33.7 C
Jakarta
22 September 2024, 18:18 PM WIB

Proyek Banyak Kejanggalan, Didesak Warga, Perbekel dan Camat Gelagapan

GEROKGAK – Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Celukan Bawang, kecamatan Gerokgak, Buleleng berinisiasi menggelar pertemuan antarwarga dengan pemerintah desa untuk membahas persoalan pembangunan PLTU Celukan Bawang.

Sejumlah fakta pun terungkap dalam pertemuan yang digelar di Balai Kantor Desa Celukan Bawang Senin (16/7) kemarin.

Sejumlah perwakilan dari pemerintah hadir, termasuk aparat keamanan Di hadapan para tokoh dan warga mereka pun memberikan sejumlah klarifikasinya.

 Pertemuan yang dimulai pada pukul 10.00 tersebut pun berlangsung seru. Sejumlah warga terlihat membawa poster yang secara garis besar berisi pesan menolak PLTU Celukan Bawang tahap dua.

Seperti yang disampaikan Haji Muhajir, salah satu tokoh warga di Celukan Bawang dalam pertemuan kemarin.

Dalam penyampaiannya, proses sosialiasi sebagai syarat AMDAL tersebut terbilang menipu warga Celukan Bawang.

Disebutkan, yang menandatangani sosialiasi pada tanggal 28 Agustus 2016 itu hanya berjumlah 21 warga dan hanya berasal dari dua keluarga.

“Kalau proyek ini baik, nggak mungkin sampai pengadilan (gugatan ijin lingkungan PLTU Celukan Bawang tahap dua di PTUN Denpasar,red),” ujarnya.

Menurut Muhajir, sosialisasi tersebut diundang secara lisan sehari sebelumnya oleh Sahar selaku Kadus Pungkukan atas perintah dari Kepala Desa Celukan Bawang tepatnya pada hari Sabtu, 27 Agustus 2016 lalu.

Nah, esoknya tiba-tiba sudah ada tanda tangan yang tidak diketahui warga secara luas. “Sosialisasi kok hari minggu. Aneh. Kalau mau membangun sesuatu di Gerokgak, buat sesuai aturan.

Kalau begitu sikap mereka, kami menolak PLTU Celukan Bawang tahap dua. Ini pelanggaran. Masyarakat diabaikan. Kalau ada proyek, sesuaikan dengan prosedur. Undang masyarakat. Bukan sembunyi-sembunyi,” terangnya.

Muhajir sejatinya juga merupakan saksi dari keberadaan awal PLTU Celukan Bawang yang pertama. Dalam pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap pertama kala itu pun memerlukan waktu bertahun-tahun

untuk menyelesaikan masalah hingga akhirnya mendapatkan titik temu. Lolosnya PLTU Celukan Bawang tahap pertama kala itu pun karena alasan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Bali kala itu.

“Dulu kami jual Masjid, jual kantor desa, jual rumah, jual sekolah. Itu dibeli pihak PLTU. Bukan sebagai bentuk kebaikan PLTU ataupun sumbangan.

Bahkan, kami rela kuburan orang tua dan leluhur kami dipindahkan dengan diberikan harga senilai dua setengah juta rupiah,” tuturnya.

Namun, untuk pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap dua yang menjadi polemik saat ini, pihaknya merasa tidak perlu lagi.

Sebab, kabar yang diterima pihaknya, selain PLTU Batubara tidak ramah lingkungan juga kebutuhan Bali akan listrik masih dipenuhi.

Selain itu, pasca pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap pertama pun masih menyisakan sejumlah persoalan. Seperti tidak terpenuhi janji-janji pihak PLTU tahap pertama.

Misalnya, janji Humas PLTU Celukan Bawang, Putu Singyen yang mengaku akan menemui warga setiap 3 bulan sekali bila proyek PLTU tahap pertama ini sudah berjalan.

Selain itu, persoalan kesehatan dimana hingga kini tak dibuatkan klinik kesehatan sesuai janji sebelumnya. Begitu juga dengan janji akan mengurangi pengangguran bagi warga Celukan Bawang pun hanya isapan jempol belaka.

