27.5 C
Jakarta
10 Desember 2024, 8:21 AM WIB

Terungkap!! Septiyan Pernah Punya Niat Ajak Anak-anaknya Mati…

GIANYAR – Sidang kasus pembunuhan yang dilakukan Ni Putu Putu Septiyan Permadani, 33, terhadap tiga orang anaknya berlanjut dengan pemeriksaan saksi kemarin (17/7) di PN Gianyar.

Dua saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni Kepala SD 4 Sulangai Petang, Wayan Gelgel dan rekan Septiyan, Ni Made Kencana.

Kedua saksi yang dimintai keterangan dihadapan sidang sama-sama mengakui pernah dimintai uang oleh Septiyan.

“Saya pernah dimintai uang Rp 50 ribu, tapi saya kasih Rp 100 ribu. Katanya nggak punya uang,” ujar saksi Wayan Gelgel dihadapan sidang.

Gelgel mengaku kasihan dengan Septiyan yang mengaku tidak punya uang. Sebagai atasan, Gelgel mengaku gaji Septiyan banyak dipotong untuk membayar utang di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali.

Gaji Septiyan sebesar Rp 2,4 juta, setelah dipotong hanya tersisa Rp 400 ribu saja. Selain mengaku tidak punya uang, saksi mengaku Septiyan saat mengajar beberapa kali mengajak anaknya.

“Itu hal tidak biasa membawa anak ke sekolah. Tapi kalau mengajar, anaknya diajak sama pegawai TU, dia (Septiyan, red) mengajar,” jelasnya.

Bahkan, beberapa kali Septiyan mengajak tiga anaknya (almarhum) sekaligus ke sekolah. “Waktu itu ya, saya biarkan,” ungkap Gelgel dihadapan majelis hakim, Ida Ayu Sri dan Wawan Edi Prastyo.

Gelgel pun mengaku tidak tahu menahu ada masalah apa di lingkungan rumah tanggap Septiyan sampai-sampai dia mengajak tiga orang anaknya itu ke sekolah.

Hal yang sama juga dialami saksi Ni Made Kencana. Guru honor yang menjadi teman Septiyan sejak masih remaja itu mengaku sempat dimintai uang dengan total mencapai Rp 1,5 juta.

“Katanya untuk membeli susu. Saya kasihan sampai nggak bisa beli susu,” jelas Kencana. Hakim Wawan Edi sempat menegaskan kenapa guru PNS bisa meminjam uang ke guru honor yang penghasilannya lebih kecil.

“Saya hanya kasihan saja. Saya pinjamkan di TU, gaji saya dipotong untuk dia,” ungkapnya.

Dalam berita acara yang dibacakan JPU, Kencana sempat mendengar Septiyan ingin mengajak anak-anaknya mati.

“Sepertinya saat itu dia (Septiyan, red) keceplosan. Katanya mau mengajak anak-anaknya mati. Saya sempat kasih tahu, semua orang punya masalah,” jelasnya.

Saksi Kencana pun sempat tertegun, tak lama setelah mendengar pernyataan itu terjadi kasus pembunuhan di Banjar Palak, Desa/Kecamatan Sukawati pada Februari 2018 lalu.

“Setelah dengar berita, oh kene laadne (oh, begini ternyata, red),” tukasnya. Pascamendengar keterangan saksi dari JPU, terdakwa Septiyan mengaku lupa pernah melontarkan pernyataan akan mengajak anak-anak mati.

“Saya lupa,” ujar Septiyan. Selanjutnya, pada sidang lanjutan, JPU akan kembali menghadirkan saksi-saksi.

Sementara itu, Septiyan yang keluar ruang sidang tampak banyak mengusap hidung. Sampai di ruang tahanan PN Gianyar, Septiyan sempat roboh. Dia kedinginan selama mengikuti sidang. 

GIANYAR – Sidang kasus pembunuhan yang dilakukan Ni Putu Putu Septiyan Permadani, 33, terhadap tiga orang anaknya berlanjut dengan pemeriksaan saksi kemarin (17/7) di PN Gianyar.

Dua saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni Kepala SD 4 Sulangai Petang, Wayan Gelgel dan rekan Septiyan, Ni Made Kencana.

Kedua saksi yang dimintai keterangan dihadapan sidang sama-sama mengakui pernah dimintai uang oleh Septiyan.

“Saya pernah dimintai uang Rp 50 ribu, tapi saya kasih Rp 100 ribu. Katanya nggak punya uang,” ujar saksi Wayan Gelgel dihadapan sidang.

Gelgel mengaku kasihan dengan Septiyan yang mengaku tidak punya uang. Sebagai atasan, Gelgel mengaku gaji Septiyan banyak dipotong untuk membayar utang di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali.

Gaji Septiyan sebesar Rp 2,4 juta, setelah dipotong hanya tersisa Rp 400 ribu saja. Selain mengaku tidak punya uang, saksi mengaku Septiyan saat mengajar beberapa kali mengajak anaknya.

“Itu hal tidak biasa membawa anak ke sekolah. Tapi kalau mengajar, anaknya diajak sama pegawai TU, dia (Septiyan, red) mengajar,” jelasnya.

Bahkan, beberapa kali Septiyan mengajak tiga anaknya (almarhum) sekaligus ke sekolah. “Waktu itu ya, saya biarkan,” ungkap Gelgel dihadapan majelis hakim, Ida Ayu Sri dan Wawan Edi Prastyo.

Gelgel pun mengaku tidak tahu menahu ada masalah apa di lingkungan rumah tanggap Septiyan sampai-sampai dia mengajak tiga orang anaknya itu ke sekolah.

Hal yang sama juga dialami saksi Ni Made Kencana. Guru honor yang menjadi teman Septiyan sejak masih remaja itu mengaku sempat dimintai uang dengan total mencapai Rp 1,5 juta.

“Katanya untuk membeli susu. Saya kasihan sampai nggak bisa beli susu,” jelas Kencana. Hakim Wawan Edi sempat menegaskan kenapa guru PNS bisa meminjam uang ke guru honor yang penghasilannya lebih kecil.

“Saya hanya kasihan saja. Saya pinjamkan di TU, gaji saya dipotong untuk dia,” ungkapnya.

Dalam berita acara yang dibacakan JPU, Kencana sempat mendengar Septiyan ingin mengajak anak-anaknya mati.

“Sepertinya saat itu dia (Septiyan, red) keceplosan. Katanya mau mengajak anak-anaknya mati. Saya sempat kasih tahu, semua orang punya masalah,” jelasnya.

Saksi Kencana pun sempat tertegun, tak lama setelah mendengar pernyataan itu terjadi kasus pembunuhan di Banjar Palak, Desa/Kecamatan Sukawati pada Februari 2018 lalu.

“Setelah dengar berita, oh kene laadne (oh, begini ternyata, red),” tukasnya. Pascamendengar keterangan saksi dari JPU, terdakwa Septiyan mengaku lupa pernah melontarkan pernyataan akan mengajak anak-anak mati.

“Saya lupa,” ujar Septiyan. Selanjutnya, pada sidang lanjutan, JPU akan kembali menghadirkan saksi-saksi.

Sementara itu, Septiyan yang keluar ruang sidang tampak banyak mengusap hidung. Sampai di ruang tahanan PN Gianyar, Septiyan sempat roboh. Dia kedinginan selama mengikuti sidang. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/