27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 2:42 AM WIB

Korupsi karena Sistem Pengawasan Bank Lemah, Minta 4 Buronan Ditangkap

 DENPASAR– Setelah dituntut 50 bulan, petugas kredit salah satu bank BUMN di Denpasar, Riza Kerta Yudha, 33, mengajukan pledoi, kemarin (16/6). Melalui tim pengacaranya, terdakwa blak-blakan tentang musabab terjadinya korupsi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR).

 

Putu Angga Pratama Sukma, salah satu pengacara terdakwa menyatakan tuntutan JPU Kejari sangat memberatkan terdakwa. Menurut Angga, berdasar fakta di persidangan terdakwa tidak melakukan perbuatannya sendiri.

 

Ada nama lain yaitu Sukemi alias Abdul Rohim (buron), Udin alias Saifudin (buron), Yudha Aryoko (buron), dan Ridho alias Hanafi (buron). Mereka harus diburu dan juga diadili.

 

“Mereka yang buron menyiapkan BPKB kendaraan untuk jaminan, menyiapkan identitas palsu (KTP), serta mencari calon nasabah yang bersedia direkayasa,” ujar Angga didampingi I Made Mastra Arjawa, dan Rudi Santoso Cangi, di Pengadilan Tipikor Denpasar.

 

Sedangkan terdakwa bertugas menyiapkan berkas kredit untuk diproses pencairannya. Selain itu, dari kerugian Rp 3,1 miliar, terdakwa hanya menikmati Rp 291 juta, dan sudah dikembalikan sebesar Rp 220 juta (70 persen) melalui penuntut umum.

 

Terdakwa juga mengaku pencairan dana KUR sudah sesuai prosedur. Mulai survei ke lapangan, memasukkan data, berlanjut ke customer service (CS), hingga dana ditransfer ke rekening debitur.

 

Soal KTP fiktif, dari 148 debitur hanya satu KTP yang asli, itupun orangnya sudah meninggal, terdakwa mengaku KTP cocok saat diajukan ke kantornya. Buktinya bisa cair saat dibawa ke bagian CS hingga terjadi pencairan pada debitur.

 

“Di persidangan juga terungkap bahwa perbuatan terdakwa akibat lemahnya pengawasan di perusahaan serta kurangnya pengawasan oleh pimpinan,” ungkap pengacara dari Kahyangan Law Office itu.

 

Ia menyebut pasal yang tepat untuk terdakwa adalah Pasal 3 UU Tipikor, bukan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Angga tak menampik perbuatan terdakwa bersalah. Hal itu sudah diakui terdakwa. Selaam sidang terdakwa berterus terang dan tidak berbelit. “Karena itu, kami minta keringanan hukuman karena terdakwa tulang punggung keluarga, dan masih muda sehingga masih mempunyai kesempatan memperbaiki diri,” tandasnya.

 

Sebelumnya JPU Kejari Denpasar selain menuntut 50 bulan penjara, juga mentuntut pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.

 

JPU juga menuntut pria 33 tahun itu membayar denda sebesar Rp 291 juta. Jumlah uang pengganti itu sesuai dengan uang yang dinikmati oleh Riza. “Apabila uang pengganti tidak dibayar, maka diganti pidana penjara selama sembilan bulan,” kata Kasi Intel Kejari Denpasar, I Putu Eka Suyantha.

 

Sementara pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa dianggap menghambat program pemerintah menyalurkan KUR yang bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat.

 

Sedangkan pertimbangan meringankan, terdakwa telah melakukan pengembalian kerugian negara sebesar Rp 220 juta. “Jumah uang yang dikembalikan terdakwa itu 70 persen dari jumlah Rp 291 juta yang dinikmati terdakwa,” tukas Eka. (san)

 

 DENPASAR– Setelah dituntut 50 bulan, petugas kredit salah satu bank BUMN di Denpasar, Riza Kerta Yudha, 33, mengajukan pledoi, kemarin (16/6). Melalui tim pengacaranya, terdakwa blak-blakan tentang musabab terjadinya korupsi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR).

 

Putu Angga Pratama Sukma, salah satu pengacara terdakwa menyatakan tuntutan JPU Kejari sangat memberatkan terdakwa. Menurut Angga, berdasar fakta di persidangan terdakwa tidak melakukan perbuatannya sendiri.

 

Ada nama lain yaitu Sukemi alias Abdul Rohim (buron), Udin alias Saifudin (buron), Yudha Aryoko (buron), dan Ridho alias Hanafi (buron). Mereka harus diburu dan juga diadili.

 

“Mereka yang buron menyiapkan BPKB kendaraan untuk jaminan, menyiapkan identitas palsu (KTP), serta mencari calon nasabah yang bersedia direkayasa,” ujar Angga didampingi I Made Mastra Arjawa, dan Rudi Santoso Cangi, di Pengadilan Tipikor Denpasar.

 

Sedangkan terdakwa bertugas menyiapkan berkas kredit untuk diproses pencairannya. Selain itu, dari kerugian Rp 3,1 miliar, terdakwa hanya menikmati Rp 291 juta, dan sudah dikembalikan sebesar Rp 220 juta (70 persen) melalui penuntut umum.

 

Terdakwa juga mengaku pencairan dana KUR sudah sesuai prosedur. Mulai survei ke lapangan, memasukkan data, berlanjut ke customer service (CS), hingga dana ditransfer ke rekening debitur.

 

Soal KTP fiktif, dari 148 debitur hanya satu KTP yang asli, itupun orangnya sudah meninggal, terdakwa mengaku KTP cocok saat diajukan ke kantornya. Buktinya bisa cair saat dibawa ke bagian CS hingga terjadi pencairan pada debitur.

 

“Di persidangan juga terungkap bahwa perbuatan terdakwa akibat lemahnya pengawasan di perusahaan serta kurangnya pengawasan oleh pimpinan,” ungkap pengacara dari Kahyangan Law Office itu.

 

Ia menyebut pasal yang tepat untuk terdakwa adalah Pasal 3 UU Tipikor, bukan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Angga tak menampik perbuatan terdakwa bersalah. Hal itu sudah diakui terdakwa. Selaam sidang terdakwa berterus terang dan tidak berbelit. “Karena itu, kami minta keringanan hukuman karena terdakwa tulang punggung keluarga, dan masih muda sehingga masih mempunyai kesempatan memperbaiki diri,” tandasnya.

 

Sebelumnya JPU Kejari Denpasar selain menuntut 50 bulan penjara, juga mentuntut pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.

 

JPU juga menuntut pria 33 tahun itu membayar denda sebesar Rp 291 juta. Jumlah uang pengganti itu sesuai dengan uang yang dinikmati oleh Riza. “Apabila uang pengganti tidak dibayar, maka diganti pidana penjara selama sembilan bulan,” kata Kasi Intel Kejari Denpasar, I Putu Eka Suyantha.

 

Sementara pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa dianggap menghambat program pemerintah menyalurkan KUR yang bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat.

 

Sedangkan pertimbangan meringankan, terdakwa telah melakukan pengembalian kerugian negara sebesar Rp 220 juta. “Jumah uang yang dikembalikan terdakwa itu 70 persen dari jumlah Rp 291 juta yang dinikmati terdakwa,” tukas Eka. (san)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/