25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:15 AM WIB

Princess Childcare Tak Ada Pelatihan Karyawan, Pasang Iklan Online

DENPASAR – Kasus bayi tewas di tempat penitipan anak (TPA) Princess House Childcare yang ada di Jalan Badak Sari, Denpasar, memasuki babak tuntutan.

Kedua terdakwa, yakni Ni Made Sudiani Putri, 39, yang berstatus sebagai pemilik TPA dituntut tiga tahun penjara.

Sedangkan Listiani alias Tina, 39, (berkas terpisah) dituntut lebih berat, yaitu empat tahun penjara.

Sebagaimana terungkap dalam dakwaan, Sudiani sebagai pengelola TPA Princess House Childcare yang telah beroperasi

sejak tahun 2011 mempunyai tugas dan tanggung jawab mengelola, mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap karyawan.

TPA tersebut memiliki 10 karyawan, terdiri dari 9 perempuan sebagai pengasuh dan 1 orang karyawan laki-laki dibagian keuangan.

Selain itu, anak yang bisa dititipkan berumur 0 bulan sampai 7 tahun. Setiap harinya, anak-anak yang dititipkan di tempat tersebut kurang lebih 50 puluh anak yang

terdiri dari 0 bulan sampai 2 tahun sebanyak 20 anak, 2 tahun sampai 3 tahun sebanyak 10 anak, dan 3 tahun sampai 7 tahun sebanyak 20 anak.

Rasio pengasuh yakni 5 bayi diasuh 1 pengasuh, 8 anak usia sedang diasuh 1 pengasuh dan 10 anak usia besar diasuh 1 pengasuh. Untuk biayanya, Rp 100 ribu per hari untuk 1 anak dan Rp 900 ribu per bulan untuk 1 anak.

Terdakwa dalam mencari karyawan dengan cara mengiklankan melalui aplikasi OXL, tanpa adanya persyaratan mengenai pendidikan, pengalaman bekerja dalam hal pengasuhan anak dan batasan usia.

“Jika karyawan baru diterima mendapat pelatihan oleh karyawan senior tanpa dilakukan pelatihan oleh pihak yang ahli atau berkompeten dalam bidang pengasuhan dan perawatan anak,” urai JPU.

Petaka terhadap mendiang bayi ENA terjadi pada Kamis (9/5). Saat itu, pukul 07.00 saksi Andika Anggara yang juga ayah bayi ENA mendatangi TPA untuk

menitipkan kedua anaknya K dan ENA yang diterima oleh saksi Evi Juni Lastrianti Siregar. Kemudian ENA yang berusia tiga bulan diserahkan ke Listiani.

“Pukul 13.00, terdakwa Sudiani mendatangi tempat tersebut. Sudiani hanya mengecek jalannya operasional kepada karyawan kepercayaannya saja,

tanpa mengecek satu per satu kondisi dan bayi yang dititipkan. Karena menganggap tidak ada masalah, pukul 16.00 terdakwa meninggalkan tempat tersebut,” beber JPU.

Berselang beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 15.00, terdakwa Listiani berusaha menenangkan korban anak ENA yang menangis.

Listiani membedong ENA dengan kain  dan memberi susu dengan botol. Kemudian Listiani menengkurapkan korban ENA di tangannya sambil ditepuk-tepuk punggulnya agar sendawa.

Lalu Listiani menengkurapkan korban di kasur dengan posisi muka ke samping. Listiani kemudian meninggakan korban dengan kondisi pintu tertutup untuk mengurus bayi yang lain.

Singkat cerita, pukul 17.50 Listiani baru menengok korban ENA itupun karena ada pemberitahuan bahwa korban akan dijemput oleh neneknya, saksi Wayan Sumiati.

Namun, pada saat Listiani membuka lilitan kain bedongnya, korban sudah dalam keadaan lemas. Dalam keadaan panik, Liastiani kemudian mengosok minyak ke kaki korban tapi tetap lemas dan tidak terbangun.

Atas perintah Sudiani, korban kemudian dilarikan ke RS Bros mengunakan sepeda motor. Meski sempat mendapat perawatan medis, nyawa korban tidak dapat tertolong.

Dari hasil visum, pada korban ditemukan luka-luka memar akibat kekerasan benda tumpul, tanda-tanda mati lemas,

perbendungan pada organ dalam, sembab otak dan paru-paru, dan cairan putih dalam saluran napas dan paru.

Selain itu, sebab kematian adalah terhalangnya jalan napas dan penyakit infeksi paru akut yang mengakibatkan korban sulit bernapas sehingga menimbulkan mati lemas.

