SINGARAJA– Kejaksaan Negeri Buleleng terus mendalami aliran dana “reward” hasil penjualan tanah aset Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Anturan. Penyidik sengaja menggenjot penyelidikan hal tersebut, sebab aliran dana “reward” merupakan fakta baru yang terungkap sejak jaksa menahan Ketua LPD Anturan, Nyoman Arta Wirawan.
Hingga kemarin penyidik telah memeriksa 10 orang saksi terkait hal tersebut. Seluruhnya berasal dari pengurus LPD. Rencananya sepanjang pekan ini, Kejari Buleleng akan memeriksa seluruh pengurus di LPD Anturan terkait dengan aliran dana reward tersebut.
Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, dana reward itu dibagikan setiap kali aset LPD berupa tanah kapling berhasil dijual. Meski disebut aset LPD, tanah kapling itu tercatat atas nama Nyoman Arta Wirawan. Nah keuntungan dari hasil penjualan tanah itu kemudian dibagi. Sebagian kecil disetor sebagai keuntungan LPD. Selebihnya dibagi-bagikan kepada pengurus LPD.
Kasi Intel Kejari Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara mengatakan, dari hasil pemeriksaan saksi-saksi, seluruhnya mengaku menerima dana reward tersebut. Mereka juga tahu bahwa uang reward itu sebenarnya bukan pendapatan yang sah. Namun mereka tetap menerima, karena telah menjadi perintah Ketua LPD.
Menurut Jayalantara pendapatan yang sah dan berhak diterima oleh pengurus LPD adalah gaji dan jasa produksi alias Sisa Hasil Usaha (SHU). Hal itu tercantum dalam perarem Desa Adat Anturan yang disahkan dalam paruman adat. Sementara pendapatan lain yang bernama reward, tak pernah disebutkan. Sehingga penyidik berpendapat bahwa hal itu menyebabkan LPD merugi. “Uang reward itu semestinya tercatat dalam laporan keuangan, dan harusnya masuk sebagai keuntungan LPD. Bukan masuk ke rekening orang lain,” kata Jayalantara saat ditemui kemarin (19/7).
Konon aliran dana reward itu bukan hanya diterima oleh pengurus LPD Anturan. Baik pada periode lama maupun periode baru. Selain pengurus, dana itu juga diterima oleh oknum prajuru desa adat, hingga calo tanah. Jaksa disebut telah mengantongi nama-nama orang yang menerima aliran dana tersebut.
Lebih lanjut Jayalantara mengatakan, pihak-pihak yang menerima uang reward itu berencana mengembalikan uang tersebut dengan cara menitipkan pada kejaksaan. Ia pun meminta agar pihak-pihak lain yang menikmati aliran dana segera melaporkan hal tersebut pada kejaksaan. “Tapi kalau masih bertahan, penyidik bisa mengambil tindakan hukum. Karena itu bukan hak mereka, tapi masih disembunyikan. Yang jelas aliran dana itu sudah kami temukan dan akan kami telusuri satu persatu,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua LPD Adat Anturan Nyoman Arta Wirawan ditahan penyidik pada Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Buleleng, pada Selasa (22/6) sore. Dia dibawa ke Rutan Mapolres Buleleng pada pukul 17.43 sore. Tersangka diduga melakukan tindakan korupsi senilai Rp 151 miliar sepanjang tahun 2018-2020. Dampaknya LPD Anturan kolaps pada pertengahan 2020 lalu.
Selama ini LPD Anturan dikenal sebagai salah satu LPD yang masuk dalam pengelolaan terbaik di Kabupaten Buleleng. LPD ini melejit sejak menggeluti lini bisnis jual-beli tanah kapling. Setelah kasusnya masuk ranah hukum, penyidik mendapati tanah-tanah kapling itu tercatat atas nama Nyoman Arta Wirawan, bukan sebagai aset LPD. Penyidik menduga ada lebih dari 80 lembar sertifikat hak milik (SHM) atas nama Arta Wirawan. Dalam beberapa tahun terakhir, Arta Wirawan diketahui telah melakukan lebih dari 600 kali transaksi jual-beli tanah. (eps)