26.7 C
Jakarta
21 September 2024, 5:00 AM WIB

Penetapan TSK Tinggal Tunggu Waktu, Modus Korupsi Berjalan 6 Tahun

DENPASAR – Tak ada angin tak ada hujan, tim intelijen Kejati Bali mendadak memblejeti dugaan korupsi rumah jabatan Sekda Buleleng periode 2014 – 2020.

Modus korupsinya yaitu rumah pribadi disewakan untuk rumah jabatan (rumjab). Terduga pelaku menyewa rumahnya sendiri dengan dibiayai APBD Kabupaten Buleleng

Tim intelijen tengah menyelidiki dugaan korupsi yang merugikan keuangan Negara sebesar Rp 836 juta itu. Bahkan, Kejati Bali berani memastikan penetapan tersangka tinggal tunggu waktu.

“Saat ini masih proses penyidikan. Tunggu saja perkembangannya, nanti kami sampaikan,” ujar Asintel Kejati Bali Suhandi.

Menurutnya, dalam APBD Buleleng Tahun 2014 sampai saat ini terdapat anggaran sewa rumjab Sekda Kabupaten Buleleng.

Ini karena Sekda Buleleng sampai saat ini tidak mempunyai rumah jabatan yang dibangun pemerintah.

Dalam kegiatan sewa rumjab sejak 2014 sampai 2020 terdapat perjanjian sewa antara PPK (Pejabat Pelaksana Kegiatan) pada Sekda Kabupaten Buleleng dengan pemilik rumah.

Berdasar hasil penyelidikan yang dilakukan jaksa penyelidik Tipikor Kejati Bali ditemukan dalam kegiatan tersebut terdapat unsur penyimpangan yang mengarah kepada tindak pidana korupsi.

Perbuatan tersebut melanggar Permendagri Nomor 37/2010 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2011 dan perubahan nomenklatur

lampiran Permendagri Nomor 22/2011 (TA 2012), Nomor 37/2012 (TA 2013), Nomor 20/2013 (TA 2014), hingga Permendagri Nomor 33/2019 (TA 2020).

Menurut Zuhandi, pelanggaran terhadap Permendagri tersebut mengarah kepada unsur Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ditanya temuan ini murni dari hasil penyelidikan atau ada laporan dari masyarakat, Zuhandi mengatakan berawal dari laporan masyarakat.

Dari keterangan 12 orang saksi pada tahap penyelidikan dan data Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), ditemukan unsur-unsur kegiatan sewa rumjab melanggar peraturan hukum yang berlaku.

“Rumah yang disewakan adalah rumah pribadi sekda tersebut,” tandas mantan Kajari Bantul, Jogjakarta, itu.

Namun, Zuhandi kembali menegaskan jika penyidikan ini masih bersifat umum. Terkait kerugian negara, Zuhandi menyebut angka Rp.836.952.318.

 “Kami akan segera melakukan pemeriksaan saksi-saksi untuk kemudian menetapkan tersangka,” tukas jaksa yang pernah berjuang melawan Covid-19 itu. 

DENPASAR – Tak ada angin tak ada hujan, tim intelijen Kejati Bali mendadak memblejeti dugaan korupsi rumah jabatan Sekda Buleleng periode 2014 – 2020.

Modus korupsinya yaitu rumah pribadi disewakan untuk rumah jabatan (rumjab). Terduga pelaku menyewa rumahnya sendiri dengan dibiayai APBD Kabupaten Buleleng

Tim intelijen tengah menyelidiki dugaan korupsi yang merugikan keuangan Negara sebesar Rp 836 juta itu. Bahkan, Kejati Bali berani memastikan penetapan tersangka tinggal tunggu waktu.

“Saat ini masih proses penyidikan. Tunggu saja perkembangannya, nanti kami sampaikan,” ujar Asintel Kejati Bali Suhandi.

Menurutnya, dalam APBD Buleleng Tahun 2014 sampai saat ini terdapat anggaran sewa rumjab Sekda Kabupaten Buleleng.

Ini karena Sekda Buleleng sampai saat ini tidak mempunyai rumah jabatan yang dibangun pemerintah.

Dalam kegiatan sewa rumjab sejak 2014 sampai 2020 terdapat perjanjian sewa antara PPK (Pejabat Pelaksana Kegiatan) pada Sekda Kabupaten Buleleng dengan pemilik rumah.

Berdasar hasil penyelidikan yang dilakukan jaksa penyelidik Tipikor Kejati Bali ditemukan dalam kegiatan tersebut terdapat unsur penyimpangan yang mengarah kepada tindak pidana korupsi.

Perbuatan tersebut melanggar Permendagri Nomor 37/2010 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2011 dan perubahan nomenklatur

lampiran Permendagri Nomor 22/2011 (TA 2012), Nomor 37/2012 (TA 2013), Nomor 20/2013 (TA 2014), hingga Permendagri Nomor 33/2019 (TA 2020).

Menurut Zuhandi, pelanggaran terhadap Permendagri tersebut mengarah kepada unsur Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ditanya temuan ini murni dari hasil penyelidikan atau ada laporan dari masyarakat, Zuhandi mengatakan berawal dari laporan masyarakat.

Dari keterangan 12 orang saksi pada tahap penyelidikan dan data Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), ditemukan unsur-unsur kegiatan sewa rumjab melanggar peraturan hukum yang berlaku.

“Rumah yang disewakan adalah rumah pribadi sekda tersebut,” tandas mantan Kajari Bantul, Jogjakarta, itu.

Namun, Zuhandi kembali menegaskan jika penyidikan ini masih bersifat umum. Terkait kerugian negara, Zuhandi menyebut angka Rp.836.952.318.

 “Kami akan segera melakukan pemeriksaan saksi-saksi untuk kemudian menetapkan tersangka,” tukas jaksa yang pernah berjuang melawan Covid-19 itu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/