28.7 C
Jakarta
9 November 2024, 1:46 AM WIB

Diduga Palsukan Surat Pilkades, Prof Widnya Resmi Jadi Tersangka

RadarBali.com  – Prof I Ketut Widnya resmi jadi tersangka. Penetapan status tersangka ini lantaran diduga melakukan tindak pidana pemalsuan surat terkait proses pemilihan Kepala Desa Pakraman Serangan tahun 2014 lalu.

Kepastian ini disampaikan langsung Kasatreskrim Polresta Denpasar Kompol Aris Purwanto kemarin.

Penetapan tersangka terhadap Prof I Ketut Widnya  tertanggal 16 Desember 2016 lalu, setelah penyidik Satreskrim Polresta Denpasar melakukan gelar perkara terkait

laporan korban, mantan Bendesa Desa Pakraman Serangan, Made Mudana Wiguna dengan LP/1278/XI/2016 tanggal 3 September 2016 tentang tindak pidana pemalsuan surat yang diatur dalam Pasal 263 KUHP.

Dalam proses penyelidikan pasca ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya masih melengkapi berkas ke kejaksaan

“Kasus ini sudah tahap pelimpahan berkas P-19.Walapaun sudah tersangka, Prof, I Ketut Widnya tidak ditahan dengan alasan kooperatif.

Hal ini juga menjadi dasar pertimbangan penyidik bahwa tersangka tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan serupa,” beber mantan Kapolsek Densel.

Dijelaskan, kasus ini berawal ketika tersangka menjabat sebagai Kertha Desa Pakraman Serangan periode tahun 2008 hingga 2013 lalu.

Pada masa itu jabatan Bendesa Adat Desa Pakraman Serangan dipegang Made Mudana Wiguna (pelapor).

Setelah masa jabatan pelapor berakhir tahun 2013, Desa Pakraman Serangan kemudian melakukan Sabha Desa (rapat tertinggi desa adat, red).

Dalam rapat tersebut dihadiri 6 banjar di Serangan. Empat banjar setuju dipilihnya kembali pelapor sebagai Bendesa Adat Desa Pakraman Serangan.

Sedangkan dua banjar belum ada keputusan, pasalnya 1 banjar belum ada calon dan 1 banjar tidak setuju.

Berdasar hasil koordinasi Shaba Desa dengan sejumlah pihak termasuk Prof I Ketut Widnya, disepakati suara terbanyak terpilih.

Maka, Made Mudana Wiguna terpilih kembali sebagai Bendesa Adat Desa Pakraman Serangan. Namun, terpilihnya pelapor tidak serta merta disetujui oleh dua banjar yang belum ada hasil keputusan.

Kedua banjar protes dan melaporkan masalah tersebut ke Majelis Madya Kota Denpasar dan Majelis Utama Provinsi Bali dan Majelis Alit.

Akhirnya Majelis Alit melakukan paruman dan memanggil Bendesa, Kertha Desa, dan banjar banjar untuk dilakukan rapat di desa Adat.

“Dari hasil rapat, Majelis Alit meminta agar Desa Pakraman Serangan melengkapi proses pemilihan Bendesa (4 desa yang sudah tandatangan dan 2 desa yang belum ada keputusan).

Namun di tengah polemik, muncul surat yang ditujukan kepada Majelis Utama Kertha Desa yang diduga dibuat oleh Prof I Ketut Widnya yang pada intinya enam banjar setuju dilakukan pemilihan ulang,” umgkapnya.

Berdasar surat tersebut Majelis Madya mengeluarkan rekomendasi dan dilakukan pemilihan ulang, tahun 2014.

Dalam proses pemilihan versi Prof Dr. I Ketut Widnya, 4 banjar tidak setuju dan menarik diri dari pemilihan. Sedangkan dua banjar tetap diikutkan dalam pemilihan.

Dari pemilihan ulang tersebut terpilih I Made Sedana sebagai Bendesa Adat Desa Pakraman Serangan yang baru.

Atas dasar itulah, pelapor, Made Mudana Wiguna merespon dengan melaporkan kasus pemalsuan surat ke Polresta Denpasar, 3 September 2016 lalu.

Terkait ini, Prof I Ketut Widnya yang dihubungi enggan berkomentar banyak saat ditanya penetapan status tersangka terhadap dirinya.

