29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 11:30 AM WIB

Malu Jadi Tontotan Warga dan Keluarga, Lima Emak-Emak Kompak Nangis

DENPASAR – Lima emak-emak terdakwa korupsi dana LPD Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, mulai menjalani sidang perdana secara berjamaah di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (30/4).

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu, kelima terdakwa kompak meneteskan air mata.

Selain meneteskan air mata, mereka malu karena disaksikan keluarga dan jadi tontotan warga Kelurahan Kapal.

Sesuai surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Wayan Suardi di depan Majelis Hakim yang diketuai Esthar Oktavi,

kelima terdakwa yakni masing-masing Ni Kadek Ratna Ningsih, 38; Ni Wayan Suardiani, 36; Ni Made Ayu Ardianti, 42; Ni Nyoman Sudiasih, 36; dan Ni Luh Rai Kristianti, 50, (berkas terpisah) dinilai telah merugikan keuangan negara hingga Rp 15 miliar.

Modus yang dilakukan terdakwa yang bertugas sebagai kolektor atau juru tagih itu yakni dengan menyelewengkan dana nasah dengan tidak menyetor ke kas LPD.

Namun uang yang dipungut dari nasabah itu digunakan para terdakwa untuk kepentingan sendiri atau  pribadi.

 “Terdakwa secara melawan hukum tidak menyetorkan sebagian uang hasil pungutan ke kas LPD Desa Kapal kemudian mendapat kredit yang tidak sesuai prosedur serta membuat seolah-olah kredit tersebut menjadi lunas,” beber JPU di muka majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi.

Dibanding empat terdakwa lain, terdakwa Rai Kristianti paling banyak menilep uang. Selaku kolektor LPD Desa Kapal terhitung sejak tahun 2001 hingga tahun 2012 telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 5 miliar. Tepatnya Rp 5.020.102.760.

Sejak diangkat menjadi karyawan LPD Desa Kapal sejak tahun 2001 sebagai kolektor di lingkungan Banjar Jeluk dan Banjar Basang Tamiang dengan tugas mencari nasabah dan memungut dana tabungan, serta membuat laporan dan membuat setoran ke kasir.

Namun dalam perjalannya, terdakwa malah menyalahgunakan jabatan yang diembannya itu dengan tidak menyetorkan uang hasil pungutan ke kas, membuat penarikan tabungan fiktif hingga membuat deposito palsu.

“Uang nasabah yang diperoleh dari perbuatan sebagaimana disebut diatas diperngunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terdakwa dan keluarganya,” beber JPU.

Hal serupa juga dilakukan ke empat terdakwa lainnya. Masing-masing juga telah memperkaya diri sendiri. Di antaranya, terdakwa Ni Kadek Ratna Ningsih sebesar Rp 2,2 miliar; Ni Wayan Suwardiani sebesar Rp 246,3 juta; Ni Made Ayu Arsianti sebesar Rp 272,8 juta; dan I Nyoman Ni Nyoman Sudiasih sebsar Rp 400 juta.

Sebagaimana laporan hasil audit perhitungan kerugian perekonomian negara dari kantor Akuntan Publik K GUNARSA No:73/ LAK/KG/VIII/2017 tangga 18 Agustus 2017, para terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 15.352.058.925.

Atas perbuatannya itu, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 9, juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Para terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya yaitu I Komang Sutama dan Made Sudjana, tidak merasa keberatan sehingga sidang dapat dilanjutkan ke pembutian denga menghadirkan para saksi, Selasa (7/5) mendatang.

Usai dibacakan dakwaan, para terdakwa juga menangis sigsigan. Keluarga terdakwa yang datang sebagian juga tampak berkaca-kaca.

Hakim meminta JPU langsung pembuktian dengan menghadirkan saksi.  JPU menyebut saksi yang akan dihadirkan sebanyak 25 orang. “Terdakwa, tidak usah tegang dulu, ya. Terdakwa santai dulu, ya, karena sidang dilanjutkan pekan depan,” pinta hakim Esthar lantas mengetuk palu tanda sidang berakhir.

