26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 4:37 AM WIB

Gelapkan Pajak Rp 153 Juta, Kakek 61 Tahun Jadi Pesakitan

DENPASAR – Di usianya yang mulai uzur, Sugianto harus duduk menjadi pesakitan di PN Denpasar.

Kakek 61 tahun yang menjabat Direktur Utama PT Wahyu Alwijaya itu didakwa menggelapkan pajak hingga menyebabkan kerugian negara Rp 153 juta.

“Sejak Januari 2016  sampai Desember 2016, terdakwa dengan sengaja tidak menyampaikan dan tidak melaporkan keterangan dengan

benar pemotongan pajak yang telah dipungut,” ungkap jaksa penuntut umum (JPU) I Kadek Wahyudi Ardika di muka majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Adanya Dewi, kemarin.

Dijelaskan lebih jauh, perusahaan terdakwa dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) bergerak di bidang jasa pemasangan instalasi listrik, mekanik, dan furniture.

Kantor terdakwa yang berkantor di Jalan Gunung Lebah, Tegal Harum, Denpasar, menerima pembayaran sekaligus memungut pajak penghasilan negara (PPN) sebesar 10 persen dari konsumennya. 

Dari beberapa kali transaksi dengan sejumlah rekanan, terdakwa memungut PPN bervariasi bergantung besaran niliai proyek.

Suatu waktu, terdakwa memungut PPN Rp 106 juta dari dua proyek yang dikerjakan. Namun, dari Rp 106 juta itu yang disetorkan ke kas negara hanya Rp 4,1 juta.

Begitu juga dengan transaksi lainnya, tidak sepenuhnya pajak disetorkan ke kas negara. Selain tidak melaporkan masa PPN, terdakwa juga membuat laporan PPN fiktif atau tidak benar.

Itu terjadi pada April 2016 dan November 2016. Terdakwa membuat laporan pajak nihil. Faktanya, pada waktu tersebut, terdakwa menerima pembayaran dari lawan transaksi atau rekanan terdakwa.

Dalam waktu tersebut terdakwa memungut PPN sebesar Rp 51,7 juta. “Total PPN yang dipungut terdakwa tapi tidak disetorkan terdakwa ke kas negara sebesar Rp 153,2 juta,” beber JPU Kejari Denpasar itu.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pasal 31 huruf c, d, dan i, UU Nomor 16/2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Terdakwa terancam pidana penjara maksimal enam tahun. Atas dakwaan JPU, terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembuktian. 

DENPASAR – Di usianya yang mulai uzur, Sugianto harus duduk menjadi pesakitan di PN Denpasar.

Kakek 61 tahun yang menjabat Direktur Utama PT Wahyu Alwijaya itu didakwa menggelapkan pajak hingga menyebabkan kerugian negara Rp 153 juta.

“Sejak Januari 2016  sampai Desember 2016, terdakwa dengan sengaja tidak menyampaikan dan tidak melaporkan keterangan dengan

benar pemotongan pajak yang telah dipungut,” ungkap jaksa penuntut umum (JPU) I Kadek Wahyudi Ardika di muka majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Adanya Dewi, kemarin.

Dijelaskan lebih jauh, perusahaan terdakwa dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) bergerak di bidang jasa pemasangan instalasi listrik, mekanik, dan furniture.

Kantor terdakwa yang berkantor di Jalan Gunung Lebah, Tegal Harum, Denpasar, menerima pembayaran sekaligus memungut pajak penghasilan negara (PPN) sebesar 10 persen dari konsumennya. 

Dari beberapa kali transaksi dengan sejumlah rekanan, terdakwa memungut PPN bervariasi bergantung besaran niliai proyek.

Suatu waktu, terdakwa memungut PPN Rp 106 juta dari dua proyek yang dikerjakan. Namun, dari Rp 106 juta itu yang disetorkan ke kas negara hanya Rp 4,1 juta.

Begitu juga dengan transaksi lainnya, tidak sepenuhnya pajak disetorkan ke kas negara. Selain tidak melaporkan masa PPN, terdakwa juga membuat laporan PPN fiktif atau tidak benar.

Itu terjadi pada April 2016 dan November 2016. Terdakwa membuat laporan pajak nihil. Faktanya, pada waktu tersebut, terdakwa menerima pembayaran dari lawan transaksi atau rekanan terdakwa.

Dalam waktu tersebut terdakwa memungut PPN sebesar Rp 51,7 juta. “Total PPN yang dipungut terdakwa tapi tidak disetorkan terdakwa ke kas negara sebesar Rp 153,2 juta,” beber JPU Kejari Denpasar itu.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pasal 31 huruf c, d, dan i, UU Nomor 16/2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Terdakwa terancam pidana penjara maksimal enam tahun. Atas dakwaan JPU, terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembuktian. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/