Sang professor menyarankan menghubungi langsung kuasa hukumnya. “Hubungi saja kuasa hukum saya, Pak Putu,” katanya singkat namun enggan memberikan nomor telpon kuasa hukumnya tersebut

RadarBali.com  – Prof I Ketut Widnya resmi jadi tersangka. Penetapan status tersangka ini lantaran diduga melakukan tindak pidana pemalsuan surat terkait proses pemilihan Kepala Desa Pakraman Serangan tahun 2014 lalu.

Kepastian ini disampaikan langsung Kasatreskrim Polresta Denpasar Kompol Aris Purwanto kemarin.

Penetapan tersangka terhadap Prof I Ketut Widnya  tertanggal 16 Desember 2016 lalu, setelah penyidik Satreskrim Polresta Denpasar melakukan gelar perkara terkait

laporan korban, mantan Bendesa Desa Pakraman Serangan, Made Mudana Wiguna dengan LP/1278/XI/2016 tanggal 3 September 2016 tentang tindak pidana pemalsuan surat yang diatur dalam Pasal 263 KUHP.

Dalam proses penyelidikan pasca ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya masih melengkapi berkas ke kejaksaan

“Kasus ini sudah tahap pelimpahan berkas P-19.Walapaun sudah tersangka, Prof, I Ketut Widnya tidak ditahan dengan alasan kooperatif.

Hal ini juga menjadi dasar pertimbangan penyidik bahwa tersangka tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan serupa,” beber mantan Kapolsek Densel.

Dijelaskan, kasus ini berawal ketika tersangka menjabat sebagai Kertha Desa Pakraman Serangan periode tahun 2008 hingga 2013 lalu.

Pada masa itu jabatan Bendesa Adat Desa Pakraman Serangan dipegang Made Mudana Wiguna (pelapor).

Setelah masa jabatan pelapor berakhir tahun 2013, Desa Pakraman Serangan kemudian melakukan Sabha Desa (rapat tertinggi desa adat, red).

Dalam rapat tersebut dihadiri 6 banjar di Serangan. Empat banjar setuju dipilihnya kembali pelapor sebagai Bendesa Adat Desa Pakraman Serangan.

Sedangkan dua banjar belum ada keputusan, pasalnya 1 banjar belum ada calon dan 1 banjar tidak setuju.

Berdasar hasil koordinasi Shaba Desa dengan sejumlah pihak termasuk Prof I Ketut Widnya, disepakati suara terbanyak terpilih.

Maka, Made Mudana Wiguna terpilih kembali sebagai Bendesa Adat Desa Pakraman Serangan. Namun, terpilihnya pelapor tidak serta merta disetujui oleh dua banjar yang belum ada hasil keputusan.

Kedua banjar protes dan melaporkan masalah tersebut ke Majelis Madya Kota Denpasar dan Majelis Utama Provinsi Bali dan Majelis Alit.

Akhirnya Majelis Alit melakukan paruman dan memanggil Bendesa, Kertha Desa, dan banjar banjar untuk dilakukan rapat di desa Adat.

“Dari hasil rapat, Majelis Alit meminta agar Desa Pakraman Serangan melengkapi proses pemilihan Bendesa (4 desa yang sudah tandatangan dan 2 desa yang belum ada keputusan).

Namun di tengah polemik, muncul surat yang ditujukan kepada Majelis Utama Kertha Desa yang diduga dibuat oleh Prof I Ketut Widnya yang pada intinya enam banjar setuju dilakukan pemilihan ulang,” umgkapnya.

Berdasar surat tersebut Majelis Madya mengeluarkan rekomendasi dan dilakukan pemilihan ulang, tahun 2014.

Dalam proses pemilihan versi Prof Dr. I Ketut Widnya, 4 banjar tidak setuju dan menarik diri dari pemilihan. Sedangkan dua banjar tetap diikutkan dalam pemilihan.

Dari pemilihan ulang tersebut terpilih I Made Sedana sebagai Bendesa Adat Desa Pakraman Serangan yang baru.

Atas dasar itulah, pelapor, Made Mudana Wiguna merespon dengan melaporkan kasus pemalsuan surat ke Polresta Denpasar, 3 September 2016 lalu.

Terkait ini, Prof I Ketut Widnya yang dihubungi enggan berkomentar banyak saat ditanya penetapan status tersangka terhadap dirinya.

Sang professor menyarankan menghubungi langsung kuasa hukumnya. “Hubungi saja kuasa hukum saya, Pak Putu,” katanya singkat namun enggan memberikan nomor telpon kuasa hukumnya tersebut

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/