29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:14 AM WIB

Memori Banding Kelar, Ini Sikap LBH Bali Soal Putusan Celukan Bawang..

DENPASAR-Pascagugatan ditolak, perlawanan masyarakat untuk tetap menolak pembangunan proyek PLTU Celukan Bawang bakal berlanjut.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali bersama Greenpeace dan tim penasihat hukum juga telah menyiapkan memori banding atas putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar beberapa waktu lalu. 
Direktur LBH Bali, Dewa Putu Adnyana menegaskan, konsep atau draf memori banding sudah ditentukan dan siap diajukan. 
Adnyana dkk memiliki waktu 14 hari  mengajukan banding sejak putusan pertama dikeluarkan.

“Kami akan luruskan pertimbangan hakim dalam mengambil putusan. Kami melihat pertimbangan hakim kacau. 
Besok (Kamis (23/8)) kami semua kumpul untuk mematangkan memori banding,”tandas Adnyana dikonfirmasi Rabu (22/8). 
Menurutnya, prespektif hukum majelis hakim perlu diluruskan karena sesuai UU No 32/2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, tidak peru ada kerugian materiil nyata untuk mengajukan gugatan. 
Saat putusan pekan lalu, hakim menolak gugatan karena salah satu pertimbangannya belum ada kerugian nyata para penggugat. 
Menurut Adnyana, sesuai Undang-Undang lingkungan hidup, mestinya potensi dampak kerusakan lingkungan hidup sudah cukup dijadikan dasar mengajukan gugatan.  
Dewa juga mengaku heran atas keputusan hakim karena hakim sudah bersertifikasi lingkungan. 
Namun, kata Dewa, entah apa yang terjadi hakim membuat keputusan harus ada kerugian nyata yang dialami para penggugat.
 “Kami menduga hakim kebingungan, sehingga kami dipangkas pada urusan formal dan belum masuk pada pokok perkara,” tandas Adnyana.

Pertimbang banding lainnya yang akan digunakan, kata Adnyana yaitu majelis hakim yang tidak mau turun ke lapangan untuk melihat langsung fakta yang terjadi. 
Padahal kata dia, dalam kasus lingkungan hidup,  hakim semestinya turun ke lapangan untuk azas peradilan yang baik. 
Pasalnya, dengan turun ke lapangan hakim telah menggali data dan fakta secara langsung untuk dijadikan bahan pertimbangan mengambil keputusan. 
Setelah melakukan pemeriksaan lapangan baru ke tahap aturan. 
“Bagaimana bisa mengetahui fakta kalau hakim tidak turun ke lapangan,” sentilnya. 

DENPASAR-Pascagugatan ditolak, perlawanan masyarakat untuk tetap menolak pembangunan proyek PLTU Celukan Bawang bakal berlanjut.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali bersama Greenpeace dan tim penasihat hukum juga telah menyiapkan memori banding atas putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar beberapa waktu lalu. 
Direktur LBH Bali, Dewa Putu Adnyana menegaskan, konsep atau draf memori banding sudah ditentukan dan siap diajukan. 
Adnyana dkk memiliki waktu 14 hari  mengajukan banding sejak putusan pertama dikeluarkan.

“Kami akan luruskan pertimbangan hakim dalam mengambil putusan. Kami melihat pertimbangan hakim kacau. 
Besok (Kamis (23/8)) kami semua kumpul untuk mematangkan memori banding,”tandas Adnyana dikonfirmasi Rabu (22/8). 
Menurutnya, prespektif hukum majelis hakim perlu diluruskan karena sesuai UU No 32/2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, tidak peru ada kerugian materiil nyata untuk mengajukan gugatan. 
Saat putusan pekan lalu, hakim menolak gugatan karena salah satu pertimbangannya belum ada kerugian nyata para penggugat. 
Menurut Adnyana, sesuai Undang-Undang lingkungan hidup, mestinya potensi dampak kerusakan lingkungan hidup sudah cukup dijadikan dasar mengajukan gugatan.  
Dewa juga mengaku heran atas keputusan hakim karena hakim sudah bersertifikasi lingkungan. 
Namun, kata Dewa, entah apa yang terjadi hakim membuat keputusan harus ada kerugian nyata yang dialami para penggugat.
 “Kami menduga hakim kebingungan, sehingga kami dipangkas pada urusan formal dan belum masuk pada pokok perkara,” tandas Adnyana.

Pertimbang banding lainnya yang akan digunakan, kata Adnyana yaitu majelis hakim yang tidak mau turun ke lapangan untuk melihat langsung fakta yang terjadi. 
Padahal kata dia, dalam kasus lingkungan hidup,  hakim semestinya turun ke lapangan untuk azas peradilan yang baik. 
Pasalnya, dengan turun ke lapangan hakim telah menggali data dan fakta secara langsung untuk dijadikan bahan pertimbangan mengambil keputusan. 
Setelah melakukan pemeriksaan lapangan baru ke tahap aturan. 
“Bagaimana bisa mengetahui fakta kalau hakim tidak turun ke lapangan,” sentilnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/