31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 9:54 AM WIB

Willy Biasa Jamu Artis Ngetop, Ada yang Didatangi Istri saat Dugem

Sosok Willy Bin Ng Leng Kong alias Abdul Rahman Willy alias Willy Akasaka dikenal luwes dalam mengelola tempat hiburan malam.

Dia juga lihai  memasarkan “pil enak gila” karena jam terbangnya sebagai manajer.

 

TIM RADAR BALI

KELAB malam ini dulu dikenal luas sebagai salah satu tempat hiburan orang dewasa paling tersohor di Bali. Yang bertahan dari tahun ke tahun.

Dengan tempat paling strategis, beragam kalangan pun biasa hadir di situ. Untuk refreshing, cari hiburan, tentunya.

Sebelum akhirnya jadi  gedung yang  lengang ditongkrongi kendaraan taktis (rantis) polisi setiap hari. Diskotek Akasaka  dikenal sebagai salah satu tempat hiburan yang aman dan nyaman.

Dari warga biasa yang berduit hingga kalangan pejabat. Razia-razia  juga seperti tak menyentuhnya sewaktu masih berjaya.

Toh, seandainya ada razia narkoba, biasanya ada saja bocoran didapat. Sehingga branding-nya sebagai tempat dugem yang nyaman. Konser musik band dan artis papan atas hingga band lokal Bali juga biasa digelar rutin.

Suguhan entertainmen juga variatif. A-Club untuk house music, atau musik ajeb-ajeb,  dengan disc jockey (DJ),  Music Club untuk lagu-lagu dangdut mix, juga ada tarian lher, khusus dewasa di hari-hari khusus.

Dengan tarif khusus tentunya sebagai suguhan spesial. Tempat ini lama-lama jadi rahasia umum ada peredaran “pil setan” alias ekstasi atau ineks. 

Dan, semua seperti berakhir  saat Polda Bali dipimpin Irjen Pol Petrus Reinhard Golose. Begitu Jenderal Golose menjabat sebagai orang nomor satu di Polda Bali, kisah kejayaan tempat hiburan malam paling ngetop di Simpang Enam Jalan Teuku Umar, Denpasar, ini pun berakhir.

Senin, 5 Juni 2017  sekitar pukul 16.30, Akasaka digerebek. Polisi mengamankan barang bukti (BB) ekstasi sebanyak 19.000 butir senilai Rp 9,5 miliar. 

BB sebanyak itu pesanan residivis narkoba, Willy, yang manajer juga Akasaka. Dia diringkus dan mendapat hukuman seumur hidup.

Hingga dia dilayar ke Nusakambangan, Cilacap, Jateng, bersama 25 napi narkoba lainnya, Rabu lalu (27/3),  Akasaka masih tetap dipasangi garis polisi.

Gelap, sepi, bak kuburan, tidak ada terdengar musik dan tidak terlihat keramaian di sana seperti masa jaya.

Yang menunggui setahun lebih adalah kendaraan taktis (rantis) di pintu gerbang. Bak gedung bekas  kerusuhan saja.

Kapan Akasaka dibuka lagi? “Beh, tambah kacau kalau seperti ini. Coba dia (Willy) insaf dan tidak lagi jualan, pasti nama Akasaka tidak dibawa-bawa.

Karena kedapatan sejumlah bukti di lapas, itu nama Akasaka kembali disebut. Tapi, mau bagaimana lagi dia juga pemain soalnya,” tutur sumber mantan karyawan Akasaka saat ditemui di kawasan Waturenggong, kemarin (28/3).

Pria yang pernah bekerja di Akasaka selama  empat  tahun ini menuturkan bahwa setelah tempat dunia gemerlap (dugem) itu ditutup, dia terpaksa bekerja sebagai sopir Grab.

Alih profesi, demi pendapatan untuk menghidupi keluarga. Dia sebelumnya berharap Akasaka segera bisa dibuka lagi agar kembali bekerja di sana.

Pria satu anak ini menyatakan bahwa di Akasaka dulu mendapat gaji Rp 4 jutaan. Di mata pria ini, Willy dikenal sebagai sosok  yang dingin.

Tidak seramah dengan atasan. Dengan karyawan level bawah dia terkesan cool. “Karena dia kepercayaan bos (pemilik Akasaka). Dia juga punya jaringan luas.

Dia pintar mendatangkan PL (pemandu lagu). Dia punya jaringan “mami” juga. Dia punya banyak pengalaman.

Biasanya dia juga yang handle artis yang konser di Akasaka. Juga tamu-tamu khusus,” papar mantan karyawan yang enggan disebut namanya ini.

