25.5 C
Jakarta
21 November 2024, 6:19 AM WIB

Main-main Tanah di Bali, Notaris Jaringan Mafia Tanah Diciduk Polda

DENPASAR – Ditreskrimum Polda Bali subdit II kembali membongkar kasus mafia tanah. Pelaku merupakan seorang notaris bernama I Putu Hamirta.

Pria asal Kelurahan Panjer, Denpasar, kelahiran 20 Oktober 1964 itu ditangkap karena menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta authentik dan sumpah palsu. 

Direktur Reskrimum Polda Bali Kombes Andi Fairan mengatakan, modus operandi tersangka mengajukan permohonan SHM pengganti dengan didahului membuat PPJB di Notaris dengan mentransaksikan menggunakan  foto copy SHM.

“Sedangkan pemilik tanah sebenarnya sudah meninggal dunia bernama Kho Tjau Tiam,” kata Kombes Andi Fairan, Selasa (26/11) siang.

Kasus ini terungkap setelah anak korban bernama Erwin Adi Arjana, 42, melaporkan kasus ini ke Polda Bali pada Oktober 2018 lalu dengan nomor laporan LP/368/X/2018/BALI/SPKT tgl 5 Oktober 2018.

Dari hasil penyelidikan, Polda Bali telah menetapkan satu tersangka pertama bernama I Made Kartika yang telah dilimpahkan kepada JPU Kejati Bali.

Dari pengembangan, Polda Bali kemudian menangkap oknun notaris, I Putu Hamirta. Kasus ini bermula pada 24 Februari 2015 lalu.

Saat itu terjadi transaksi antara A.A Ketut Gede (penjual) dengan Kho Tjauw Tiam terhadap SHM No 8842 atas nama A.A Kt Gede di notaris Putra Wijaya dan SHM tersimpan di notaris.

Kemudian tanggal 15 Okt 2016 A.A Ketut Gede meninggal dunia. Pada 4 April 2017 terjadi transaksi dengan obyek yang sama (Foto copy SHM No 8842) 

oleh tersangka Made Kartika (tersangka pertama) selaku pembeli dengan orang yang mengaku AA Ketut Gede (fiktif).

Tersangka Made kartika membawa KK, dan KTP penjual kepada notaris. Selanjutnya notaris, I Putu Hamirta (tersangka ke-2) berangkat ke Jakarta meminta tanda tangan penjual untuk di PPJB dan notaris membuatkan kwitansi lunas.

Padahal, notaris  tidak pernah melihat bukti pembyaran. Dan pembeli juga tidak pernah lihat dan kuasai SHM yang asli.

Berdasar PPJB No 4 dan Kuasa No 5 tanggal 04 April 2017 yang dibuat di notaris I putu Hamirta, kemudian pada 12 Oktober 2017, tersangka I Made Kartika membuat surat pernyataan kehilangan SHM 8842  dan buat laporan kehilangan di Polresta Denpasar. 

“Kemudian tersangka I Made Kartika memohon penerbitan SHM pengganti atas SHM 8842. Selanjutnya pada 13 Desember 2017 terbit SHM pengganti atas nama AA Ketut Gede,” terang Kombes Andi Fairan.

Pada tanggal Juni 2018 diketahui oleh korban telah terbit sertifikat pengganti. Padahal, sertifikat asli masih tersimpan pada Notaris Putra Wijaya dan tanggal 5 Oktotber 2018, korban melapor ke Polda Bali.

Dari penangkapan tersangka, Polda Bali mengamankan barang bukti berupa cap stempel notaris, salinan PPJB no 4 dan Kuasa No 5

tanggal 4 April 2017, asli Foto copy SHM yg di stempel oleh notaris Hamirta dan kuitansi lunas sebanyak 4 lembar.

Kini pelaku dikenai pasal 263 (1)(2), pasal 266 (1)(2), pasal 264 ayat 1 ke 1e, pasal 56 ke 1e dan pasal 88 KUHP tentang tindak pidana membuat surat palsu,

memalsukan surat, menggunakan surat palsu, menempatkan keterangan palsu ke dalam akte autentik, memalsukan surat autentik, membantu melakukan kejahatan dan melakukan permufakatan jahat secara bersama-sama. 