DENPASAR – Kasus bayi tewas di tempat penitipan anak (TPA) Princess House Childcare yang ada di Jalan Badak Sari, Denpasar, memasuki babak tuntutan.

Kedua terdakwa, yakni Ni Made Sudiani Putri, 39, yang berstatus sebagai pemilik TPA dituntut tiga tahun penjara.

Sedangkan Listiani alias Tina, 39, (berkas terpisah) dituntut lebih berat, yaitu empat tahun penjara.

Sebagaimana terungkap dalam dakwaan, Sudiani sebagai pengelola TPA Princess House Childcare yang telah beroperasi

sejak tahun 2011 mempunyai tugas dan tanggung jawab mengelola, mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap karyawan.

TPA tersebut memiliki 10 karyawan, terdiri dari 9 perempuan sebagai pengasuh dan 1 orang karyawan laki-laki dibagian keuangan.

Selain itu, anak yang bisa dititipkan berumur 0 bulan sampai 7 tahun. Setiap harinya, anak-anak yang dititipkan di tempat tersebut kurang lebih 50 puluh anak yang

terdiri dari 0 bulan sampai 2 tahun sebanyak 20 anak, 2 tahun sampai 3 tahun sebanyak 10 anak, dan 3 tahun sampai 7 tahun sebanyak 20 anak.

Rasio pengasuh yakni 5 bayi diasuh 1 pengasuh, 8 anak usia sedang diasuh 1 pengasuh dan 10 anak usia besar diasuh 1 pengasuh. Untuk biayanya, Rp 100 ribu per hari untuk 1 anak dan Rp 900 ribu per bulan untuk 1 anak.

Terdakwa dalam mencari karyawan dengan cara mengiklankan melalui aplikasi OXL, tanpa adanya persyaratan mengenai pendidikan, pengalaman bekerja dalam hal pengasuhan anak dan batasan usia.

“Jika karyawan baru diterima mendapat pelatihan oleh karyawan senior tanpa dilakukan pelatihan oleh pihak yang ahli atau berkompeten dalam bidang pengasuhan dan perawatan anak,” urai JPU.

Petaka terhadap mendiang bayi ENA terjadi pada Kamis (9/5). Saat itu, pukul 07.00 saksi Andika Anggara yang juga ayah bayi ENA mendatangi TPA untuk

menitipkan kedua anaknya K dan ENA yang diterima oleh saksi Evi Juni Lastrianti Siregar. Kemudian ENA yang berusia tiga bulan diserahkan ke Listiani.

“Pukul 13.00, terdakwa Sudiani mendatangi tempat tersebut. Sudiani hanya mengecek jalannya operasional kepada karyawan kepercayaannya saja,

tanpa mengecek satu per satu kondisi dan bayi yang dititipkan. Karena menganggap tidak ada masalah, pukul 16.00 terdakwa meninggalkan tempat tersebut,” beber JPU.

Berselang beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 15.00, terdakwa Listiani berusaha menenangkan korban anak ENA yang menangis.

Listiani membedong ENA dengan kain  dan memberi susu dengan botol. Kemudian Listiani menengkurapkan korban ENA di tangannya sambil ditepuk-tepuk punggulnya agar sendawa.

Lalu Listiani menengkurapkan korban di kasur dengan posisi muka ke samping. Listiani kemudian meninggakan korban dengan kondisi pintu tertutup untuk mengurus bayi yang lain.

Singkat cerita, pukul 17.50 Listiani baru menengok korban ENA itupun karena ada pemberitahuan bahwa korban akan dijemput oleh neneknya, saksi Wayan Sumiati.

Namun, pada saat Listiani membuka lilitan kain bedongnya, korban sudah dalam keadaan lemas. Dalam keadaan panik, Liastiani kemudian mengosok minyak ke kaki korban tapi tetap lemas dan tidak terbangun.

Atas perintah Sudiani, korban kemudian dilarikan ke RS Bros mengunakan sepeda motor. Meski sempat mendapat perawatan medis, nyawa korban tidak dapat tertolong.

Dari hasil visum, pada korban ditemukan luka-luka memar akibat kekerasan benda tumpul, tanda-tanda mati lemas,

perbendungan pada organ dalam, sembab otak dan paru-paru, dan cairan putih dalam saluran napas dan paru.

Selain itu, sebab kematian adalah terhalangnya jalan napas dan penyakit infeksi paru akut yang mengakibatkan korban sulit bernapas sehingga menimbulkan mati lemas.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/