Belum lagi janji-janji lain. “Ini namanya proyek (PLTU Celukan Bawang tahap satu) yang mementingkan diri sendiri, tidak mementingkan masyarakat. Datangnya cuma pas kepentingan saja,” bebernya.

Hal tersebut pun ditanggapi enteng oleh M. Ashari, kepala Desa Celukan Bawang. “Semua masukan ini akan kami akomodir. Sesegera mungkin mengajak mereka datang (PLTU Celukan Bawang) sebagai langkah pertama kami agar persoalan ini selesai,” terangnya.

Saat dikejar pertanyaan oleh warga soal sosialiasi AMDAL yang dilakukannya pada 28 Agustus 2016 lalu tersebut, wajahnya pun mulai berubah menjadi gugup.

Sebab, dirinya termasuk dalam  25 orang yang menandatangani sosialisasi AMDAL tersebut. Terlebih undangan sosialiasi tersebut hanya berbentuk lisan ke warga yang diperintahkan olehnya.

“Apakah undangan secara lisan tersebut layak disebut sosialisasi? Sunatan saja ada undangan tertulis,” tanya salah satu warga.

Ketika warga meminta agar M. Ashari membuat pernyataan yang ditandatanganinya, bahwa tidak ada sosialiasi AMDAL yang dilakukan pada 28 Agustus 2016 lalu.

Lagi-lagi M. Ashari irit berbicara dan menolak untuk membuat surat pernyataan tersebut. “Kapasitas saya ini sebelumnya sebagai saksi di Pengadilan (saksi tergugat intervensi PLTU Celukan Bawang).

Kalau saya membuat ini, sama saja saya mendorong diri saya ke jurang. Apapun resikonya, saya tidak mau tanda tangan,” ujarnya.

M. Ashari bersikukuh ingin menunggu keputusan pengadilan yang saat ini sedang disidangkan di PTUN Denpasar. 

Yang menarik justru muncul dari statemen Ariadi Pribadi selaku Camat Gerokgak. Dalam berita acara sosialiasi AMDAL tersebut tandatanganya ikut serta.

Padahal, dalam pengakuanya, ia tidak mengetahui isi dari sosialiasi tersebut. “Secara administrasi untuk mengetahui, memang benar saya tandatangan terkait adanya sosialisasi. Namun isinya saya nggak tahu,” ungkapnya.

Hal ini pun menjadi keanehan bagi warga. Ariadi juga mengaku tidak bisa memberikan keputusan akan persoalan yang sedang terjadi saat ini.

“Saya bukan kapasistas menyelesaikan masalah ini. Saya sudah catat dan sampaikan ke pimpinan kami,” sambari ia terlihat terburu-buru ingin meninggalkan rapat kemarin.

 Acara kemarin pun berlangsung hingga pukul 12.00. Rapat tersebut menghasilkan draf pernyataan yang menyatakan sosialisasi yang dilakukan pada 28 Agustus 2016 tersebut bukan sebagai bentuk sosialisasi.

Targetnya, 21 warga yang membubuhkan tanda tangan sosialiasi tersebut pun mau mengklarifikasi dengan mendatangani surat pernyataan tersebut, termasuk Kepala Desa dan Kadus Pungkukan di dalamnya.

Warga menunggu surat pernyataan tersebut agar terselesaikan esok hari (hari ini, red). Jika tidak, warga akan mengambil langkah menemui pihak PLTU Celukan Bawang ataupun hal-hal lain yang dianggap perlu tanpa melibatkan aparatur desa.

Sementara itu, Ketua BPD Celukan Bawang, Agus Adnan yang menggelar pertemuan kemarin usai acara kepada Jawa Pos Radar Bali ini mengakui bahwa memang benar sosialiasi tersebut tidak ada.