Untuk peredaran, Willy yang kenyang dengan dunia hiburan ini sudah punya jaringan yang berakar luas. Lanjut dia, mengenai peredaran narkoba, banyak yang ikut-ikutan. Namun, dia tidak mau menjelaskan secara rinci.

Meski sebelumnya begitu berkuasa, namun akhirnya setelah masuk bui lagi sejak 2017 lalu, dia seperti tak dihiraukan lagi oleh teman-teman sejawat dari Akasaka.

“Selama di lapas, mana ada yang pernah jenguk dia. Nggak ada.  Jangankan karyawan, manajemen yang lain pun tidak. Semua pada sibuk mencari kerja baru. Di Bali maupun di luar Bali,” ungkapnya.

Manajemen yang lain, ungkap pria ini sebagian masih bekerja di beberapa tempat hiburan di Bali. Dan, sebagian di tempat hiburan di Pulau Jawa, dan Jakarta.

Setelah Akasaka tutup dan jobless tanpa pekerjaan, pria ini mengaku awal 2018 itu dia dan teman-teman karyawan sudah mencairkan BPJS Ketenagakerjaan.

Ada yang mendapat Rp 4 juta hingga Rp 6 juta. Dia mengaku tetap bersyukur. Masih ada uang untuk menyambung hidup.

 “Kami yang di dalam rata-rata berhenti. Yang tidak berhenti itu, dengar-dengar beberapa sekuriti untuk memantau gedung,” jelasnya.

“Saya terus terang masih berharap bisa bekerja lagi. Akasaka bisa buka lagi. Entah kapan dibuka lagi,” akunya.

 Dia menambahkan bahwa rata-rata mantan karyawan Akasaka sudah punya pekerjaan baru lagi. Beberapa mantan karyawan lain kepada tim Radar Bali enggan bercerita tentang seluk beluk Akasaka setelah penggerebekan 5 Juni 2017 lalu itu.

“Nggak enak, bercerita,” jelasnya. Untuk konfirmasi dari pihak manajemen juga sulit dihubungi. “Pihak manajemen tidak mau memberikan statemen resmi,” jawab sumber mantan karyawan yang lain.

Hanya saja, sejumlah sumber yang lain mengaku masih punya banyak kenangan dengan Akasaka. Karena tempatnya yang sangat strategis di Kota Denpasar.

“Dulu ada yang beberapa kali didatangi istrinya ke sini (karena suaminya ketagihan dugem),” papar sumber tersebut seraya terkekeh.  (*)

 

 

 


 

Sosok Willy Bin Ng Leng Kong alias Abdul Rahman Willy alias Willy Akasaka dikenal luwes dalam mengelola tempat hiburan malam.

Dia juga lihai  memasarkan “pil enak gila” karena jam terbangnya sebagai manajer.

 

TIM RADAR BALI

KELAB malam ini dulu dikenal luas sebagai salah satu tempat hiburan orang dewasa paling tersohor di Bali. Yang bertahan dari tahun ke tahun.

Dengan tempat paling strategis, beragam kalangan pun biasa hadir di situ. Untuk refreshing, cari hiburan, tentunya.

Sebelum akhirnya jadi  gedung yang  lengang ditongkrongi kendaraan taktis (rantis) polisi setiap hari. Diskotek Akasaka  dikenal sebagai salah satu tempat hiburan yang aman dan nyaman.

Dari warga biasa yang berduit hingga kalangan pejabat. Razia-razia  juga seperti tak menyentuhnya sewaktu masih berjaya.

Toh, seandainya ada razia narkoba, biasanya ada saja bocoran didapat. Sehingga branding-nya sebagai tempat dugem yang nyaman. Konser musik band dan artis papan atas hingga band lokal Bali juga biasa digelar rutin.

Suguhan entertainmen juga variatif. A-Club untuk house music, atau musik ajeb-ajeb,  dengan disc jockey (DJ),  Music Club untuk lagu-lagu dangdut mix, juga ada tarian lher, khusus dewasa di hari-hari khusus.

Dengan tarif khusus tentunya sebagai suguhan spesial. Tempat ini lama-lama jadi rahasia umum ada peredaran “pil setan” alias ekstasi atau ineks. 

Dan, semua seperti berakhir  saat Polda Bali dipimpin Irjen Pol Petrus Reinhard Golose. Begitu Jenderal Golose menjabat sebagai orang nomor satu di Polda Bali, kisah kejayaan tempat hiburan malam paling ngetop di Simpang Enam Jalan Teuku Umar, Denpasar, ini pun berakhir.

Senin, 5 Juni 2017  sekitar pukul 16.30, Akasaka digerebek. Polisi mengamankan barang bukti (BB) ekstasi sebanyak 19.000 butir senilai Rp 9,5 miliar. 

