RadarBali.com – Permohonan praperadilan yang dimohonkan perwakilan perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin bin Saiman
melawan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (16/11) akhirnya kandas ditengah jalan.
Sebaliknya, pada sidang dengan agenda putusan sela, hakim tunggal, Novita Riama justru menerima eksepsi (nota keberatan) pihak termohon yakni KPK.
“Menerima eksepsi yang diajukan termohon dan menyatakan Pengadilan Negeri Denpasar tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus permohonan praperadilan yang dimohonkan perkumpulan MAKI,” tegas Novita Riama.
Sesuai amar putusan, Hakim Novita Riama menyatakan, dalam praktek peradilan, yang berwewenang adalah pengadilan negeri tempat kedudukan termohon
(Pimpinan KPK berkantor di Jalan Kuningan Persada Kavling 4, Setiabudi, Jakarta Selatan), maka kedudukan termohon masuk dalam yuridiksi PN Jakarta Selatan.
Sebagainana diketahui dalam eksepsinya, pihak termohon sempat menyampaikan sejumlah poin atas permohonan gugatan praperadilan pihak pemohon(MAKI).
Disebutkan, sesuai yang disampaikan pihak termohon yang diwakili staf Bidang Hukum KPK RI, Juliandi Tigor Simanjuntak, Togi Robson Sirait, dan Mia Suryani Siregar,
itu yakni terkait kewenangan PN Denpasar untuk menyidangkan permohonan praperadilan yang dimohonkan pihak MAKI.
Diuraikan Juliandi, walaupun hukum acara pemeriksaan praperadilan telah diatur secara khusus tetapi, menurut termohon belum cukup untuk mengatur proses pemeriksaannya.
Belum cukupnya proses pemeriksaan, itu lanjut termohon yakni permohonan praperadilan diajukan atau bagaimana proses persidangannya.
“Didalam praktek peradilan, pemeriksaan praperadilan adalah dengan menerapkan hukum acara perdata. Dengan demikian maka, permohonan praperadilan diajukan di tempat kedudukan termohon,” ungkap Juliandi Tigor.
Lebih lanjut dikatakan, dalam proses praperadilan, selain proses jawab menjawab atau replik dan duplik dan pembuktian yang hanya menilai aspek formil, bukan aspek materiil.
“ Ini sudah menjadi konvensi hukum dan menjadi bagian dalam acara pemeriksaan praperadilan,” kata Juliandi.
Sementara seperti diberitakan sebelumnya, perkumpulan MAKI mengajukan permohonan praperadilan kepada pimpinan KPK terkait penghentian
penyidikan tidak sah perkara dugaan korupsi Pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009 – 2010 di PN Denpasar.
Dalam uraian permohonan praperadilan dikatakan, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK terhadap terdakwa, Dudung Purwadi, mantan Direktur Utama PT Duta Graha Indah,
didakwakan bersama – sama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin dan Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana, Made Meregawa.
Tidak hanya itu, menurut wakil dari MAKI Boyamin Saiman, PT Duta Graha Indah juga telah dijadikan tersangka koorpoarsi dalam perkara dugaan
korupsi ini dimana termohon yakni KPK sedang berupaya menyelesaikan penyidikan dan seharusnya segera maju ke persidangan.
Diungkapkan didalam permohonan praperadilan, dakwaan JPU dari KPK, dinyatakan bahwa perbuatan Dudung Purwadi telah memperkaya Nazaruddin
dan korporasi yang dikendalikan mantan bendahara Partai Demokrat ini yakni, PT Anak Negeri, PT Anugrah Nusantara dan Group Permai sejumlah Rp10,2 miliar.
Sementara menurut jaksa berdasarkan laporan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perbuatan Dudung Purwadi dalam korupsi pembangunan ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp25,9 miliar.
Menurut perkumpulan MAKI, dengan tidak menetapkan Nazaruddin, PT Anak Negeri, PT Anugrah Nusantara dan Group Permai sebagai tersangka, dapat dikatakan KPK tidak melanjutkan penyidikan atau telah menghentikan penyidikan.
Salah satu permohonan dari Perwakilan MAKI agar majelis hakim menyatakan, tindakan KPK yang tidak menetapkan Nazaruddin
dan PT Anak Negeri, PT Anugrah Nusantara serta Group Permai sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi ini sebagai bentuk penghentian penyidikan.
Selain itu, memerintahkan termohon, pimpinan KPK untuk melakukan proses hukum selanjutnya dengan menetapkan Nazaruddin
dan korporasinya sebagai tersangka dan melakukan tindakan hukum dengan penuntutan di Pengadilan Tipikor Denpasar.
Keinginan perkumpulan MAKI membela masyarakat untuk menciptakan pemerintah yang bersih dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN)
serta bertujuan penegakan hukum dan menyelamatkan harta masyarakat dan negara pupus lantaran permohonan praperadilan salah alamat.