25.1 C
Jakarta
21 September 2024, 7:01 AM WIB

Mediasi WALHI Bali dan PT Pelindo III Benoa Buntu, Sidang Memanas..

DENPASAR – Sidang ajudikasi nonlitigasi penyelesaian sengketa informasi publik tentang pelaksanaan reklamasi pengembangan Pelabuhan Benoa, antara  pemohon WALHI Bali termohon PT Pelindo III Cabang Benoa, Selasa (15/1) kembali memanas.

 

Memanasnya sidang yang digelar di Kantor Komisi Informasi (KI) Provinsi Bali, Renon, Denpasar, itu menyusul dengan gagalnya proses mediasi kedua pihak.

Mediasi buntu karena pihak termohon (PT Pelindo III Benoa) yang diwakili R. Suryo Khasabu dan tim, itu setelah permintaan termohon agar WALHI Bali melengkapi permintaan informasi publik kepada PT. Pelindo III dengan mengisi formulir informasi,untuk tujuan penggunaan informasi secara tertulis dan melampirkan identitas ditolak.

Kuasa Hukum WALHI Bali, I Wayan Adi Sumiarta, S.H., M.Kn. menegaskan, alasan penolakan permohonan informasi publik yang dilakukan oleh WALHI Bali kepada Pelindo telah melalui prosedur sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang (UU) Keterbukaan Informasi.

Sehingga dalam proses mediasi tersebut, pihaknya menolak untuk mengulang permohonan informasi dengan mengikuti prosedur yang diinginkan oleh pihak Pelindo.

 “Jika punya iktikad baik untuk membuka informasi pubik yang kami minta, menurut Pasal 22 ayat (7) UU Keterbukaan Informasi Publik, seharusnya pihak pelindo III melakukan pemberitahuan tertulis kepada WALHI Bali dalam rentang waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan informasinya diterima,” ujar Adi Sumiarta pada Selasa (15/1).

Dalam proses mediasi, pihak pelindo III juga meminta agar WALHI Bali mengisi formulir permintaan informasi publik, setelah pengisian formulir tersebut, di internal Pelindo III akan menguji layak atau tidaknya permohonan informasi yang dilakukan oleh WALHI Bali.

Adi Sumiarta menegaskan bahwa tindakan dalam mediasi yang dilakukan oleh Pelindo III Cabang Benoa tersebut menggambarkan bahwa adanya upaya untuk mempersulit WALHI Bali dalam mengakses informasi. 

“Permohonan informasi publik ini sudah sejak 29 september 2018, jika WALHI diminta untuk mengisi lembar konfirmasi dan menuggu uji kalayakan yang meraka lakukan, maka sesungguhnya memang tidak ada itikad untuk memenuhi permohonan informasi tetapi yang dilakukan adalah mengulur-ulur waktu,”terangnya.

Adi pun menilai, sikap Pelindo III Cabang Benoa dalam proses mediasi di Komisi Informasi,  memang sengaja memperlambat dan mempersulit akses WALHI Bali mendapatkan informasi.

“Kami menolak untuk mengisi formulir itu karena akan memperpanjang proses kami untuk mendapatkan informasi publik yang kami minta,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur WALHI Bali I Made Juli untung Pratama yang terlibat dalam mediasi tersebut melihat yang dilakukan Pelindo III Cabang Benoa dengan cara mempersoalkan mekanisme dalam meminta informasi publik termasuk permintaan mengisi formulir dari Pelindo III Cabang Benoa terkesan mengulur waktu dan ada yang ditutup-tutupi.

Informasi publik yang diajukan oleh WALHI Bali kepada Pelindo III cabang benoa adalah terkait dengan aktifitas reklamasi di sekitar pelabuhan yang sampai saat ini berlangsung.

“Mempersoalkan hal hal yg tidak substansial dengan membangun mekanisme sendiri atas permintaaan informasi publik menunjukan PT Pelindo tidak menghormati hukum.

Tidak menghormati hak masyarakat dalam pengambilan keputusan lingkungan hidup termasuk hak masyarakat untuk tahu tentang setiap proyek yang berkenaan dengan dampak lingkungan hidup,”ujarnya.

Lebih jauh, untung menjelaskan dalam proses mediasi selama kurang lebih 4 jam, Kuasa hukum Pelindo III Cabang Benoa selalu meragukan status WALHI Bali sebagai badan publik.

Setelah WALHI Bali menunjukkan Lampiran Lampiran I Peraturan Komisi Informasi nomor 1 tahun 2010 yang telah jelas menempatkan WALHI sebagai badan publik, kuasa hukum Peindo III Cabang Benoa berkilah dengan mengakatan yang ada dalam di lampiran peraturan tersebut hanya contoh saja.

“WALHI Bali telah berkali-kali mengajukan gugatan sengketa informasi publik. Dan gugatan tersebut selalu dimenangkan oleh WALHI Bali. Itu sudah membuktikan bahwa WALHI Bali merupakan badan publik”, tegasnya.

Menurut WALHI Bali, informasi publik yang diminta adalah informasi terbuka dan memang dibuka untuk rakyat dan lembaga pemebela lingkungan hidup seperti WALHI.

Pihaknya justru mempertanyakan sikap Pelindo III cabang benoa yang tidak mau membuka informasi tersebut. “Ada apa ini ? Mengapa Pelindo tidak berani membuka data yang bersifat publik ?”, tanyanya.

