29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:46 AM WIB

Tuntutan Kelewat Ringan, Keluarga Korban “Begal Anak” Protes Jaksa

DENPASAR – Tuntutan relatif ringan diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar terhadap delapan anak baru gede (ABG) yang menjadi terdakwa kasus penganiyaan hingga mengakibatkan korban Darius Taba Kababa, 32, tewas.

Kelompok “begal anak” itu dituntut variatif. Tuntutan paling tinggi yaitu pidana penjara selama 5 tahun.

Kontan saja, tuntutan ringan itu membuat keluarga korban yang hadir dalam sidang di PN Denpasar kemarin (24/10) tidak terima.

Meski sidang digelar secara tertutup, suasana sempat memanas karena keluarga korban protes pada JPU.

Dalam surat tuntutan JPU, para terdakwa yang masih berstatus anak dibawah umur dengan inisial SGI, 14, dan AN, 16, dituntut masing-masing 5 tahun penjara.

Sementara DR, 15; YD, 15; AR, 16; FAP, 16; dan MH, 16, masing-masing dituntut 3 tahun dan 6 bulan. Sedangkan dalam surat tuntutan yang terpisah  IF, 15, dituntut 4 tahun 6 bulan penjara.

Mereka dinilai bersalah melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap

orang yang mengakibatkan meninggal dunia sebagaimana diatur Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP dalam dakwaan tunggal JPU.

Atas tuntutan itu, para terdakwa yang didampingi penasehat hukum dari Pos Bantuan Hukum Peradi Denpasar langsung menyampaikan pembelaan secara lisan.

Pada intinya memohon keringanan hukuman serta menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban.

Beruntung, setelah sidang hakim tunggal Engeliky Handajani Day, berusaha meredakan situasi dengan memediasi pihak keluarga korban dan keluarga para terdakwa untuk berdamai.

Hakim yang dikenal tegas itu mengatakan, berulang-ulang sudah menjelaskan bahwa anak ini medapat perlakuan khusus dari negara.

“Perlakuan khusus itu bukan dari saya, tapi dari negara. Kita tidak bisa kembalikan nyawa, itu menjadi kewenangan Tuhan, yang sekarang kita pikirkan

bagaimana anak-anak ini menjadi baik itu yang kita pikirkan. Karena  hukum di Indonesia ini bukan untuk mata diganti mata, gigi diganti gigi,” ujar hakim yang akrab disapa Bu Kiki itu.

Berkat penjelasan Engeliky, proses mediasi itu berjalan lancar. Pihak keluarga terdakwa kemudian meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban dan memberi uang sebagai tanda bela sungkawa.

Tampak, ibu-ibu dari para terdakwa menyalani satu per satu pihak keluarga korban. “Saudara-saudara yang dari Sumba yang mau menerima pemberian ini,

saya ingatkan bukan untuk ganti nyawa tapi semata-mata untuk menunjukan penyesalan dari pihak keluarga,” imbuh hakim.

Sementara salah satu perwakilan dari pihak keluarga korban mengatakan bahwa pihaknya sudah menerima dengan iklas permintaan maaf dari keluarga para terdakwa.

“Kami sudah menerima dengan iklas, tapi ibu-ibu juga harus berjanji untuk mendidik anak-anaknya dengan baik,

bukan untuk jadi preman. Kalau mau jadi preman kami juga bisa, tapi kami tidak mau lakukan,” terang pria asal Sumba Barat itu.

Sekadar mengingatkan, kasus yang menjerat para terdakwa anak ini terjadi pada 10 Januari 2018 sekitar pukul 04.00, di Jalan Raya Dalung Kwanji, depan SD Emanuel, Desa Dalung, Kuta Utara Badung.

Kala itu, para terdakwa sedang berjalan bersama-sama dengang mengendarai sepeda motor. Lalu, anak SGI dan YA melihat korban Adrius yang sedang berboncengan dengan Ayub Kedu Lere melintas mengunakan sepeda motor.

Keduanya mengejar korban dengan maksud untuk meminta rokok, namun tidak dihirau korban.

Keduanya kemudian memanggil teman-temannya untuk menjegat korban sehingga berujung pada kasi penganiyaan yang mengakibat korban Darius meninggal dunia.

