25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:28 AM WIB

Dari Pengakuan Ketua LPD Tabanan, Bali

Edan! Uang LPD Desa Adat Tabanan Dipakai ke Kafe dan Boking Cewek

 

DENPASAR– Penyebab LPD Desa Adat Tabanan kolaps terungkap terang benderang di Pengadilan Tipikor Denpasar. Di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU), Nyoman Bawa selaku ketua LPD Tabanan mengaku memakai uang nasabah untuk kepentingan pribadi.

 

Pria 58 tahun itu menggunakan uang untuk membiayai sekolah anaknya, hingga digunakan untuk melampiaskan syahwatnya. “Uang saya pakai untuk membiayai anak sekolah, upacara, dan menghibur diri,” ujar Bawa.

 

JPU lantas mengejar maksudnya menghibur diri. Bawa menjawab dirinya kerap pergi ke kafe. “Saya pakai uangnya untuk bersenang-senang ke cafe. Minum-minum dengan cewek kafe,” jelasnya, lirih.

 

Saking seringnya ke tempat hiburan malam, Bawa tidak tahu berapa total uang yang sudah dihabiskan. Ia hanya ingat jumlah rata-rata sekali datang ke kafe. “Sekali ke kafe habis sampai Rp 5 juta,” ucapnya.

 

Kenakalan Bawa tidak cukup di kafe. Meski usianya tak lagi muda, pria asal Tabanan itu juga kerap membawa cewek untuk diajak bermalam ke hotel. “Kalau kafenya jauh, saya sewa hotel. Ada cewek yang menemani di hotel,” tukasnya.

 

 

Bawa mengakui dirinya memiliki kas bon sebesar Rp 398 juta lebih, dan dana kas LPD yang disimpan di BPD Rp 2,4 miliar sebagian digunakan untuk kepentingan pribadinya.

 

Terkait dirinya sempat menghilang selama sebulan ketika LPD sedang “sakit”, Bawa berdalih sedang berobat.

 

Bawa juga mengungkap dua pengurus LPD lainnya yang melakukan kas bon dan atas persetujuannya. Yakni terdakwa Cok Istri Adnyana Dewi, 55, selaku sekretaris LPD kas bon sebesar Rp 476,8 juta dan bendahara LPD I Gusti Putu Suwardi (almarhum) Rp 463,5 juta.

 

Pengakuan terdakwa Cok Istri Adnyana Dewi, 55, terdakwa lain (sidang berkas terpisah), juga tak kalah memprihatinkan. Sebagai sekretaris LPD, mengakui kas bon di LPD sebesar Rp 476,8 juta.

 

Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi Cok Istri. Bedanya dia tidak melakukan perbuatan maksiat seperti Bawa. “Uang itu (kas bon) saya pakai untuk keperluan pribadi, yaitu renovasi rumah dan membiaya sekolah anak,” terangnya.

 

Dengan nada lirih, Cok Istri menyesali perbuatannya. Ia meminta maaf atas perbuatannya yang telah merugikan masyarakat Desa Adat Kota Tabanan. “Saya meminta maaf kepada masyarakat Tabanan, saya menyesal,” ucapnya.

 

Akibat perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 3,7 miliar, serta kesalahan pengelolaan sekitar Rp 3,5 miliar. Jika ditotalkan Rp 7,2 miliar.

 

Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan JPU Kejari Tabanan. JPU memasang dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU RI tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sedangkan dakwaan subsider, JPU memasang Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama. Dakwaan subsider kedua, terdakwa dijerat Pasal 8 UU Tipikor. (san)

 

 

DENPASAR– Penyebab LPD Desa Adat Tabanan kolaps terungkap terang benderang di Pengadilan Tipikor Denpasar. Di hadapan majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU), Nyoman Bawa selaku ketua LPD Tabanan mengaku memakai uang nasabah untuk kepentingan pribadi.

 

Pria 58 tahun itu menggunakan uang untuk membiayai sekolah anaknya, hingga digunakan untuk melampiaskan syahwatnya. “Uang saya pakai untuk membiayai anak sekolah, upacara, dan menghibur diri,” ujar Bawa.

 

JPU lantas mengejar maksudnya menghibur diri. Bawa menjawab dirinya kerap pergi ke kafe. “Saya pakai uangnya untuk bersenang-senang ke cafe. Minum-minum dengan cewek kafe,” jelasnya, lirih.

 

Saking seringnya ke tempat hiburan malam, Bawa tidak tahu berapa total uang yang sudah dihabiskan. Ia hanya ingat jumlah rata-rata sekali datang ke kafe. “Sekali ke kafe habis sampai Rp 5 juta,” ucapnya.

 

Kenakalan Bawa tidak cukup di kafe. Meski usianya tak lagi muda, pria asal Tabanan itu juga kerap membawa cewek untuk diajak bermalam ke hotel. “Kalau kafenya jauh, saya sewa hotel. Ada cewek yang menemani di hotel,” tukasnya.

 

 

Bawa mengakui dirinya memiliki kas bon sebesar Rp 398 juta lebih, dan dana kas LPD yang disimpan di BPD Rp 2,4 miliar sebagian digunakan untuk kepentingan pribadinya.

 

Terkait dirinya sempat menghilang selama sebulan ketika LPD sedang “sakit”, Bawa berdalih sedang berobat.

 

Bawa juga mengungkap dua pengurus LPD lainnya yang melakukan kas bon dan atas persetujuannya. Yakni terdakwa Cok Istri Adnyana Dewi, 55, selaku sekretaris LPD kas bon sebesar Rp 476,8 juta dan bendahara LPD I Gusti Putu Suwardi (almarhum) Rp 463,5 juta.

 

Pengakuan terdakwa Cok Istri Adnyana Dewi, 55, terdakwa lain (sidang berkas terpisah), juga tak kalah memprihatinkan. Sebagai sekretaris LPD, mengakui kas bon di LPD sebesar Rp 476,8 juta.

 

Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi Cok Istri. Bedanya dia tidak melakukan perbuatan maksiat seperti Bawa. “Uang itu (kas bon) saya pakai untuk keperluan pribadi, yaitu renovasi rumah dan membiaya sekolah anak,” terangnya.

 

Dengan nada lirih, Cok Istri menyesali perbuatannya. Ia meminta maaf atas perbuatannya yang telah merugikan masyarakat Desa Adat Kota Tabanan. “Saya meminta maaf kepada masyarakat Tabanan, saya menyesal,” ucapnya.

 

Akibat perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 3,7 miliar, serta kesalahan pengelolaan sekitar Rp 3,5 miliar. Jika ditotalkan Rp 7,2 miliar.

 

Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan JPU Kejari Tabanan. JPU memasang dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU RI tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sedangkan dakwaan subsider, JPU memasang Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama. Dakwaan subsider kedua, terdakwa dijerat Pasal 8 UU Tipikor. (san)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/