28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:34 AM WIB

Nasabah Jadi Korban Skimming, YLPK: Bank Harus Tanggung Jawab

DENPASAR – Meski hingga saat ini Perbankan di Bali mengaku belum ada nasabah yang menjadi korban kejahatan skimming,

namun dengan fakta yang terjadi, wajib hukumnya bagi industri perbankan meningkatkan keamanan dari setiap potensi terjadinya tindak pidana perbankan.

Menurut Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali I Putu Armaya, jika sistem keamanan teknologi perbankan di Indonesia masih sangat lemah, dana nasabah bisa begitu mudah dibobol.

“Fakta terjadinya tindak pidana skimming membuktikan semua itu,” kata Putu Armaya kemarin.

Kata dia, kejahatan skimming perbankan ini bukan saja merugikan pihak nasabah sebagai konsumen namun juga dapat memperburuk citra layanan perbankan di masa datang.

“Industri perbankan ini tentang kepercayaan masyarakat. Ketika kondisi aksi kriminal yang merugikan konsumen terus terjadi kepercayaan masyarakat terhadap layanan perbankan akan hilang,” tuturnya.

Armaya mengungkapkan, di Bali sendiri sangat banyak menerima keluhan dalam bentuk konsultasi, tapi belum banyak mengadukan secara langsung terhadap kehilangan dana saat bertransaksi di ATM. 

Pihaknya mengimbau nasabah di Bali agar segera melaporkan jika terjadi kehilangan dana nasabah kepada YLPK Bali.

Terlebih konsumen tidak ada transaksi tiba-tiba uangnya raib. “Ini kan murni kesalahan perbankan,” terangnya.

Mengacu pada Undang-udang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) maka sesuai pasal 4 konsumen memiliki hak atas keamanan dan kenyamanan dalam mengkonsumsi barang dan jasa.

Dalam hal ini jasa keuangan, sesuai pasal 19 UUPK tersebut, ada ganti rugi senilai uang yang hilang.

“Jadi jangan main-main, ini aturan undang-udang lho, kalau dana nasabah raib perbankan harus mengganti rugi apalagi tanpa transaksi dana nasabah raib,” kata Armaya.

Bahkan kalau menggunakan pendekatan tindak pidana konsumen sesuai UUPK pelaku usaha bisa dikenakan sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.

“Kami siap melakukan pembelaan secara hukum bahkan bila perlu gugatan di pengadilan,” imbuhnya.

Pria asal Buleleng ini menambahkan, hilangnya dana nasabah saat bertransaksi di ATM  karena lemahnya sistem pengawasan di ATM.

Karena itu,  ke depan dia berharap pihak berwenang apakah itu OJK atau Bank Indonesia agar membuat regulasi agar sistem pengawasan setiap ATM dilakukan dengan ketat, dan sistem audit yang baik.

“Jangan biarkan kejahatan di ATM semakin membabi buta,” tegasnya.

DENPASAR – Meski hingga saat ini Perbankan di Bali mengaku belum ada nasabah yang menjadi korban kejahatan skimming,

namun dengan fakta yang terjadi, wajib hukumnya bagi industri perbankan meningkatkan keamanan dari setiap potensi terjadinya tindak pidana perbankan.

Menurut Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali I Putu Armaya, jika sistem keamanan teknologi perbankan di Indonesia masih sangat lemah, dana nasabah bisa begitu mudah dibobol.

“Fakta terjadinya tindak pidana skimming membuktikan semua itu,” kata Putu Armaya kemarin.

Kata dia, kejahatan skimming perbankan ini bukan saja merugikan pihak nasabah sebagai konsumen namun juga dapat memperburuk citra layanan perbankan di masa datang.

“Industri perbankan ini tentang kepercayaan masyarakat. Ketika kondisi aksi kriminal yang merugikan konsumen terus terjadi kepercayaan masyarakat terhadap layanan perbankan akan hilang,” tuturnya.

Armaya mengungkapkan, di Bali sendiri sangat banyak menerima keluhan dalam bentuk konsultasi, tapi belum banyak mengadukan secara langsung terhadap kehilangan dana saat bertransaksi di ATM. 

Pihaknya mengimbau nasabah di Bali agar segera melaporkan jika terjadi kehilangan dana nasabah kepada YLPK Bali.

Terlebih konsumen tidak ada transaksi tiba-tiba uangnya raib. “Ini kan murni kesalahan perbankan,” terangnya.

Mengacu pada Undang-udang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) maka sesuai pasal 4 konsumen memiliki hak atas keamanan dan kenyamanan dalam mengkonsumsi barang dan jasa.

Dalam hal ini jasa keuangan, sesuai pasal 19 UUPK tersebut, ada ganti rugi senilai uang yang hilang.

“Jadi jangan main-main, ini aturan undang-udang lho, kalau dana nasabah raib perbankan harus mengganti rugi apalagi tanpa transaksi dana nasabah raib,” kata Armaya.

Bahkan kalau menggunakan pendekatan tindak pidana konsumen sesuai UUPK pelaku usaha bisa dikenakan sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.

“Kami siap melakukan pembelaan secara hukum bahkan bila perlu gugatan di pengadilan,” imbuhnya.

Pria asal Buleleng ini menambahkan, hilangnya dana nasabah saat bertransaksi di ATM  karena lemahnya sistem pengawasan di ATM.

Karena itu,  ke depan dia berharap pihak berwenang apakah itu OJK atau Bank Indonesia agar membuat regulasi agar sistem pengawasan setiap ATM dilakukan dengan ketat, dan sistem audit yang baik.

“Jangan biarkan kejahatan di ATM semakin membabi buta,” tegasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/