Tradisi Mesuryak di Banjar Bongan Gede, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan, menjadi magnet tersendiri bagi warga sebagai
tradisi yang ditunggu setiap perayaan Hari Raya Kuningan, berebut uang, menyambutnya dengan penuh suka cita.
ZULFIKA RAHMAN, Tabanan
SEJAK pukul 08.00 pagi Sabtu kemarin (29/2), sepanjang jalanan banjar Bongan Gede tampak ramai. Dari kalangan anak-anak, muda mudi hingga usia tua juga terlihat ramai.
Usai melakukan persembahyangan merayakan hari Kuningan, puluhan masyarakat di banjar tersebut tak sabar menunggu tradisi Mesuryak digelar.
Mengenakan pakaian adat, mereka tampak sumringah. Berbekal tas selempang dan tas pinggang kecil untuk menampung uang hasil buruan saat tradisi Mesuryak itu berlangsung.
Tradisi ini menjadi tradisi turun temurun yang tidak pernah terlewatkan di banjar Bongan Gede. Tepat pukul 09.00, tradisi ini akhirnya dimulai.
Matahari sudsh meninggi dan cukup terik. Puluhan orang yang didominasi laki-laki muda itu mulai berebut untuk mendapatkan uang yang disebar pihak-pihak yang ingin menghaturkan uangnya dalam tradisi tersebut.
Nominal uangnya beragam, mulai dari dua ribuan hingga paling besar nominal seratus ribuan. Uang yang disebar rata-rata uang baru.
Untuk mendapat uang yang dihamburkan ke udara tidaklah gampang. Karena harus berhadapan dengan puluhan yang juga memiliki niat sama yakni mendapatkan uang.
Terkadang harus beradu fisik di udara. Tak jarang terjadi benturan antar sesama krama banjar Bongan Gede. Bahkan terkadang mengalami luka namun hanya luka lecet biasa.
Justru hal tersebut menjadi titik keseruan dalam mengikuti tradisi ini. Tanpa rasa marah, justru disambut suka cita dengan rasa persaudaraan.
Made Agus Suwarnata, 27, salah seorang warga yang ikut serta dalam tradisi itu tengah sibuk menghitung uang hasil buruannya yang tersimpan di dalam tas pinggang miliknya.
Pakaian yang dikenakan tampak basah oleh keringat. Sejak dimulai tradisi mesuryak itu hingga pertengahan dia memperkirakan uang yang didapat sekitar Rp 500 ribu.
Namun, dia masih menunggu beberapa krama yang belum menhaturkan sesari uang untuk tradisi tersebut dan masih ingin mengikuti Mesuryak.
“Sekitar Rp 500 ribu. Uangnya nanti dibagikan lagi ke saudara atau anak-anak yang belum berani mengikuti mesuryak ini.
Yang terpenting bukan berapa dapatnya tetapi makna dari tradisi ini. Berapapun dapatnya kecil atau besar bukan yang utama.
Yang penting suka cita dalam menyambut Kuningan dan sebagai wujud terimakasi pada Tuhan tentunya,” kata Agus.
Mesuryak sendiri merupakan tradisi yang hanya ada di Banjar Bongan Gede, walaupun di Desa Bongan terdapat 7 banjar.
Tradisi ini rutin dilaksanakan setiap 210 hari, atau 6 bulan dalam perhitungan kalender Bali, yakni setiap hari raya Kuningan.
Menurut keyakinan warga Bongan Gede ketika Hari Raya Galungan roh para leluhur mereka turun ke bumi sampai hari raya Kuningan.
“Mesuryak ini ungkapan simbolik salam perpisahan dengan roh para leluhur kembali ke alamnya,” kata Klian Adat Banjar Bongan Gede, Komang Suparman.
Suparman menjelaskan, tidak ada patokan jumlah uang dari sesari yang dihaturkan untuk tradisi ini. “Ini hanya simbolik dalam
bentuk uang saja yang disebar kepada krama banjar. Tetapi sebenarnya secara niskala, sesari yang dihaturkan sudah sampai ke leluhur,” jelasnya.
Untuk tahun ini diakui Suparman, kondisi ekonomi yang tengah lesu juga berimbas pada uang sesari yang disebarkan kepada masyarakat dalam tradisi Mesuryak ini.
Berkaca pada pelaksanaan tradisi Mesuryak terdahulu, nilai uang yang disebar per merajan bisa sampai belasan hingga puluhan juta.
“Untuk tahun ini mungkin sekitar 10 atau di angka delapan juta. Tapi itu kan bukan tidak menjadi masalah karena memang tidak ada patokan nominal,” tandas Suparman. (*)