25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 1:38 AM WIB

Sebut Sandoz, Gung Alit: Tak Bisa Ketemu Gubernur Kalau Dana Tak Cair

DENPASAR – Sidang lanjutan perkara dugaan penipuan pengurusan perizinan pengembangan reklamasi kawasan Pelabuhan Teluk Benoa

dengan terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra alias Gung Alit kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu (31/7) siang.

Agendanya adalah mendengarkan keterangan terdakwa. Gung Alit menjawab dengan santai seluruh pertanyaan yang diajukan hakim, jaksa dan juga penasihat hukumnya.

Dalam sidang yang digelar hingga petang tersebut, Gung Alit kerap kali menyebut nama Sandoz (Anak eks Gubernur Mangku Pastika), Jayantara, dan Candra terlibat dalam kasus ini.

“Kami kan sudah bagi tugas, Candra mengurus segala administrasi, Jayantara yang presentasi ke desa adat dan pemerintah, dan Sandoz bertugas berkomunikasi,” tegasnya. 

Sedangkan Gung Alit mengaku mendapatkan tugas untuk meneruskan kesepakatan yang awalnya dibuat antara Sandoz dan Sutrisno sebagai pemiliki modal dan pelapor yang merasa dirugikan

“Saya meneruskan kesepakatan (perjanjian) tersebut karena Sandoz tak mau tanda tangan. Tugas saya menerima dana dari perusahaan untuk mendistribusikan ke Sandoz, Jayantara dan Candra,” katanya.

Dana pun telah dibagi. Di mana Sandoz total menerima Rp 8,3 miliar, Jayantara menerima Rp 2,6 miliar, Candra Wijaya menerima Rp 3 milliar dan Gung Alit sendiri menerima Rp 2,1 miliar.

Katanya untuk dana operasional mengurus izin. Yang menarik, setelah menerima pencarian dana tahap pertama, Sandoz dulu yang menerima 100.000 USD dan 100 juta.

Kata Gung Alit dipersidangan, Sandoz menyebut kalau dana tidak dicairkan, tidak bisa ketemu dengan Gubernur Mangku Pastika.

“Nah, biaya-biaya adalah kesepakatan Sutrisno dan Sandoz. Total Sandoz meminta Rp 100 miliar, namun akhirnya jadi Rp 80 miliar. Rp 80 miliar ini dibagi, Rp 30 miliar untuk mengurus izin, dan Rp 50 miliar untuk saham,” jelasnya.

Dari Rp 30 miliar itu, Sutrisno baru menyerahkan Rp 16,1 milliar dan sisanya dibayar setelah proyek ini jalan.

Karena proyek ini dapat dinyatakan gagal, sedangkan Gung Alit merasa perizinan prinsip sudah keluar, justru Gung Alit kini gugat balik Sutrisno secara perdata.

“Sesuai kesepakatan kan 30 Milliar. Ini baru dibayar 16,1 milliar. Sisanya kan belum. Ini anehnya. Kenapa saya yang justru dipidanakan. Makanya saya gugat balik secara perdata dan kini sedang dalam proses,” terangnya.

Terkait perjanjian yang tandatangani oleh Gung Alit, juga dikatakan perjanjian kesepakatan yang dihasilkan oleh tim. Yakni Gung Alit, Candra Wijaya, Sandoz dan Jayantara. 

Namun dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Raka Arimbawa maupun majelis hakim pimpinan Ida Ayu Adnya Dewi  menyoroti tentang tandatangan Gung Alit dalam perjanjian tersebut.

Dalam perjanjian penyelesaian izin tersebut juga di akui oleh Gung Alit, bahwa ditandatangani atas nama pribadi dan bukan sebagai direktur Bangun Segitiga Mas (BSM).

Gung Alit melakukan pembelaan bahwa hal itu dilakukannya karena percaya kepada tiga rekan lainnya, yakni Sandoz, Jayantara dan Candra mampu menyelesaikan izin ini bahkan dengan waktu 6 bulan seperti tertuang dalam perjanjian. 

“Dalam sidang sebagai saksi mereka berbohong. Sejak awal mereka yang mengatur. Ini seperti jebakan. Saya awalnya positif thinking.