DENPASAR – Lima emak-emak terdakwa korupsi dana LPD Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, mulai menjalani sidang perdana secara berjamaah di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (30/4).

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu, kelima terdakwa kompak meneteskan air mata.

Selain meneteskan air mata, mereka malu karena disaksikan keluarga dan jadi tontotan warga Kelurahan Kapal.

Sesuai surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Wayan Suardi di depan Majelis Hakim yang diketuai Esthar Oktavi,

kelima terdakwa yakni masing-masing Ni Kadek Ratna Ningsih, 38; Ni Wayan Suardiani, 36; Ni Made Ayu Ardianti, 42; Ni Nyoman Sudiasih, 36; dan Ni Luh Rai Kristianti, 50, (berkas terpisah) dinilai telah merugikan keuangan negara hingga Rp 15 miliar.

Modus yang dilakukan terdakwa yang bertugas sebagai kolektor atau juru tagih itu yakni dengan menyelewengkan dana nasah dengan tidak menyetor ke kas LPD.

Namun uang yang dipungut dari nasabah itu digunakan para terdakwa untuk kepentingan sendiri atau  pribadi.

 “Terdakwa secara melawan hukum tidak menyetorkan sebagian uang hasil pungutan ke kas LPD Desa Kapal kemudian mendapat kredit yang tidak sesuai prosedur serta membuat seolah-olah kredit tersebut menjadi lunas,” beber JPU di muka majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi.

Dibanding empat terdakwa lain, terdakwa Rai Kristianti paling banyak menilep uang. Selaku kolektor LPD Desa Kapal terhitung sejak tahun 2001 hingga tahun 2012 telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 5 miliar. Tepatnya Rp 5.020.102.760.

Sejak diangkat menjadi karyawan LPD Desa Kapal sejak tahun 2001 sebagai kolektor di lingkungan Banjar Jeluk dan Banjar Basang Tamiang dengan tugas mencari nasabah dan memungut dana tabungan, serta membuat laporan dan membuat setoran ke kasir.

Namun dalam perjalannya, terdakwa malah menyalahgunakan jabatan yang diembannya itu dengan tidak menyetorkan uang hasil pungutan ke kas, membuat penarikan tabungan fiktif hingga membuat deposito palsu.

“Uang nasabah yang diperoleh dari perbuatan sebagaimana disebut diatas diperngunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terdakwa dan keluarganya,” beber JPU.

Hal serupa juga dilakukan ke empat terdakwa lainnya. Masing-masing juga telah memperkaya diri sendiri. Di antaranya, terdakwa Ni Kadek Ratna Ningsih sebesar Rp 2,2 miliar; Ni Wayan Suwardiani sebesar Rp 246,3 juta; Ni Made Ayu Arsianti sebesar Rp 272,8 juta; dan I Nyoman Ni Nyoman Sudiasih sebsar Rp 400 juta.

Sebagaimana laporan hasil audit perhitungan kerugian perekonomian negara dari kantor Akuntan Publik K GUNARSA No:73/ LAK/KG/VIII/2017 tangga 18 Agustus 2017, para terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 15.352.058.925.

Atas perbuatannya itu, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 9, juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Para terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya yaitu I Komang Sutama dan Made Sudjana, tidak merasa keberatan sehingga sidang dapat dilanjutkan ke pembutian denga menghadirkan para saksi, Selasa (7/5) mendatang.

Usai dibacakan dakwaan, para terdakwa juga menangis sigsigan. Keluarga terdakwa yang datang sebagian juga tampak berkaca-kaca.

Hakim meminta JPU langsung pembuktian dengan menghadirkan saksi.  JPU menyebut saksi yang akan dihadirkan sebanyak 25 orang. “Terdakwa, tidak usah tegang dulu, ya. Terdakwa santai dulu, ya, karena sidang dilanjutkan pekan depan,” pinta hakim Esthar lantas mengetuk palu tanda sidang berakhir.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/