28.3 C
Jakarta
11 Desember 2024, 10:38 AM WIB

Awalnya Tak Mampu Menahan Emosi, Lama Kelamaan Jadi Sadar Diri

Tak ada yang menyangka, pria yang pernah berjaya di atas ring tinju, kini kerap terlihat di Pengadilan. Bukan sebagai terdakwa, tetapi menjadi penerjemah di persidangan.

I WAYAN WIDYANTARA, Denpasar

PETINJU era 90an, Pino Bahari terlihat di halaman Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada Selasa sore (18/12).

Pakaiannya nampak rapi. Baju putih berkerah dengan motif kotak-kotak dipadukan dengan celana panjang dan sepatu casual.

Supel, ramah dan murah senyum. Begitulah sikap yang selalu ditunjukkan pria bertubuh atletis ketika tiba di pengadilan dan menyapa orang-orang di pengadilan.

Gaya menyapa pria yang lahir di Bali pada 15 Oktober 1972 tersebut pun menarik perhatian Jawa Pos Radar Bali sore itu.

Yakni tos dengan tangan kanan mengepal. Maklum saja, dulu Pino adalah mantan petinju kelas amatir Indonesia dengan segudang prestasi.

Diantaranya Pino pernah meraih emas di ajang Tinju kelas menengah Asian Sea Games 1990 di Beijing, Republik Rakyat Tiongkok.

Selain itu, dia juga pernah meraih medali perak di Sea Games XVIII di Chiang Mai, dan masih banyak lagi prestasi gemilang yang pernah ditorehkan anak dari pelatih dan promotor tinju Daniel Bahari ini.

Namun di pengadilan kemarin, dia hadir bukan karena latar belakangnya tersebut ataupun habis memukuli orang.

Melainkan dia hadir sebagai penerjemah dalam persidangan yang melibatkan terdakwa Warga Negara Asing (WNA). “Ini habis jadi penerjemah di persidangan. Kasus WNA Kazakhstan,” ujarnya dengan nada rendah kepada koran ini.

Namun ia enggan membeberkan kasus tersebut.

Disinggung soal profesi sebagai penerjemah bahasa Inggris, pria yang didapuk membawa obor Asian Games 2018 ke Puncak Ijen beberapa waktu lalu ini pun tersenyum lebar.

Sambil duduk di bangku ruang sidang yang kebetulan tidak lagi ada sidang kemarin, ia pun bercerita banyak tentang pekerjaan terbarunya tersebut.

“Ini sambil membantu teman-teman pengacara, jadi saya membantu untuk menerjemahkan kliennya mereka.

Mulai dari BAP (Berita Acara Pemeriksaan) di kantor kepolisian sampai ke persidangan,” ungkapnya.

Menggeluti profesi sebagai penerjemah katanya sudah dilakukan dari tahun 2015 lalu.

Awal mulanya karena pria yang memiliki zodiak Libra ini memiliki banyak teman yang menjadi pengacara.

“Mereka membutuhkan tenaga untuk membantu kelancaran tugas mereka. Ya jadi saling mengisi,” kisahnya.

Menurutnya, sudah puluhan kasus yang pernah memakai jasanya untuk menjadi penerjemah di dalam persidangan.

Baginya, penghasilan pekerjaan sampingan ini cukup lumayan untuk membantu kehidupan sehari-harinya.

Di luar sebagai penerjemah, Pino tentu masih aktif sebagai pelatih tinju. Tercatat, kini dia masih menjadi pelatih di sasana Cakti Bali dan Cakti Gibbor.

Dua hal yang jauh berbeda tentu yang kini dilakukan oleh Pino.

Dulu sebagai petarung di atas ring tinju dan kini menjadi penerjemah.

Dia juga mengakui tidak pernah menjalani kursus bahasa Inggris, namun sertifikat kelayakan sebagai penerjemah di pengadilan tentu sudah dikantongi pria yang kini bertubuh agak tambun ini.

Menanggapi hal tersebut, Pino mengaku bersyukur dengan hal yang dilakukan ini.

“Saya rasa ini juga menjadi kesempatan saya untuk mengenal dunia peradilan. Menjalin relasi juga dengan rekan-rekan pengacara dan membantu klien. Saya rasa ini hal yang positif untuk dilakukan,” terangnya.

Banyak pengalaman menarik yang didapatkan sebagai seorang penerjemah. Dia bercerita, awal-awal jadi penerjemah, dia sempat dibawa emosi dalam menghadapi klien. Seperti dalam proses BAP di kepolisian.

“Kadang-kadang memang terbawa emosi saat saya menerjemahkan. Misalnya saat tersangka menjawab pertanyaan dari kepolisian.

Ketika tersangka di situ mulai ngeyel, saya kadang emosi. Awalnya memang sempat stres menahan emosi,” ujarnya lantas tertawa.

Namun seiring perjalanan waktu dan berbagai pengalaman, akhirnya Pino mampu mengendalikan emosinya.

Dia sadar, bahwa tugasnya adalah menyampaikan saja apa yang disampaikan oleh pihak kepolisian maupun dari tersangka.

“Saya mulai sadar. Pihak kepolisian juga punya trik-trik tersendiri untuk menanyakan hal yang sama secara berulang-ulang. 

Nah  lama kelamaan, saya belajar dan saya mulai menetralkan emosi saya. Saya sampaikan saja apa yang disampaikan mereka,” ungkapnya.

Hari semakin sore, Pino pun mengakhiri wawancara. Seperti apa yang disampaikan sebelumnya, Pino kini masih tetap menjadi pelatih tinju.