BB sebanyak itu pesanan residivis narkoba, Willy, yang manajer juga Akasaka. Dia diringkus dan mendapat hukuman seumur hidup.

Hingga dia dilayar ke Nusakambangan, Cilacap, Jateng, bersama 25 napi narkoba lainnya, Rabu lalu (27/3),  Akasaka masih tetap dipasangi garis polisi.

Gelap, sepi, bak kuburan, tidak ada terdengar musik dan tidak terlihat keramaian di sana seperti masa jaya.

Yang menunggui setahun lebih adalah kendaraan taktis (rantis) di pintu gerbang. Bak gedung bekas  kerusuhan saja.

Kapan Akasaka dibuka lagi? “Beh, tambah kacau kalau seperti ini. Coba dia (Willy) insaf dan tidak lagi jualan, pasti nama Akasaka tidak dibawa-bawa.

Karena kedapatan sejumlah bukti di lapas, itu nama Akasaka kembali disebut. Tapi, mau bagaimana lagi dia juga pemain soalnya,” tutur sumber mantan karyawan Akasaka saat ditemui di kawasan Waturenggong, kemarin (28/3).

Pria yang pernah bekerja di Akasaka selama  empat  tahun ini menuturkan bahwa setelah tempat dunia gemerlap (dugem) itu ditutup, dia terpaksa bekerja sebagai sopir Grab.

Alih profesi, demi pendapatan untuk menghidupi keluarga. Dia sebelumnya berharap Akasaka segera bisa dibuka lagi agar kembali bekerja di sana.

Pria satu anak ini menyatakan bahwa di Akasaka dulu mendapat gaji Rp 4 jutaan. Di mata pria ini, Willy dikenal sebagai sosok  yang dingin.

Tidak seramah dengan atasan. Dengan karyawan level bawah dia terkesan cool. “Karena dia kepercayaan bos (pemilik Akasaka). Dia juga punya jaringan luas.

Dia pintar mendatangkan PL (pemandu lagu). Dia punya jaringan “mami” juga. Dia punya banyak pengalaman.

Biasanya dia juga yang handle artis yang konser di Akasaka. Juga tamu-tamu khusus,” papar mantan karyawan yang enggan disebut namanya ini.

Untuk peredaran, Willy yang kenyang dengan dunia hiburan ini sudah punya jaringan yang berakar luas. Lanjut dia, mengenai peredaran narkoba, banyak yang ikut-ikutan. Namun, dia tidak mau menjelaskan secara rinci.

Meski sebelumnya begitu berkuasa, namun akhirnya setelah masuk bui lagi sejak 2017 lalu, dia seperti tak dihiraukan lagi oleh teman-teman sejawat dari Akasaka.

“Selama di lapas, mana ada yang pernah jenguk dia. Nggak ada.  Jangankan karyawan, manajemen yang lain pun tidak. Semua pada sibuk mencari kerja baru. Di Bali maupun di luar Bali,” ungkapnya.

Manajemen yang lain, ungkap pria ini sebagian masih bekerja di beberapa tempat hiburan di Bali. Dan, sebagian di tempat hiburan di Pulau Jawa, dan Jakarta.

Setelah Akasaka tutup dan jobless tanpa pekerjaan, pria ini mengaku awal 2018 itu dia dan teman-teman karyawan sudah mencairkan BPJS Ketenagakerjaan.

Ada yang mendapat Rp 4 juta hingga Rp 6 juta. Dia mengaku tetap bersyukur. Masih ada uang untuk menyambung hidup.

 “Kami yang di dalam rata-rata berhenti. Yang tidak berhenti itu, dengar-dengar beberapa sekuriti untuk memantau gedung,” jelasnya.

“Saya terus terang masih berharap bisa bekerja lagi. Akasaka bisa buka lagi. Entah kapan dibuka lagi,” akunya.

 Dia menambahkan bahwa rata-rata mantan karyawan Akasaka sudah punya pekerjaan baru lagi. Beberapa mantan karyawan lain kepada tim Radar Bali enggan bercerita tentang seluk beluk Akasaka setelah penggerebekan 5 Juni 2017 lalu itu.

“Nggak enak, bercerita,” jelasnya. Untuk konfirmasi dari pihak manajemen juga sulit dihubungi. “Pihak manajemen tidak mau memberikan statemen resmi,” jawab sumber mantan karyawan yang lain.

Hanya saja, sejumlah sumber yang lain mengaku masih punya banyak kenangan dengan Akasaka. Karena tempatnya yang sangat strategis di Kota Denpasar.

“Dulu ada yang beberapa kali didatangi istrinya ke sini (karena suaminya ketagihan dugem),” papar sumber tersebut seraya terkekeh.  (*)

 

 

 


 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/