Ketika pencairan, mereka sudah minta kepada saya. Saya yakin mereka akan melaksanakan ini,” pungkasnya. 

DENPASAR – Sidang lanjutan perkara dugaan penipuan pengurusan perizinan pengembangan reklamasi kawasan Pelabuhan Teluk Benoa

dengan terdakwa Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra alias Gung Alit kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu (31/7) siang.

Agendanya adalah mendengarkan keterangan terdakwa. Gung Alit menjawab dengan santai seluruh pertanyaan yang diajukan hakim, jaksa dan juga penasihat hukumnya.

Dalam sidang yang digelar hingga petang tersebut, Gung Alit kerap kali menyebut nama Sandoz (Anak eks Gubernur Mangku Pastika), Jayantara, dan Candra terlibat dalam kasus ini.

“Kami kan sudah bagi tugas, Candra mengurus segala administrasi, Jayantara yang presentasi ke desa adat dan pemerintah, dan Sandoz bertugas berkomunikasi,” tegasnya. 

Sedangkan Gung Alit mengaku mendapatkan tugas untuk meneruskan kesepakatan yang awalnya dibuat antara Sandoz dan Sutrisno sebagai pemiliki modal dan pelapor yang merasa dirugikan

“Saya meneruskan kesepakatan (perjanjian) tersebut karena Sandoz tak mau tanda tangan. Tugas saya menerima dana dari perusahaan untuk mendistribusikan ke Sandoz, Jayantara dan Candra,” katanya.

Dana pun telah dibagi. Di mana Sandoz total menerima Rp 8,3 miliar, Jayantara menerima Rp 2,6 miliar, Candra Wijaya menerima Rp 3 milliar dan Gung Alit sendiri menerima Rp 2,1 miliar.

Katanya untuk dana operasional mengurus izin. Yang menarik, setelah menerima pencarian dana tahap pertama, Sandoz dulu yang menerima 100.000 USD dan 100 juta.

Kata Gung Alit dipersidangan, Sandoz menyebut kalau dana tidak dicairkan, tidak bisa ketemu dengan Gubernur Mangku Pastika.

“Nah, biaya-biaya adalah kesepakatan Sutrisno dan Sandoz. Total Sandoz meminta Rp 100 miliar, namun akhirnya jadi Rp 80 miliar. Rp 80 miliar ini dibagi, Rp 30 miliar untuk mengurus izin, dan Rp 50 miliar untuk saham,” jelasnya.

Dari Rp 30 miliar itu, Sutrisno baru menyerahkan Rp 16,1 milliar dan sisanya dibayar setelah proyek ini jalan.

Karena proyek ini dapat dinyatakan gagal, sedangkan Gung Alit merasa perizinan prinsip sudah keluar, justru Gung Alit kini gugat balik Sutrisno secara perdata.

“Sesuai kesepakatan kan 30 Milliar. Ini baru dibayar 16,1 milliar. Sisanya kan belum. Ini anehnya. Kenapa saya yang justru dipidanakan. Makanya saya gugat balik secara perdata dan kini sedang dalam proses,” terangnya.

Terkait perjanjian yang tandatangani oleh Gung Alit, juga dikatakan perjanjian kesepakatan yang dihasilkan oleh tim. Yakni Gung Alit, Candra Wijaya, Sandoz dan Jayantara. 

Namun dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Raka Arimbawa maupun majelis hakim pimpinan Ida Ayu Adnya Dewi  menyoroti tentang tandatangan Gung Alit dalam perjanjian tersebut.

Dalam perjanjian penyelesaian izin tersebut juga di akui oleh Gung Alit, bahwa ditandatangani atas nama pribadi dan bukan sebagai direktur Bangun Segitiga Mas (BSM).

Gung Alit melakukan pembelaan bahwa hal itu dilakukannya karena percaya kepada tiga rekan lainnya, yakni Sandoz, Jayantara dan Candra mampu menyelesaikan izin ini bahkan dengan waktu 6 bulan seperti tertuang dalam perjanjian. 

“Dalam sidang sebagai saksi mereka berbohong. Sejak awal mereka yang mengatur. Ini seperti jebakan. Saya awalnya positif thinking.

Ketika pencairan, mereka sudah minta kepada saya. Saya yakin mereka akan melaksanakan ini,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/