikatakan Luga, bahwa menurut informasi dari Jaksa Penuntut Umum, verbatim yang diajukan oleh Penasihat Hukum itu tidak lengkap. Verbatim tersebut seyogyanya berupa sebuah teks yang isinya sama atau sesuai dengan yang dikatakan. 

“Sedangkan verbatim yang diajukan oleh Penasihat Hukum terdakwa hanya sebuah teks perkataan di persidangan yang dirasa tidak merugikan terdakwa. Banyak pertanyaan Jaksa Penuntut Umum dan jawaban dari ahli bedasarkan catatan Jaksa Penuntut Umum yang memberatkan terdakwa tidak muncul dalam verbatim tersebut. Ini yang kemudian menjadi perhatian dari Jaksa Penuntut Umum terutama ketika narasi-narasi yang tidak lengkap digunakan untuk menggiring opini publik,” tandas Luga.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/