“Harusnya sosialisasi itu melibatkan banyak masyarakat. Kami pun tidak diundang. Kapasitas kami (badan permusyawaratan desa) disana tidak dilibatkan sama sekali,” tutupnya

GEROKGAK – Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Celukan Bawang, kecamatan Gerokgak, Buleleng berinisiasi menggelar pertemuan antarwarga dengan pemerintah desa untuk membahas persoalan pembangunan PLTU Celukan Bawang.

Sejumlah fakta pun terungkap dalam pertemuan yang digelar di Balai Kantor Desa Celukan Bawang Senin (16/7) kemarin.

Sejumlah perwakilan dari pemerintah hadir, termasuk aparat keamanan Di hadapan para tokoh dan warga mereka pun memberikan sejumlah klarifikasinya.

 Pertemuan yang dimulai pada pukul 10.00 tersebut pun berlangsung seru. Sejumlah warga terlihat membawa poster yang secara garis besar berisi pesan menolak PLTU Celukan Bawang tahap dua.

Seperti yang disampaikan Haji Muhajir, salah satu tokoh warga di Celukan Bawang dalam pertemuan kemarin.

Dalam penyampaiannya, proses sosialiasi sebagai syarat AMDAL tersebut terbilang menipu warga Celukan Bawang.

Disebutkan, yang menandatangani sosialiasi pada tanggal 28 Agustus 2016 itu hanya berjumlah 21 warga dan hanya berasal dari dua keluarga.

“Kalau proyek ini baik, nggak mungkin sampai pengadilan (gugatan ijin lingkungan PLTU Celukan Bawang tahap dua di PTUN Denpasar,red),” ujarnya.

Menurut Muhajir, sosialisasi tersebut diundang secara lisan sehari sebelumnya oleh Sahar selaku Kadus Pungkukan atas perintah dari Kepala Desa Celukan Bawang tepatnya pada hari Sabtu, 27 Agustus 2016 lalu.

Nah, esoknya tiba-tiba sudah ada tanda tangan yang tidak diketahui warga secara luas. “Sosialisasi kok hari minggu. Aneh. Kalau mau membangun sesuatu di Gerokgak, buat sesuai aturan.

Kalau begitu sikap mereka, kami menolak PLTU Celukan Bawang tahap dua. Ini pelanggaran. Masyarakat diabaikan. Kalau ada proyek, sesuaikan dengan prosedur. Undang masyarakat. Bukan sembunyi-sembunyi,” terangnya.

Muhajir sejatinya juga merupakan saksi dari keberadaan awal PLTU Celukan Bawang yang pertama. Dalam pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap pertama kala itu pun memerlukan waktu bertahun-tahun

untuk menyelesaikan masalah hingga akhirnya mendapatkan titik temu. Lolosnya PLTU Celukan Bawang tahap pertama kala itu pun karena alasan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Bali kala itu.

“Dulu kami jual Masjid, jual kantor desa, jual rumah, jual sekolah. Itu dibeli pihak PLTU. Bukan sebagai bentuk kebaikan PLTU ataupun sumbangan.

Bahkan, kami rela kuburan orang tua dan leluhur kami dipindahkan dengan diberikan harga senilai dua setengah juta rupiah,” tuturnya.

Namun, untuk pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap dua yang menjadi polemik saat ini, pihaknya merasa tidak perlu lagi.

Sebab, kabar yang diterima pihaknya, selain PLTU Batubara tidak ramah lingkungan juga kebutuhan Bali akan listrik masih dipenuhi.

Selain itu, pasca pembangunan PLTU Celukan Bawang tahap pertama pun masih menyisakan sejumlah persoalan. Seperti tidak terpenuhi janji-janji pihak PLTU tahap pertama.

Misalnya, janji Humas PLTU Celukan Bawang, Putu Singyen yang mengaku akan menemui warga setiap 3 bulan sekali bila proyek PLTU tahap pertama ini sudah berjalan.

Selain itu, persoalan kesehatan dimana hingga kini tak dibuatkan klinik kesehatan sesuai janji sebelumnya. Begitu juga dengan janji akan mengurangi pengangguran bagi warga Celukan Bawang pun hanya isapan jempol belaka.

