Sang Made Suardika, 27, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dikurung di rumahnya di Banjar Galiran, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, sejak lima tahun lalu.
Kamis (1/3) lalu, Suardika terlihat tersenyum karena dia bebas dari kurungan. Pria yang gemar membuat porosan itu langsung dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali di Bangli.
IB INDRA PRASETIA, Bangli
KEDIAMAN Sang Made Suardika, di Banjar Galiran, Desa Jehem, ramai dikunjungi petugas dari beberapa instansi.
Hadir dari pihak RS Jiwa Bangli yang dipimpin Wadir Pelayanan I Dewa Gde Basudewa, Dinas Sosial Bangli I Nengah Sukarta, Camat Tembuku I Dewa Agung Putu Purnama, dan Kapolsek Tembuku AKP I Gede Sunjaya Wirya.
Dari pihak Suardika dihadiri oleh kerabat dan prajuru ada. Para petugas dan keluarga itu sedang melangsungkan penjajakan.
Petugas ini berharap Suardika bisa dilepas dari kurungan. Penjajakan sudah sempat dilakukan beberapa kali oleh petugas RSJP Bali, namun pihak keluarga tidak setuju bila Sang Made Suardika, dikeluarkan.
Dalam mediasi tersebut, pihak keluarga yang diwakili Sang Putu Adil, menyampaikan ada kekhawatiran pihak keluarga bila Sang Made Suardika dikeluarkan dari ruang isolasi itu.
Suardika dulu sempat mengamuk dan merusak barang-barang yang ada di rumah. “Takutnya saat di rawat di RSJ dia kabur, khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan,” ujar Sang Putu Adil.
Dari segi fisik, Suardika memang terlihat baik. “Tapi, soal kejiwaan, siapa yang bisa memastikan,” ujarnya khawatir.
Wadir Pelayanan RSJP Bali Dewa Basudewa, menyampaikan Suardika sebelumnya sempat dirawat di RSJ, pada September 2008 lalu.
Saat itu yang bersangkutan hanya melakukan kontrol. Kemudian Juli 2013, kembali mendapat perawatan di RSJ.
Sebelum ditempatkan pada ruang khusus, Suardika sempat dipasung pada September 2013. “Akhir tahun 2013, pasung dilepas dan yang bersangkutan di tempatkan pada bangunan tersendiri,” ungkapnya.
Suardika ini perlu perawatan yang intensif dan berkelanjutan. “Harus sering dikontrol, semoga setelah ini kondisi semakin membaik dalam perawatan dan pengawasan kami,” imbuhnya.
Setelah dicek, Suardika seperti mengalami trauma lantaran dikurung selama hampir 5 tahun. Camat Tembuku, Dewa Purnama menyampaikan,
pihak keluarga sudah setuju untuk proses perawatan di RSJP Bali, sebelumnya yang menjadi permasalahan terkait biaya perawatan.
“Untuk Kartu Indonesia Sehat (KIS) sedang diproses, sehingga pihak keluarga tidak perlu khawatir terkait biaya,” jelasnya usai mediasi.
Kapolsek Tembuku AKP Sunjaya Wirya menambahkan, untuk surat pernyataan yang dibuat pihak keluarga ada empat point,
yang mana pihak keluarga mengizinkan yang bersangkutan dikeluarkan namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pihak keluarga tidak bertanggungjawab.
“Ada beberapa point dalam surat pernyataan tersebut, pihak keluarga tidak bisa bertanggungjawab atas penderita Sang Made Suardika, bila melakukan tindak perusakan atau hal lain yang mengakibatkan kerugian,” jelasnya.
Sang Made Suardika, selama dikurung menempati satu bangunan. Di dalam ruangan itu langsung berisi kamar mandi.
Di pekarangan tersebut Sang Made Suardika tinggal bersama paman dan bibi, Sang Guru Linggih dan Sang Biang Linggih.
Sementara ibunya yakni Sang Made Lami sudah kembali ke rumah bajang, dan kakaknya juga sudah menikah.
Sang Made Suardika sendiri terlihat seperti orang normal, saat diajak berkomunikasi tampak nyambung. “Penjara” tempat mengisolasi Suardika juga tampak bersih.
Anak kedua dari pasangan suami istri almarhum Sang Made Lama dan Sang Made Lami menempati bangunan ukuran 3 x 4 meter.
Di dalam ruang tersebut terdapat buku-buku, mulai dari buku agama hingga cerita anak-anak. Di dalam kamar juga menyatu dengan kamar mandi.
Kesehariannya, untuk melepas bosan, Suardika ini rutin membuat bahan banten. Suardika membuat porosan yang terdiri dari daun sirih yang di isi kapur, untuk kelengkapan canang.
Selama ini, ada saja yang membeli porosan buatan Suardika. Kemudian hasilnya digunakan untuk membeli sabun mandi dan perlengkapan mandi lainnya.
“Ada keponakan yang saya dimintai tolong membelikan sabun,” ujarnya. Sementara untuk makan sehari-hari, Suardika diberikan makan oleh paman dan bibinya.
Pria yang sempat sekolah hingga bangku SMK ini mengatakan bila tidak ada yang memberikan makan, maka dia akan puasa.
Kalau sudah tidak tahan dia terpaksa meminum air keran. “Kalau air mati, benar-benar kelaparan, tapi saya tidak mau teriak-teriak untuk minta makan,” ujar Suardika.
Di dalam ruangan isolasi itu, dia pun biasa mencuci pakaian sendiri. Selanjutnya untuk menjemur dibantu oleh bibinya.
Sebelum di bawa ke RSJ, Sang Made Suardika sempat menunjukkan lukisan Dewa Wisnu yang dibuat di atas selembar kertas karton.
“Lukisannya belum jadi, ini baru sketsa saja,” ucapnya sembari menunjukkan lukisan tersebut. Sang Made Suardika dekat dengan anak-anak, meski dibalik jeruji dia rupanya mampu mengajarkan membaca dan menghitung.
Tidak terlihat seperti orang yang sakit. Sebelum berangkat Sang Made Suardika menyempatkan diri untuk sembahyang di Merajan. Suasana haru begitu terasa saat dia berpamitan dengan paman dan bibinya.