DENPASAR – Ditreskrimum Polda Bali subdit II kembali membongkar kasus mafia tanah. Pelaku merupakan seorang notaris bernama I Putu Hamirta.

Pria asal Kelurahan Panjer, Denpasar, kelahiran 20 Oktober 1964 itu ditangkap karena menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta authentik dan sumpah palsu. 

Direktur Reskrimum Polda Bali Kombes Andi Fairan mengatakan, modus operandi tersangka mengajukan permohonan SHM pengganti dengan didahului membuat PPJB di Notaris dengan mentransaksikan menggunakan  foto copy SHM.

“Sedangkan pemilik tanah sebenarnya sudah meninggal dunia bernama Kho Tjau Tiam,” kata Kombes Andi Fairan, Selasa (26/11) siang.

Kasus ini terungkap setelah anak korban bernama Erwin Adi Arjana, 42, melaporkan kasus ini ke Polda Bali pada Oktober 2018 lalu dengan nomor laporan LP/368/X/2018/BALI/SPKT tgl 5 Oktober 2018.

Dari hasil penyelidikan, Polda Bali telah menetapkan satu tersangka pertama bernama I Made Kartika yang telah dilimpahkan kepada JPU Kejati Bali.

Dari pengembangan, Polda Bali kemudian menangkap oknun notaris, I Putu Hamirta. Kasus ini bermula pada 24 Februari 2015 lalu.

Saat itu terjadi transaksi antara A.A Ketut Gede (penjual) dengan Kho Tjauw Tiam terhadap SHM No 8842 atas nama A.A Kt Gede di notaris Putra Wijaya dan SHM tersimpan di notaris.

Kemudian tanggal 15 Okt 2016 A.A Ketut Gede meninggal dunia. Pada 4 April 2017 terjadi transaksi dengan obyek yang sama (Foto copy SHM No 8842) 

oleh tersangka Made Kartika (tersangka pertama) selaku pembeli dengan orang yang mengaku AA Ketut Gede (fiktif).

Tersangka Made kartika membawa KK, dan KTP penjual kepada notaris. Selanjutnya notaris, I Putu Hamirta (tersangka ke-2) berangkat ke Jakarta meminta tanda tangan penjual untuk di PPJB dan notaris membuatkan kwitansi lunas.

Padahal, notaris  tidak pernah melihat bukti pembyaran. Dan pembeli juga tidak pernah lihat dan kuasai SHM yang asli.

Berdasar PPJB No 4 dan Kuasa No 5 tanggal 04 April 2017 yang dibuat di notaris I putu Hamirta, kemudian pada 12 Oktober 2017, tersangka I Made Kartika membuat surat pernyataan kehilangan SHM 8842  dan buat laporan kehilangan di Polresta Denpasar. 

“Kemudian tersangka I Made Kartika memohon penerbitan SHM pengganti atas SHM 8842. Selanjutnya pada 13 Desember 2017 terbit SHM pengganti atas nama AA Ketut Gede,” terang Kombes Andi Fairan.

Pada tanggal Juni 2018 diketahui oleh korban telah terbit sertifikat pengganti. Padahal, sertifikat asli masih tersimpan pada Notaris Putra Wijaya dan tanggal 5 Oktotber 2018, korban melapor ke Polda Bali.

Dari penangkapan tersangka, Polda Bali mengamankan barang bukti berupa cap stempel notaris, salinan PPJB no 4 dan Kuasa No 5

tanggal 4 April 2017, asli Foto copy SHM yg di stempel oleh notaris Hamirta dan kuitansi lunas sebanyak 4 lembar.

Kini pelaku dikenai pasal 263 (1)(2), pasal 266 (1)(2), pasal 264 ayat 1 ke 1e, pasal 56 ke 1e dan pasal 88 KUHP tentang tindak pidana membuat surat palsu,

memalsukan surat, menggunakan surat palsu, menempatkan keterangan palsu ke dalam akte autentik, memalsukan surat autentik, membantu melakukan kejahatan dan melakukan permufakatan jahat secara bersama-sama. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/