DENPASAR – Sidang ajudikasi nonlitigasi penyelesaian sengketa informasi publik tentang pelaksanaan reklamasi pengembangan Pelabuhan Benoa, antara  pemohon WALHI Bali termohon PT Pelindo III Cabang Benoa, Selasa (15/1) kembali memanas.

 

Memanasnya sidang yang digelar di Kantor Komisi Informasi (KI) Provinsi Bali, Renon, Denpasar, itu menyusul dengan gagalnya proses mediasi kedua pihak.

Mediasi buntu karena pihak termohon (PT Pelindo III Benoa) yang diwakili R. Suryo Khasabu dan tim, itu setelah permintaan termohon agar WALHI Bali melengkapi permintaan informasi publik kepada PT. Pelindo III dengan mengisi formulir informasi,untuk tujuan penggunaan informasi secara tertulis dan melampirkan identitas ditolak.

Kuasa Hukum WALHI Bali, I Wayan Adi Sumiarta, S.H., M.Kn. menegaskan, alasan penolakan permohonan informasi publik yang dilakukan oleh WALHI Bali kepada Pelindo telah melalui prosedur sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang (UU) Keterbukaan Informasi.

Sehingga dalam proses mediasi tersebut, pihaknya menolak untuk mengulang permohonan informasi dengan mengikuti prosedur yang diinginkan oleh pihak Pelindo.

 “Jika punya iktikad baik untuk membuka informasi pubik yang kami minta, menurut Pasal 22 ayat (7) UU Keterbukaan Informasi Publik, seharusnya pihak pelindo III melakukan pemberitahuan tertulis kepada WALHI Bali dalam rentang waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan informasinya diterima,” ujar Adi Sumiarta pada Selasa (15/1).

Dalam proses mediasi, pihak pelindo III juga meminta agar WALHI Bali mengisi formulir permintaan informasi publik, setelah pengisian formulir tersebut, di internal Pelindo III akan menguji layak atau tidaknya permohonan informasi yang dilakukan oleh WALHI Bali.

Adi Sumiarta menegaskan bahwa tindakan dalam mediasi yang dilakukan oleh Pelindo III Cabang Benoa tersebut menggambarkan bahwa adanya upaya untuk mempersulit WALHI Bali dalam mengakses informasi. 

“Permohonan informasi publik ini sudah sejak 29 september 2018, jika WALHI diminta untuk mengisi lembar konfirmasi dan menuggu uji kalayakan yang meraka lakukan, maka sesungguhnya memang tidak ada itikad untuk memenuhi permohonan informasi tetapi yang dilakukan adalah mengulur-ulur waktu,”terangnya.

Adi pun menilai, sikap Pelindo III Cabang Benoa dalam proses mediasi di Komisi Informasi,  memang sengaja memperlambat dan mempersulit akses WALHI Bali mendapatkan informasi.

“Kami menolak untuk mengisi formulir itu karena akan memperpanjang proses kami untuk mendapatkan informasi publik yang kami minta,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur WALHI Bali I Made Juli untung Pratama yang terlibat dalam mediasi tersebut melihat yang dilakukan Pelindo III Cabang Benoa dengan cara mempersoalkan mekanisme dalam meminta informasi publik termasuk permintaan mengisi formulir dari Pelindo III Cabang Benoa terkesan mengulur waktu dan ada yang ditutup-tutupi.

Informasi publik yang diajukan oleh WALHI Bali kepada Pelindo III cabang benoa adalah terkait dengan aktifitas reklamasi di sekitar pelabuhan yang sampai saat ini berlangsung.

“Mempersoalkan hal hal yg tidak substansial dengan membangun mekanisme sendiri atas permintaaan informasi publik menunjukan PT Pelindo tidak menghormati hukum.

Tidak menghormati hak masyarakat dalam pengambilan keputusan lingkungan hidup termasuk hak masyarakat untuk tahu tentang setiap proyek yang berkenaan dengan dampak lingkungan hidup,”ujarnya.

Lebih jauh, untung menjelaskan dalam proses mediasi selama kurang lebih 4 jam, Kuasa hukum Pelindo III Cabang Benoa selalu meragukan status WALHI Bali sebagai badan publik.

Setelah WALHI Bali menunjukkan Lampiran Lampiran I Peraturan Komisi Informasi nomor 1 tahun 2010 yang telah jelas menempatkan WALHI sebagai badan publik, kuasa hukum Peindo III Cabang Benoa berkilah dengan mengakatan yang ada dalam di lampiran peraturan tersebut hanya contoh saja.

“WALHI Bali telah berkali-kali mengajukan gugatan sengketa informasi publik. Dan gugatan tersebut selalu dimenangkan oleh WALHI Bali. Itu sudah membuktikan bahwa WALHI Bali merupakan badan publik”, tegasnya.

Menurut WALHI Bali, informasi publik yang diminta adalah informasi terbuka dan memang dibuka untuk rakyat dan lembaga pemebela lingkungan hidup seperti WALHI.

Pihaknya justru mempertanyakan sikap Pelindo III cabang benoa yang tidak mau membuka informasi tersebut. “Ada apa ini ? Mengapa Pelindo tidak berani membuka data yang bersifat publik ?”, tanyanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/