Belum lagi janji-janji lain. “Ini namanya proyek (PLTU Celukan Bawang tahap satu) yang mementingkan diri sendiri, tidak mementingkan masyarakat. Datangnya cuma pas kepentingan saja,” bebernya.

Hal tersebut pun ditanggapi enteng oleh M. Ashari, kepala Desa Celukan Bawang. “Semua masukan ini akan kami akomodir. Sesegera mungkin mengajak mereka datang (PLTU Celukan Bawang) sebagai langkah pertama kami agar persoalan ini selesai,” terangnya.

Saat dikejar pertanyaan oleh warga soal sosialiasi AMDAL yang dilakukannya pada 28 Agustus 2016 lalu tersebut, wajahnya pun mulai berubah menjadi gugup.

Sebab, dirinya termasuk dalam  25 orang yang menandatangani sosialisasi AMDAL tersebut. Terlebih undangan sosialiasi tersebut hanya berbentuk lisan ke warga yang diperintahkan olehnya.

“Apakah undangan secara lisan tersebut layak disebut sosialisasi? Sunatan saja ada undangan tertulis,” tanya salah satu warga.

Ketika warga meminta agar M. Ashari membuat pernyataan yang ditandatanganinya, bahwa tidak ada sosialiasi AMDAL yang dilakukan pada 28 Agustus 2016 lalu.

Lagi-lagi M. Ashari irit berbicara dan menolak untuk membuat surat pernyataan tersebut. “Kapasitas saya ini sebelumnya sebagai saksi di Pengadilan (saksi tergugat intervensi PLTU Celukan Bawang).

Kalau saya membuat ini, sama saja saya mendorong diri saya ke jurang. Apapun resikonya, saya tidak mau tanda tangan,” ujarnya.

M. Ashari bersikukuh ingin menunggu keputusan pengadilan yang saat ini sedang disidangkan di PTUN Denpasar. 

Yang menarik justru muncul dari statemen Ariadi Pribadi selaku Camat Gerokgak. Dalam berita acara sosialiasi AMDAL tersebut tandatanganya ikut serta.

Padahal, dalam pengakuanya, ia tidak mengetahui isi dari sosialiasi tersebut. “Secara administrasi untuk mengetahui, memang benar saya tandatangan terkait adanya sosialisasi. Namun isinya saya nggak tahu,” ungkapnya.

Hal ini pun menjadi keanehan bagi warga. Ariadi juga mengaku tidak bisa memberikan keputusan akan persoalan yang sedang terjadi saat ini.

“Saya bukan kapasistas menyelesaikan masalah ini. Saya sudah catat dan sampaikan ke pimpinan kami,” sambari ia terlihat terburu-buru ingin meninggalkan rapat kemarin.

 Acara kemarin pun berlangsung hingga pukul 12.00. Rapat tersebut menghasilkan draf pernyataan yang menyatakan sosialisasi yang dilakukan pada 28 Agustus 2016 tersebut bukan sebagai bentuk sosialisasi.

Targetnya, 21 warga yang membubuhkan tanda tangan sosialiasi tersebut pun mau mengklarifikasi dengan mendatangani surat pernyataan tersebut, termasuk Kepala Desa dan Kadus Pungkukan di dalamnya.

Warga menunggu surat pernyataan tersebut agar terselesaikan esok hari (hari ini, red). Jika tidak, warga akan mengambil langkah menemui pihak PLTU Celukan Bawang ataupun hal-hal lain yang dianggap perlu tanpa melibatkan aparatur desa.

Sementara itu, Ketua BPD Celukan Bawang, Agus Adnan yang menggelar pertemuan kemarin usai acara kepada Jawa Pos Radar Bali ini mengakui bahwa memang benar sosialiasi tersebut tidak ada.

“Harusnya sosialisasi itu melibatkan banyak masyarakat. Kami pun tidak diundang. Kapasitas kami (badan permusyawaratan desa) disana tidak dilibatkan sama sekali,” tutupnya

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/