26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 5:35 AM WIB

Sebut Novum yang Diajukan Lemah, Jaksa Yakin Menangi PK Winasa

DENPASAR – Empat bulan lebih berjalan, sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa segera sampai pada puncaknya.

Rencananya, 23 April mendatang majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar akan membacakan kesimpulan akhir.

Winasa sebagai pemohon PK dan Kejati Bali sebagai termohon sama-sama optimistis memenangkan perkara.

Winasa percaya PK yang diajukan bakal dikabulkan, sehingga ia tak lagi perlu menjalani hukuman pidana penjara selama tujuh tahun.

Namun, jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali juga tak kalah optimistis. JPU yakin PK Winasa akan kandas.

“Kami selaku termohon, melihat fakta persidangan sangat yakin jika PK pemohon (Winasa) tidak akan dikabulkan,” ujar JPU I Gede Artana, kemarin.

Keyakinan Artana bukan tanpa sebab. Ia membeber alasan pihaknya menang. Dijelaskan Artana, pemohon mengajukan PK

karena merasa menemuka novum atau bukti baru, bahwa Perbup Nomor 4/2009 yang menjadi pokok permasalahan dinilai cacat.

Winasa menyebut Perbu tersebut dikeluarkan melalui proses di DPRD Jembrana. Menurut Artana, novum tersebut jelas tidak dibenarkan.

Pasalnya, perbup dikeluarkan cukup internal bupati sebagai kepala daerah. DPRD atau legislatif terlibat jika yang dikeluarkan adalah peraturan daerah (perda). Dari segi materiil, Artana meyakini PK akan ditolak.

Alasan JPU bakal menang karena Winasa menyebut perbup palsu karena tidak ditemukan aslinya. “Bagaimana mungkin, ada salinannya tapi aslinya tidak ada? Karena ada salinan atau fotokopinya itulah, maka perbup yang asli ada,” tandas jaksa asal Buleleng itu.

Disinggung bukti perbup asli tidak bisa ditunjukkan di persidangan, Artana menanggapi enteng. Kata dia, pemohon meminta perbup pada 2018, sementara perbup dibuat pada 2009.

“Perbup yang asli tidak bisa distempel kecuali difotokopi dulu baru bisa distempel. Kalau fotokopinya ada, maka aslinya juga ada,” imbuh salah satu jaksa senior di Kejati Bali itu.

Untuk meyakinkan majelis hakim, termohon sudah menghadirkan saksi fakta di persidangan. Dua saksi tersebut adalah kasubag perundang-undangan dan staf Dinas Pendidikan Pemkab Jembrana.

Kedua saksi menyatakan bahwa perbup ada semua dan sudah tercatat penomorannya di Pemkab Jembrana.

“Yang aslinya (Perbup) ada di Dinas Pendidikan. Perbup yang asli jelas ada. Semua sudah diungkap saksi fakta bahwa buku catatan pernomoran perbup ada dan dibawa di persidangan,” urainya.

Namun demikian, Artana menyerahkan semua putusan pada majelis hakim. Ia percaya dan yakin majelis hakim yang diketuai Angeliky Handajani Day akan memberikan putusan yang tepat dan adil.

 

 

 

DENPASAR – Empat bulan lebih berjalan, sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa segera sampai pada puncaknya.

Rencananya, 23 April mendatang majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar akan membacakan kesimpulan akhir.

Winasa sebagai pemohon PK dan Kejati Bali sebagai termohon sama-sama optimistis memenangkan perkara.

Winasa percaya PK yang diajukan bakal dikabulkan, sehingga ia tak lagi perlu menjalani hukuman pidana penjara selama tujuh tahun.

Namun, jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali juga tak kalah optimistis. JPU yakin PK Winasa akan kandas.

“Kami selaku termohon, melihat fakta persidangan sangat yakin jika PK pemohon (Winasa) tidak akan dikabulkan,” ujar JPU I Gede Artana, kemarin.

Keyakinan Artana bukan tanpa sebab. Ia membeber alasan pihaknya menang. Dijelaskan Artana, pemohon mengajukan PK

karena merasa menemuka novum atau bukti baru, bahwa Perbup Nomor 4/2009 yang menjadi pokok permasalahan dinilai cacat.

Winasa menyebut Perbu tersebut dikeluarkan melalui proses di DPRD Jembrana. Menurut Artana, novum tersebut jelas tidak dibenarkan.

Pasalnya, perbup dikeluarkan cukup internal bupati sebagai kepala daerah. DPRD atau legislatif terlibat jika yang dikeluarkan adalah peraturan daerah (perda). Dari segi materiil, Artana meyakini PK akan ditolak.

Alasan JPU bakal menang karena Winasa menyebut perbup palsu karena tidak ditemukan aslinya. “Bagaimana mungkin, ada salinannya tapi aslinya tidak ada? Karena ada salinan atau fotokopinya itulah, maka perbup yang asli ada,” tandas jaksa asal Buleleng itu.

Disinggung bukti perbup asli tidak bisa ditunjukkan di persidangan, Artana menanggapi enteng. Kata dia, pemohon meminta perbup pada 2018, sementara perbup dibuat pada 2009.

“Perbup yang asli tidak bisa distempel kecuali difotokopi dulu baru bisa distempel. Kalau fotokopinya ada, maka aslinya juga ada,” imbuh salah satu jaksa senior di Kejati Bali itu.

Untuk meyakinkan majelis hakim, termohon sudah menghadirkan saksi fakta di persidangan. Dua saksi tersebut adalah kasubag perundang-undangan dan staf Dinas Pendidikan Pemkab Jembrana.

Kedua saksi menyatakan bahwa perbup ada semua dan sudah tercatat penomorannya di Pemkab Jembrana.

“Yang aslinya (Perbup) ada di Dinas Pendidikan. Perbup yang asli jelas ada. Semua sudah diungkap saksi fakta bahwa buku catatan pernomoran perbup ada dan dibawa di persidangan,” urainya.

Namun demikian, Artana menyerahkan semua putusan pada majelis hakim. Ia percaya dan yakin majelis hakim yang diketuai Angeliky Handajani Day akan memberikan putusan yang tepat dan adil.

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/