“Saya pamit, mau melatih tinju. Sudah jam,” ujarnya dan mengakhiri dengan salam tos tangan mengepal. (*)

Tak ada yang menyangka, pria yang pernah berjaya di atas ring tinju, kini kerap terlihat di Pengadilan. Bukan sebagai terdakwa, tetapi menjadi penerjemah di persidangan.

I WAYAN WIDYANTARA, Denpasar

PETINJU era 90an, Pino Bahari terlihat di halaman Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada Selasa sore (18/12).

Pakaiannya nampak rapi. Baju putih berkerah dengan motif kotak-kotak dipadukan dengan celana panjang dan sepatu casual.

Supel, ramah dan murah senyum. Begitulah sikap yang selalu ditunjukkan pria bertubuh atletis ketika tiba di pengadilan dan menyapa orang-orang di pengadilan.

Gaya menyapa pria yang lahir di Bali pada 15 Oktober 1972 tersebut pun menarik perhatian Jawa Pos Radar Bali sore itu.

Yakni tos dengan tangan kanan mengepal. Maklum saja, dulu Pino adalah mantan petinju kelas amatir Indonesia dengan segudang prestasi.

Diantaranya Pino pernah meraih emas di ajang Tinju kelas menengah Asian Sea Games 1990 di Beijing, Republik Rakyat Tiongkok.

Selain itu, dia juga pernah meraih medali perak di Sea Games XVIII di Chiang Mai, dan masih banyak lagi prestasi gemilang yang pernah ditorehkan anak dari pelatih dan promotor tinju Daniel Bahari ini.

Namun di pengadilan kemarin, dia hadir bukan karena latar belakangnya tersebut ataupun habis memukuli orang.

Melainkan dia hadir sebagai penerjemah dalam persidangan yang melibatkan terdakwa Warga Negara Asing (WNA). “Ini habis jadi penerjemah di persidangan. Kasus WNA Kazakhstan,” ujarnya dengan nada rendah kepada koran ini.

Namun ia enggan membeberkan kasus tersebut.

Disinggung soal profesi sebagai penerjemah bahasa Inggris, pria yang didapuk membawa obor Asian Games 2018 ke Puncak Ijen beberapa waktu lalu ini pun tersenyum lebar.

Sambil duduk di bangku ruang sidang yang kebetulan tidak lagi ada sidang kemarin, ia pun bercerita banyak tentang pekerjaan terbarunya tersebut.

“Ini sambil membantu teman-teman pengacara, jadi saya membantu untuk menerjemahkan kliennya mereka.

Mulai dari BAP (Berita Acara Pemeriksaan) di kantor kepolisian sampai ke persidangan,” ungkapnya.

Menggeluti profesi sebagai penerjemah katanya sudah dilakukan dari tahun 2015 lalu.

Awal mulanya karena pria yang memiliki zodiak Libra ini memiliki banyak teman yang menjadi pengacara.

“Mereka membutuhkan tenaga untuk membantu kelancaran tugas mereka. Ya jadi saling mengisi,” kisahnya.

Menurutnya, sudah puluhan kasus yang pernah memakai jasanya untuk menjadi penerjemah di dalam persidangan.

Baginya, penghasilan pekerjaan sampingan ini cukup lumayan untuk membantu kehidupan sehari-harinya.

Di luar sebagai penerjemah, Pino tentu masih aktif sebagai pelatih tinju. Tercatat, kini dia masih menjadi pelatih di sasana Cakti Bali dan Cakti Gibbor.

Dua hal yang jauh berbeda tentu yang kini dilakukan oleh Pino.

Dulu sebagai petarung di atas ring tinju dan kini menjadi penerjemah.

Dia juga mengakui tidak pernah menjalani kursus bahasa Inggris, namun sertifikat kelayakan sebagai penerjemah di pengadilan tentu sudah dikantongi pria yang kini bertubuh agak tambun ini.

Menanggapi hal tersebut, Pino mengaku bersyukur dengan hal yang dilakukan ini.

“Saya rasa ini juga menjadi kesempatan saya untuk mengenal dunia peradilan. Menjalin relasi juga dengan rekan-rekan pengacara dan membantu klien. Saya rasa ini hal yang positif untuk dilakukan,” terangnya.

Banyak pengalaman menarik yang didapatkan sebagai seorang penerjemah. Dia bercerita, awal-awal jadi penerjemah, dia sempat dibawa emosi dalam menghadapi klien. Seperti dalam proses BAP di kepolisian.

“Kadang-kadang memang terbawa emosi saat saya menerjemahkan. Misalnya saat tersangka menjawab pertanyaan dari kepolisian.

Ketika tersangka di situ mulai ngeyel, saya kadang emosi. Awalnya memang sempat stres menahan emosi,” ujarnya lantas tertawa.

Namun seiring perjalanan waktu dan berbagai pengalaman, akhirnya Pino mampu mengendalikan emosinya.

Dia sadar, bahwa tugasnya adalah menyampaikan saja apa yang disampaikan oleh pihak kepolisian maupun dari tersangka.

“Saya mulai sadar. Pihak kepolisian juga punya trik-trik tersendiri untuk menanyakan hal yang sama secara berulang-ulang. 

Nah  lama kelamaan, saya belajar dan saya mulai menetralkan emosi saya. Saya sampaikan saja apa yang disampaikan mereka,” ungkapnya.

Hari semakin sore, Pino pun mengakhiri wawancara. Seperti apa yang disampaikan sebelumnya, Pino kini masih tetap menjadi pelatih tinju.

“Saya pamit, mau melatih tinju. Sudah jam,” ujarnya dan mengakhiri dengan salam tos tangan mengepal. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/