NEGARA- Tujuh pelaku penipuan dengan modus gendam alias hipnotis, Rabu (16/1) memasuki babak baru.
Tujuh pelaku dengan empat warga Indonesia dan tiga warga asing asal Tiongkok, itu mulai disidang di PN Negara.
Mengagendakan pembacaan surat dakwaan, sidang dengan Majelis Hakim yang diketuai Fakhrudin Said Ngaji, Jaksa penuntut umum (JPU) Gedion Ardana Reswari mendakwa ketujuh terdakwa yakni masing-masing Maratus Solikah, 39; Dewi Ilmi Hidayati, 38; Mulyani, 34; Huang Ping Shui,37; Chen Cheng Chong, 38; Chen Ali, 31; dan Tjai Fen Kiat dengan Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman paling lama 4 tahun penjara.
Atas dakwaan JPU, para terdakwa tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Selanjutnya, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi.
Menariknya saat pemeriksaan saksi, ketua majelis hakim sempat dibuat geram oleh ulah salah satu terdakwa Tjai Fen Kiat.
Perempuan Tiongkok yang sudah fasih berbahasa Indonesia ini membuat kesal hakim dengan berbelit-belit memberikan keterangan.
Hakim geram karena terdakwa tak mau berterus terang soal rencana penipuan dan lebih banyak mengaku tidak tahu. Namun setelah dicecar hakim, terdakwa berubah sikap dan mengaku tahu “Anda jangan berbeli-belit,” kata Fakhrudin Said Ngaji, sambil memukul meja.
Bahkan, pada saat pemeriksaan saksi, terdakwa Tjai Fen Kiat berdalih jika saat melakukan aksinya, ia tidak menggunakan gendam, hipnotis ataupun ilmu supranatural lainnya. “Tidak pakai itu (hipnotis),” dalihnya.
Namun dalih itu terpatahkan setelah saksi korban, Sulastri yang dihadirkan dipersidangan mengaku merasa terhipnotis.
Menurut saksi, ia tidak sadar saat menyerahkan uang ratusan juta pada para terdakwa. Menurutnya, awalnya saya ditawari obat mujarab oleh salah satu terdakwa Maratus Solikah alias Emma.
Selanjutnya, Emma menyuruh ikut ke rumah kakeknya untuk berobat. Kalau menolak, maka anaknya akan meninggal dalam waktu 12 jam. Karena takut, Sulastri menuruti semua permintaan terdakwa dalam kondisi tidak menyadari dengan semua yang dilakukan, diantaranya mengambil uang di bank Rp 200 juta dan Rp 450 juta di bank lain. Korban juga sempat pulang mengambil perhiasan.
“Saya tidak sadar, seperti dibawah pengaruh setelah menatap matanya (Dewi Ilmi Hidayati),” ungkapnya.
Usai menyerahkan uang dan perhiasan, korban baru sadar setelah pulang.
Karena tidak bisa tidur, sempat mencari para terdakwa di sekitar Kota Negara. Karena tidak menemukan, kembali ke rumah dan mendapati uang yang terbungkus tas plastik hitam dari bank menjadi gula dan mie instan.
Korban tidak berani mengatakan pada keluarganya karena menurut terdakwa, jika bicara pada orang lain anaknya bisa mati. “Saya kira uang diganti waktu disuruh sembahyang dalam mobil,” ujarnya.
Selanjutnya sidang ditunda dan dilanjutkan pekan depan dengan agenda masih pemeriksaan saksi.