DENPASAR – Tuntutan relatif ringan diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar terhadap delapan anak baru gede (ABG) yang menjadi terdakwa kasus penganiyaan hingga mengakibatkan korban Darius Taba Kababa, 32, tewas.

Kelompok “begal anak” itu dituntut variatif. Tuntutan paling tinggi yaitu pidana penjara selama 5 tahun.

Kontan saja, tuntutan ringan itu membuat keluarga korban yang hadir dalam sidang di PN Denpasar kemarin (24/10) tidak terima.

Meski sidang digelar secara tertutup, suasana sempat memanas karena keluarga korban protes pada JPU.

Dalam surat tuntutan JPU, para terdakwa yang masih berstatus anak dibawah umur dengan inisial SGI, 14, dan AN, 16, dituntut masing-masing 5 tahun penjara.

Sementara DR, 15; YD, 15; AR, 16; FAP, 16; dan MH, 16, masing-masing dituntut 3 tahun dan 6 bulan. Sedangkan dalam surat tuntutan yang terpisah  IF, 15, dituntut 4 tahun 6 bulan penjara.

Mereka dinilai bersalah melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap

orang yang mengakibatkan meninggal dunia sebagaimana diatur Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP dalam dakwaan tunggal JPU.

Atas tuntutan itu, para terdakwa yang didampingi penasehat hukum dari Pos Bantuan Hukum Peradi Denpasar langsung menyampaikan pembelaan secara lisan.

Pada intinya memohon keringanan hukuman serta menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban.

Beruntung, setelah sidang hakim tunggal Engeliky Handajani Day, berusaha meredakan situasi dengan memediasi pihak keluarga korban dan keluarga para terdakwa untuk berdamai.

Hakim yang dikenal tegas itu mengatakan, berulang-ulang sudah menjelaskan bahwa anak ini medapat perlakuan khusus dari negara.

“Perlakuan khusus itu bukan dari saya, tapi dari negara. Kita tidak bisa kembalikan nyawa, itu menjadi kewenangan Tuhan, yang sekarang kita pikirkan

bagaimana anak-anak ini menjadi baik itu yang kita pikirkan. Karena  hukum di Indonesia ini bukan untuk mata diganti mata, gigi diganti gigi,” ujar hakim yang akrab disapa Bu Kiki itu.

Berkat penjelasan Engeliky, proses mediasi itu berjalan lancar. Pihak keluarga terdakwa kemudian meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban dan memberi uang sebagai tanda bela sungkawa.

Tampak, ibu-ibu dari para terdakwa menyalani satu per satu pihak keluarga korban. “Saudara-saudara yang dari Sumba yang mau menerima pemberian ini,

saya ingatkan bukan untuk ganti nyawa tapi semata-mata untuk menunjukan penyesalan dari pihak keluarga,” imbuh hakim.

Sementara salah satu perwakilan dari pihak keluarga korban mengatakan bahwa pihaknya sudah menerima dengan iklas permintaan maaf dari keluarga para terdakwa.

“Kami sudah menerima dengan iklas, tapi ibu-ibu juga harus berjanji untuk mendidik anak-anaknya dengan baik,

bukan untuk jadi preman. Kalau mau jadi preman kami juga bisa, tapi kami tidak mau lakukan,” terang pria asal Sumba Barat itu.

Sekadar mengingatkan, kasus yang menjerat para terdakwa anak ini terjadi pada 10 Januari 2018 sekitar pukul 04.00, di Jalan Raya Dalung Kwanji, depan SD Emanuel, Desa Dalung, Kuta Utara Badung.

Kala itu, para terdakwa sedang berjalan bersama-sama dengang mengendarai sepeda motor. Lalu, anak SGI dan YA melihat korban Adrius yang sedang berboncengan dengan Ayub Kedu Lere melintas mengunakan sepeda motor.

Keduanya mengejar korban dengan maksud untuk meminta rokok, namun tidak dihirau korban.

Keduanya kemudian memanggil teman-temannya untuk menjegat korban sehingga berujung pada kasi penganiyaan yang mengakibat korban Darius meninggal dunia.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/