DENPASAR– Kasus dugaan korupsi LPD Sangeh, Badung, dengan kerugian Rp 70 miliar memunculkan cerita menarik dari nasabahnya. Salah satu nasabah kepada Jawa Pos Radar Bali mengaku sempat ditakut-takuti Ketua LPD Sangeh agar tidak membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Katanya kalau ini sampai ke ranah hukum dan masuk penjara, uang nasabah tidak akan dikembalikan,” ujar salah satu nasabah yang meminta namanya tidak ditulis, kemarin (27/6).
Nasabah yang tinggal di luar Sangeh itu mengaku mendepositkan uangnya setengah miliar lebih. Karena takut uangnya hilang, dia sempat diam. Namun, setelah sekian lama tidak ada kejelasan, dirinya ikut membawa kasus ini ke ranah hukum. “Saya juga sudah dimintai keterangan jaksa sebagai saksi,” ucapnya.
Menurut sumber, jika dibandingkan nasabah lainnya, jumlah depositnya yang ratusan juta itu kecil. Sebab, masih banyak nasabah yang mendopsitkan uangnya hingga miliaran rupiah.
Mereka yang mendepositkan uangnya itu kebanyakan kontraktor besar yang tinggal di Denpasar dan sekitarnya. Para nasabah itu menaruh uangnya di LPD Sangeh lantaran tergiur bunga besar yang ditawarkan. “Umumnya bunga deposito 0,6 persen per bulan. Tapi, di LPD Sangeh berani ngasih 1 persen setiap bulannya. Saya naruh Rp 600 juta saja, setiap bulannya sudah dapat bunga lumayan,” beber sumber.
Awalnya penarikan bunga lancar setiap bulan. Namun, lanjut sumber, beberapa waktu berjalan bunga tidak bisa dicairkan. Bahkan, uang simpanan juga tidak bisa ditarik. Tak pelak, para nasabah pun mulai kelimpungan. “Banyak yang sakit, bahkan ada yang sampai stroke karena uangnya miliaran tidak bisa ditarik,” imbuhnya.
Sumber mengaku mendapat informasi uang deposito nasabah diduga dipakai bisnis properti oleh pengurus LPD. Modusnya uang diputar untuk membeli tanah di sejumlah tempat di Bali. Seperti di Kabupaten Tabanan dan Karangasem. Tanah kemudian dibangun dan dijual kembali dengan harapan mendapat keuntungan tinggi. Namun, belakangan harga tanah dan properti terpuruk. Apalagi ditambah pandemi. Walhasil, uang tidak bisa kembali diputar. Buntutnya uang nasabah tidak bisa ditarik.
Para nasabah saat ini mempercayakan proses penyidikan pada Kejati Bali. “Permintaan kami hanya satu, uang kami bisa dikembalikan karena itu adalah hak kami,” tukasnya.
Sayangnya, Ketua LPD Sangeh I Nyoman Agus Aryadi saat dihubungi melalui nomor telepon 081337525xxx tidak aktif.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Bali A Luga Harlianto mengatakan, sudah ada 35 orang saksi diperiksa. Pemeriksaan puluhan saksi itu untuk mengurai peran tersangka berinisial AA.
Ditanya tentang pelacakan aset LPD Sangeh yang ada di luar Desa Sangeh, Luga menyebut penyidik masih terus melakukan pendalaman. Mantan Kacabjari Nusa Penida, Klungkung, itu mengungkapkan, segala hal yang digunakan sebagai alat atau hasil dari kejahatan akan disita penyidik.
Luga juga meminta para nasabah dan pihak terkait terus memberikan informasi pada penyidik jika memiliki data atau mendapat informasi tentang dugaan korupsi LPD Sangeh. Caranya dengan melapor ke Kejati Bali. “Kami tetap menerima segala informasi dari nasabah atau masyarakat. Informasi itu kemudian akan konfirmasi, sehingga diketahui terkait tidaknya dengan perbuatan tersangka,” tegas Luga.
Penyidik menetapkan AA sebagai tersangka pada 31 Mei 2022. Informasi yang digali koran ini, AA adalah Ketua LPD Sangeh. Dia menjadi orang yang paling bertanggungjawab dalam kasus rasuah ini. Namun, saat ditanya jabatan AA sebagai Ketua LPD, Luga enggan menjelaskan detail.
“Intinya tersangka adalah salah satu pengurus LPD Sangeh. AA menjabat sebagai pengurus LPD Sangeh selama 31 tahun, sejak 1991 hingga saat ini,” jelas Luga.
Tersangka melakukan perbuatan culasnya pada 2016 hingga 2020. Salah satu modusnya yaitu membuat kredit fiktif alias palsu.
Ditanya apakah ada keterlibatan pihak lain, atau tersangka bermain seorang diri, Luga menyebut terbuka lebar keterlibatan pihak lain. Karena itu penyidik memasang Pasal 55 KUHP atau pasal ikut serta. Artinya, perbuatan dilakukan lebih dari satu orang.
“Sangat mungkin ada tersangka lain. Tentu semua bergantung hasil penyidikan dan alat bukti yang ada,” tukas Luga.
Sementara pasal yang disangkakan, penyidik memasang Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penyidik juga memasang Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama. Tak hanya itu, penyidik juga memasang Pasal 9 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (san)