DENPASAR– Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar yang diketuai I Nyoman Wiguna memberikan keringanan hukuman pada terdakwa Ni Putu Eka Wiryastuti. Eka divonis dua tahun penjara dalam sidang secara luring Selasa kemarin (23/8).
Dalam sidang yang berlangsung hampir dua jam itu, putusan hakim lebih ringan dari tuntutan penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam sidang sebelumnya jaksa Luki Dwi Nugroho dkk menuntut Eka Wiryastuti dengan pidana penjara selama empat tahun.
Selain memberikan keringanan hukuman badan, hakim Wiguna dkk juga memberikan pengurangan hukuman pidana denda. Jika sebelumnya jaksa menuntut Eka dihukum denda Rp 110 juta subsider tiga bulan kurungan, maka dalam sidang kemarin Eka dikenakan denda Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan.
Tak hanya itu, majelis hakim juga menolak tuntutan jaksa KPK yang meminta hak politik Eka dicabut selama lima tahun. Dalam amar putusannya, hakim berdalih pencabutan hak politik merupakan hukuman tambahan yang siftanya tidak wajib.“Tidak cukup alasan yang memberatkan untuk menjatuhkan pidana tambahan (pencabutan hak politik). Maka, majelis hakim menolak pencabutan hak politik,” kata hakim Wiguna.
Hakim yang juga Ketua PN Denpasar itu mengungkapkan, tindak pidana penyuapan yang dilakukan Eka Wiryastuti tidak terlepas dari pengaruh Yaya Purnomo dan Rifa Surya, dua pejabat Kementerian Keuangan. Yaya dan Rifa disebut menggunakan kedudukannya untuk memengaruhi terdakwa. “Selain itu, penggunaan dana DID untuk menunjang kesejahteraan rakyat Kabupaten Tabanan dan kelancaran APBD. Terdakwa juga tidak terbukti menikmati dana DID,” tukasnya.
Meski tidak secara langsung terbukti memberikan suap pada Yaya dan Rifa, Eka dinilai sebagai aktor utama dibalik penyuapan yang dilakukan terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja.
Dalam sidang terungkap Dewa Wiratmaja memberikan uang pelican yang disamarkan dengan istilah dana “adat istiadat” atau “peluru” sebesar Rp 600 juta dan USD 55.300 kepada Yaya dan Rifa. Dana itu diberikan agar Kabupaten Tabanan mendapat kenaikan dana DID pada tahun anggaran 2018.
Perbuatan Eka Wiryastuti tersebut secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 huruf b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP (turut serta) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP (perbuatan berlanjut).
Menanggapi putusan hakim, Eka Wiryastuti mengaku tetap bersyukur. “Walaupun saya dinyatakan bersalah, saya masih bersyukur dan merasa bangga karena bisa berbuat untuk Tabanan, itu saja,” ujar mantan Bupati Tabanan dua periode itu.
Apakah termasuk putusan ringan itu juga yang disyukuri? Ibu satu anak itu tak menjawab detail. “Intinya bersyukur, yang penting saya sehat tidak berbuat jahat pada orang,” ucapnya seraya memasuki ruang tahanan.
Diwawancarai terpisah, I Gede Wija Kusuma selaku koordinator tim pengacara Eka Wiryastuti menyebut keputusan hakim banyak tidak sesuai dengan fakta persidangan. Salah satunya soal memberi suap, Eka Wiryastuti tidak pernah kenal dengan Yaya dan Rifa. “Di fakta persidangan tidak ada perkenalan antara Eka dengan Rifa dan Yaya. Eka memerintahkan Dewa untuk berkoordinasi, iya, tapi tidak menyuruh menyuap,” ucap Wija.
Begitu juga dengan amar putusan yang menyebut Eka terbukti menyuap PNS dalam hal ini saksi Yaya dan Rifa. Wija menyebut hal itu tidak bisa dibenarkan lantaran Yaya maupun Rifa sebagai PNS yang tidak memiliki kewenangan menentukan kenaikan dana DID. “Padahal, Dewa Wiratmaja ditipu dan tidak pernah melapor pada Eka. Hakim menanyakan, kenapa Eka tidak menegur Dewa? Tidak menegur karena tidak tahu, kalau tahu pasti ditegur,” dalihnya.
Menyikapi putusan hakim, Eka Wiryastuti menyatakan pikir-pikir. “Kami akan gunakan waktu sepekan untuk pikir-pikir. Kami juga menunggu sikap jaksa,” tukas Wija. Setali tiga uang, jaksa KPK juga menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim.