29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:15 AM WIB

Keok, Hakim PN Negara Bebaskan Sri Artini, Jaksa Pilih Langsung Kasasi

NEGARA – Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Jembrana memutuskan untuk kasasi, atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Negara terdakwa Ni Luh Sri Artini.

Terdakwa dugaan kasus penipuan tersebut sebelumnya divonis bebas karena tidak terbukti melakukan tindak pidana penipuan.

Keputusan untuk mengajukan kasasi tersebut disampaikan Kasipidum Kejari Jembrana I Gede Gatot Hariawan.

Menurutnya, putusan majelis hakim PN Negara yang membebaskan terdakwa dari tuntutan tidak sesuai dengan fakta persidangan, bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan.

“Sesuai fakta persidangan, terdakwa sudah terbukti bersalah,” tegas Gatot Hariawan. Karena itu, terdakwa dituntut jaksa penuntut umum pidana penjara selama 3 tahun.

Jaksa penuntut umum menyatakan, berdasar fakta persidangan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan sesuai pasal 378 KUHP.

Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan penipuan dengan terdakwa Ni Luh Sri Artini, berakhir dengan putusan bebas dari ketua majelis hakim Benny Octavianus.

Terdakwa divonis tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan seperti yang telah didakwakan jaksa penuntut umum.

Kasus ini berawal pada tahun 2016. I Made Wirantara, korban baru mengetahui sertifikat tanah atas nama bapaknya ada pada terdakwa saat menghadiri sidang gugatan perdata utang piutang.

Ternyata setelah ditelusuri, sebelum perkara perdata itu, korban yang saat itu menjadi tahanan di Rutan Kelas II B Negara karena kasus pidana, bulan Mei 2016 sempat dibesuk tersangka.

Saat itu, tersangka bercerita bermimpi bertemu dengan bapak korban yang sudah meninggal, dalam mimpi itu bapak korban memerintahkan mengamankan sertifikat dengan alasan korban sering berjudi.

Kemudian pada pertemuan kedua, terdakwa menjenguk korban membawa surat pengakuan utang dan menyuruh korban tanda tangan sebesar Rp 185 juta.

Karena tidak merasa punya utang, korban menolak. Namun usaha mendapatkan tanda tangan terus dilakukan hingga korban bersedia tanda tangan karena disertai ancaman. 

NEGARA – Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Jembrana memutuskan untuk kasasi, atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Negara terdakwa Ni Luh Sri Artini.

Terdakwa dugaan kasus penipuan tersebut sebelumnya divonis bebas karena tidak terbukti melakukan tindak pidana penipuan.

Keputusan untuk mengajukan kasasi tersebut disampaikan Kasipidum Kejari Jembrana I Gede Gatot Hariawan.

Menurutnya, putusan majelis hakim PN Negara yang membebaskan terdakwa dari tuntutan tidak sesuai dengan fakta persidangan, bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan.

“Sesuai fakta persidangan, terdakwa sudah terbukti bersalah,” tegas Gatot Hariawan. Karena itu, terdakwa dituntut jaksa penuntut umum pidana penjara selama 3 tahun.

Jaksa penuntut umum menyatakan, berdasar fakta persidangan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan sesuai pasal 378 KUHP.

Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan penipuan dengan terdakwa Ni Luh Sri Artini, berakhir dengan putusan bebas dari ketua majelis hakim Benny Octavianus.

Terdakwa divonis tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan seperti yang telah didakwakan jaksa penuntut umum.

Kasus ini berawal pada tahun 2016. I Made Wirantara, korban baru mengetahui sertifikat tanah atas nama bapaknya ada pada terdakwa saat menghadiri sidang gugatan perdata utang piutang.

Ternyata setelah ditelusuri, sebelum perkara perdata itu, korban yang saat itu menjadi tahanan di Rutan Kelas II B Negara karena kasus pidana, bulan Mei 2016 sempat dibesuk tersangka.

Saat itu, tersangka bercerita bermimpi bertemu dengan bapak korban yang sudah meninggal, dalam mimpi itu bapak korban memerintahkan mengamankan sertifikat dengan alasan korban sering berjudi.

Kemudian pada pertemuan kedua, terdakwa menjenguk korban membawa surat pengakuan utang dan menyuruh korban tanda tangan sebesar Rp 185 juta.

Karena tidak merasa punya utang, korban menolak. Namun usaha mendapatkan tanda tangan terus dilakukan hingga korban bersedia tanda tangan karena disertai ancaman. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/