DENPASAR – Ketegangan mewarnai suasana sidang gugatan pembangunan PLTU tahap dua Celukan Bawang dengan tergugat gubernur Bali di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, kemarin (28/6).
Semua bermula ketika empat saksi dari pihak tergugat dihadirkan. Sidang pun berjalan cukup panas. Bahkan, hakim nyaris mengusir pembela hukum dari pihak tergugat dan penggugat.
Perdebatan sengit antara pengacara kondang Hotman Paris dari pengacara pihak tergugat dengan Wayan “Gendo” Suardana dari pihak penggugat pun
tak dapat dielakkan ketika mendengar kesaksian pertama dari M. Ashari yang berprofesi sebagai perbekel Celukan Bawang.
Dalam sidang di hadapan Hakim Ketua A.K Setiyono, saksi M. Ashari mengungkapkan undangan untuk sosialisasi tanggal 28 Agustus 2016 hanya melalui lisan dan dilakukan sehari sebelumnya yaitu pada 27 Agustus 2016.
Selain itu, undangan hanya disampaikan secara lisan pada kepala Dusun Pungkukan, sedangkan kepala dusun lain tidak mendapat undangan sehingga tidak menghadirkan warganya.
“Memang sudah biasa di Celukan Bawang memberikan undangan sehari sebelumnya secara lisan. Kebetulan saat itu hanya kepala Dusun Pungkukan yang masuk kantor,” ungkap saksi.
Hal ini mengundang reaksi keras dari penggugat Gendo Suardana karena seharusnya undangan untuk sosialisasi diberikan kepada seluruh warga yang ada di sekitar PLTU Celukan Bawang.
“Apakah Anda tidak berusaha menghubungi kepala dusun dan RT yang lain melalui telepon untuk ikut sosialisasi?,” tanya Gendo yang baru tergabung sebagai penggugat.
“Tidak, karena saat itu hanya Kadus Punggukan yang masuk kantor,” jawab M. Ashari. Terjadi saling adu argumen antara Gendo dan Hotman Paris sebagai penasihat hukum tergugat.
Menurut Hotman pertanyaan Gendo terlalu menyudutkan saksi. Namun, Gendo bersikeras bahwa seharusnya saksi M. Ashari
selaku perbekel (Kepala Desa, Red) mengundang seluruh kepala dusun dan warga terdampak dalam sosialisasi yang dilakukan.
Karena situasi mulai tidak kondusif, Hakim Ketua A.K Setiyono berulang kali memukulkan palu sidang agar penggugat dan pihak tergugat bisa tenang.
“Saudara penggugat dan tergugat mohon tenang, ini giliran penggugat untuk bertanya. Kalau tidak saya akan keluarkan Anda berdua,” tegurnya.
Dalam sidang kemarin, M. Ashari juga menyebut proses sosialisasi pembangunan PLTU Celukan Bawang pada tanggal 28 Agustus 2016 hanya dihadiri oleh 25 orang dari 2 RT,
padahal total populasi Desa Celukan Bawang adalah sebanyak 5.461 warga di 23 RT yang tersebar di tiga dusun.
Menurut Gendo, seluruh keterangan saksi yang dihadirkan oleh Tergugat II Intervensi (PT. PLTU Celukan Bawang) sejatinya menguatkan dalil gugatan bahwa proses penerbitan izin lingkungan tidak sah secara hukum.
“Proses sosialisasi unprosedural dan terkesan sekedar formalitas, sehingga hal menunjukan bahwa proses penerbitan izin lingkungan tidak sesuai asas partisipasi.
Terlebih, undangan sosialisasi hanya diberikan sehari sebelum sosialisasi sehingga hal tersebut semakin menguatkan dalil kami,” herannya.
Hal senada juga diungkapkan Dewa Putu Adnyana, perwakilan LBH Bali kemarin. Menurutnya, persidangan hari ini (kemarin, Red)
menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan pihak PLTU terkesan formalitas untuk memenuhi persyaratan dokumen amdal.
“Bayangkan, hanya 23 orang warga yang dilibatkan dalam proses sosialiasi, padahal ada 4 desa yang masuk sebagai wilayah yang terkena dampak, yaitu Desa Celukan Bawang, Tinga – Tinga, Pangulon, dan Tukad Sumaga,” ujarnya.
Menurutnya, izin lingkungan yang didasari oleh tahapan sosialisasi seperti ini harusnya dibatalkan oleh hakim karena sosialisasi
pembangunan proyek sebesar ini hanya dihadiri oleh kurang dari 1 persen populasi Desa Celukan Bawang.Sidang akan dilanjutkan kembali Kamis (5/6) dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari tim penggugat.