25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:09 AM WIB

Ditipu Agen Tenaga Kerja, 9 Remaja NTT Lapor Polresta Denpasar

DENPASAR – Dua tahun hidup terkatung-katung di Bali, 9 orang remaja asal Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) melapor ke Mapolresta Denpasar, Selasa (18/8).

Mereka mengadu karena merasa ditipu setelah dijanjikan akan diberangkatkan ke beberapa negara tujuan seperti Taiwan, Jepang dan Turki untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Laporan yang mereka layangkan saat ini masih berbentuk pengaduan masyarakat (Dumas). Saat ditemui di Mapolresta Denpasar, salah satu korban bernama Lorensius Riberu mengatakan,

dia dan teman-temannya sudah direkrut sejak tahun 2018. Saat itu jumlah mereka sekitar 51 orang. Dari jumlah itu, sudah ada beberapa orang lainnya sudah diberangkatkan ke Taiwan dan Jepang.

Namun, itu hanya beberapa. Karena sebagian besar dari mereka tidak kunjung diberangkatkan dan bahkan beberapa lagi sudah kembali ke kampung halaman mereka masing-masing. 

 “Jumlah yang tidak jadi berangkat mencapai 21 orang. Awal tahun 2019, sudah pulang 5 orang tanpa hasil. Kemudian awal tahun 2020, ada 7 teman lagi yang pulang tanpa hasil dan seterusnya.

Hingga saat ini tinggal kami 9 orang yang bertahan dan belum ada kejelasan kapan berangkat. Tapi yang bikin kami jadi marah, kami yang disini saja belum berangkat, sudah ada rekrutan baru lagi. Ini menjadi tanda tanya,” ujar Riberu.

Menurutnya, sebelum berangkat ke Bali mereka dijanjikan bahwa di Bali hanya dua Minggu untuk berbagai pelatihan singkat dan administrasi.

Setelah itu mereka akan diberangkatkan langsung ke negara tujuan. Namun, per orang harus menyetor uang Rp 21 juta.

Uangnya diambil dari hasil kredit di BRI Larantuka, Flores, NTT. Kemudian uang tersebut langsung di setor ke LPK Darma Bali sebagai agen resmi yang nantinya akan memberangkatkan mereka ke luar negeri.

Menurut Riberu, pihak agen berdalih jika sejumlah uang itu dipakai untuk biaya hidup para peserta saat berada di tempat magang karena harus mengikuti program magang. 

Namun, selama dua tahun di Bali, mereka belum juga diberangkatkan. Bahkan mereka kembali disuruh untuk kredit lagi di Bank Fajar dan yang menjadi penjamin adalah LPK Darma Bali.

Besaran kredit di Bank Fajar di Bali bervariasi. Untuk yang Taiwan, dilayani kredit sebesar Rp 15 juta. Sementara yang memilih ke Turki maka besar kredit sebesar Rp 27 juta.

 “Tapi kami hanya menerima sebesar Rp 25 juta dari angka yang ditandatangani sebesar Rp 27 juta. Itu pun semuanya diserahkan ke LPK Darma Bali,” beber Riberu.

Alasan mengajukan kredit di Bank Fajar Bali adalah untuk biaya perjalanan karena uang yang dikredit dari BRI Larantuka sudah menipis.

Tapi, hingga kini mereka belum juga diberangkatkan. Sementara itu, Lorens salah satu pelapor lainnya meminta LPK Darma Bali bersama beberapa tenaga perekrut untuk bertanggungjawab atas nasibnya dan teman-temannya tersebut. 

Dia meminta para pihak untuk bertanggungjawab yakni LPK Darma Bali, STIKOM Bali dan Pemda Flores Timur, NTT.

Sebab saat rekrut merupakan kerjasama antara ketiga lembaga tersebut. Apalagi, saat ini kondisi mereka semakin memprihatinkan.

Dimana mereka hanya dijatah uang makan per minggu Rp 140 ribu rupiah. Itu artinya dalam sehari mereka hanya bisa makan seharga Rp 20 ribu. 

