NEGARA-Diduga karena habis kesabaran, puluhan warga Desa Yeh Embang Kangin, Kecamatan Mendoyo, Selasa (23/4) mendatangi kantor perbekel.
Kedatangan puluhan warga itu yakni menyusul dengan dugaan praktik pungutan liar (pungli) pengurusan proyek operasi nasional agraria (prona) tahun 2016 yang diduga dilakukan Kelian Banjar Sumbul Made Alit.
Selain dipungut biaya, warga marah karena pengurusan sertifikamilik mereka selama tiga tahun juga tak kunjung selesai.
Seperti terungkap saat mediasi antara warga dengan klian, yang berlangsung di kantor Perbekel Desa Yehembang Kangin.
Saat rapat mediasi yang juga dihadiri juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Badan Musyawarah Banjar Sumbul, Babinkamtibmas dan Babinsa serta tokoh masyarakat setempat, terungkap jika warga yang menjadi korban dgaan pungli tidak hanya satu orang.
Tetapi lebih dari tiga orang. Intinya, warga yang sudah membayar sejumlah uang meminta kepastian sertifikat yang telah didaftarkan. “Setiap ditanyakan ke oknum klian, selalu menghindar dan diulur-ulur,” kata salah seorang warga.
Perbekel Desa Yehembang Kangin I Gede Suardika mengatakan, mengenai dugaan pungutan tersebut terdapat tiga surat pengaduan resmi ke desa oleh warga mengenai pungutan pengurusan prona yang saat ini sudah berganti nama menjadi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Namun ada juga yang mengurus sertifikat melalui oknum klian tersebut untuk mengurus sertifikat yang hilang dan membuat sertifikat baru.
Berdasarkan pengaduan yang disampaikan warga, uang yang sudah diberikan pada oknum klian tersebut antara Rp 1,2 juta hingga Rp 4 juta. Akan tetapi, hingga saat ini warga belum menerima sertifikatnya. “Warga meminta sertifikatnya,” ujarnya.
Padahal perbekel menegaskan, untuk pengurusan PTSL pihak desa tidak pernah memungut biaya pada warga.
Karena desa hanya memfasilitasi program yang dijalankan kantor pertanahan Jembrana. “Kami sudah tekankan bahwa selama ini, desa tidak pernah memungut apapun untuk program ini. Dan dari catatan kami sebenarnya sudah 100 persen tuntas,” ujarnya.