28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 3:49 AM WIB

Seraman Bebas, Kuasa Hukum: Putusan Hakim Sudah Tepat

RadarBali.com – Kuasa hukum pemohon I Wayan Seraman, Kasi Pengairan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Badung, Simon Nahak mengatakan,

putusan dari majelis hakim sudah tepat. Menurut dia saat ini sudah ada peraturan hukum yang baru dari MK jika penetapan tersangka korupsi wajib ada kerugian negara yang dihitung BPK.

Artinya kalau mau menghukum seseorang atas dugaan korupsi, maka harus dibuktikan nilai kerugiannya.

“Saya sependapat dengan pemberantasan korupsi, tapi prosesnya juga harus benar. Jangan sampai asal memperkarakan, asal jadikan tersangka dan asal tahan,” kata Simon Nahak. 

Selain itu, dengan dikabulkannya sebagaian atas peemohonan gugatan pemohon, selaku penasehat hukum terdakwa lain,

Simon mengaku akan mengupayakan hal yang sama terhadap dua tersangka lainnya yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh Kejari Denpasar.

“Proses yang dialami mereka kan sama, jadi kami akan perjuangkan juga supaya keadilan itu ada,” ujar Simon Nahak.

Sebagaimana diketahui, munculnya permohonan gugatan praperadilan yang dilakukan Wayan Seraman, dilakukan setelah Seraman tak terima dijadikan tersangka kasus korupsi proyek Tukad Mati, Legian dan langsung ditahan di LP Kerobokan. 

Melalui surat permohon praperadilan setebal 14 halaman, pria yang menjabat sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek senderan tahun 2015,  melalui tim penasehat hukum,

Simon Nahak dkk menuding penetapan tersangka dan penahanan terhadap pemohon Seraman pada Senin (2/10) dipaksakan dan tak sah.

Saat itu, pihak pemohon mengatakan bahwa termohon hanya mempunyai satu alat bukti saja dalam penetapan tersangka yaitu keterangan saksi saja.

Sedangkan keterangan saksi ahli teknik sipil dari Universitas Negeri Semarang yang dipakai termohon tidak bisa dipakai sebagai alat bukti yang sah karena belum adanya kerugian negara yang sebenarnya. 

Selain itu, tim pemohon menilai, munculnya kerugian negara sebesar Rp 700 juta harus dari pihak yang berwenang seperti Badan Pemeriksa Keuangan.

Penetapkan pemohon sebagai tersangka, seharusnya dilakukan pemanggilan, pemeriksaan dan dibuatkan BAP (berita acara pemeriksaan).

Begitupula selama pemeriksaan di Kejari, pemohon tidak pernah didampingi kuasa hukum. Karenanya penetapan tersangka terhadap pemohon dinilai menyalahi prosedur dan dipaksakan untuk memenuhi “kado” HUT Adhyaksa beberapa waktu lalu

RadarBali.com – Kuasa hukum pemohon I Wayan Seraman, Kasi Pengairan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Badung, Simon Nahak mengatakan,

putusan dari majelis hakim sudah tepat. Menurut dia saat ini sudah ada peraturan hukum yang baru dari MK jika penetapan tersangka korupsi wajib ada kerugian negara yang dihitung BPK.

Artinya kalau mau menghukum seseorang atas dugaan korupsi, maka harus dibuktikan nilai kerugiannya.

“Saya sependapat dengan pemberantasan korupsi, tapi prosesnya juga harus benar. Jangan sampai asal memperkarakan, asal jadikan tersangka dan asal tahan,” kata Simon Nahak. 

Selain itu, dengan dikabulkannya sebagaian atas peemohonan gugatan pemohon, selaku penasehat hukum terdakwa lain,

Simon mengaku akan mengupayakan hal yang sama terhadap dua tersangka lainnya yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh Kejari Denpasar.

“Proses yang dialami mereka kan sama, jadi kami akan perjuangkan juga supaya keadilan itu ada,” ujar Simon Nahak.

Sebagaimana diketahui, munculnya permohonan gugatan praperadilan yang dilakukan Wayan Seraman, dilakukan setelah Seraman tak terima dijadikan tersangka kasus korupsi proyek Tukad Mati, Legian dan langsung ditahan di LP Kerobokan. 

Melalui surat permohon praperadilan setebal 14 halaman, pria yang menjabat sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek senderan tahun 2015,  melalui tim penasehat hukum,

Simon Nahak dkk menuding penetapan tersangka dan penahanan terhadap pemohon Seraman pada Senin (2/10) dipaksakan dan tak sah.

Saat itu, pihak pemohon mengatakan bahwa termohon hanya mempunyai satu alat bukti saja dalam penetapan tersangka yaitu keterangan saksi saja.

Sedangkan keterangan saksi ahli teknik sipil dari Universitas Negeri Semarang yang dipakai termohon tidak bisa dipakai sebagai alat bukti yang sah karena belum adanya kerugian negara yang sebenarnya. 

Selain itu, tim pemohon menilai, munculnya kerugian negara sebesar Rp 700 juta harus dari pihak yang berwenang seperti Badan Pemeriksa Keuangan.

Penetapkan pemohon sebagai tersangka, seharusnya dilakukan pemanggilan, pemeriksaan dan dibuatkan BAP (berita acara pemeriksaan).

Begitupula selama pemeriksaan di Kejari, pemohon tidak pernah didampingi kuasa hukum. Karenanya penetapan tersangka terhadap pemohon dinilai menyalahi prosedur dan dipaksakan untuk memenuhi “kado” HUT Adhyaksa beberapa waktu lalu

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/