DENPASAR – Dua tahun hidup terkatung-katung di Bali, 9 orang remaja asal Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) melapor ke Mapolresta Denpasar, Selasa (18/8).

Mereka mengadu karena merasa ditipu setelah dijanjikan akan diberangkatkan ke beberapa negara tujuan seperti Taiwan, Jepang dan Turki untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Laporan yang mereka layangkan saat ini masih berbentuk pengaduan masyarakat (Dumas). Saat ditemui di Mapolresta Denpasar, salah satu korban bernama Lorensius Riberu mengatakan,

dia dan teman-temannya sudah direkrut sejak tahun 2018. Saat itu jumlah mereka sekitar 51 orang. Dari jumlah itu, sudah ada beberapa orang lainnya sudah diberangkatkan ke Taiwan dan Jepang.

Namun, itu hanya beberapa. Karena sebagian besar dari mereka tidak kunjung diberangkatkan dan bahkan beberapa lagi sudah kembali ke kampung halaman mereka masing-masing. 

 “Jumlah yang tidak jadi berangkat mencapai 21 orang. Awal tahun 2019, sudah pulang 5 orang tanpa hasil. Kemudian awal tahun 2020, ada 7 teman lagi yang pulang tanpa hasil dan seterusnya.

Hingga saat ini tinggal kami 9 orang yang bertahan dan belum ada kejelasan kapan berangkat. Tapi yang bikin kami jadi marah, kami yang disini saja belum berangkat, sudah ada rekrutan baru lagi. Ini menjadi tanda tanya,” ujar Riberu.

Menurutnya, sebelum berangkat ke Bali mereka dijanjikan bahwa di Bali hanya dua Minggu untuk berbagai pelatihan singkat dan administrasi.

Setelah itu mereka akan diberangkatkan langsung ke negara tujuan. Namun, per orang harus menyetor uang Rp 21 juta.

Uangnya diambil dari hasil kredit di BRI Larantuka, Flores, NTT. Kemudian uang tersebut langsung di setor ke LPK Darma Bali sebagai agen resmi yang nantinya akan memberangkatkan mereka ke luar negeri.

Menurut Riberu, pihak agen berdalih jika sejumlah uang itu dipakai untuk biaya hidup para peserta saat berada di tempat magang karena harus mengikuti program magang. 

Namun, selama dua tahun di Bali, mereka belum juga diberangkatkan. Bahkan mereka kembali disuruh untuk kredit lagi di Bank Fajar dan yang menjadi penjamin adalah LPK Darma Bali.

Besaran kredit di Bank Fajar di Bali bervariasi. Untuk yang Taiwan, dilayani kredit sebesar Rp 15 juta. Sementara yang memilih ke Turki maka besar kredit sebesar Rp 27 juta.

 “Tapi kami hanya menerima sebesar Rp 25 juta dari angka yang ditandatangani sebesar Rp 27 juta. Itu pun semuanya diserahkan ke LPK Darma Bali,” beber Riberu.

Alasan mengajukan kredit di Bank Fajar Bali adalah untuk biaya perjalanan karena uang yang dikredit dari BRI Larantuka sudah menipis.

Tapi, hingga kini mereka belum juga diberangkatkan. Sementara itu, Lorens salah satu pelapor lainnya meminta LPK Darma Bali bersama beberapa tenaga perekrut untuk bertanggungjawab atas nasibnya dan teman-temannya tersebut. 

Dia meminta para pihak untuk bertanggungjawab yakni LPK Darma Bali, STIKOM Bali dan Pemda Flores Timur, NTT.

Sebab saat rekrut merupakan kerjasama antara ketiga lembaga tersebut. Apalagi, saat ini kondisi mereka semakin memprihatinkan.

Dimana mereka hanya dijatah uang makan per minggu Rp 140 ribu rupiah. Itu artinya dalam sehari mereka hanya bisa makan seharga Rp 20 ribu. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/