33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 14:10 PM WIB

Belajar Menulis Dengan Papan Tanah, Rilis Buku Motivasi Jalani Hidup

Agus Setiawan, 33, penyandang disabilitas asal Banjar Dinas Yeh Anakan, Desa Banjarasem, menulis buku keduanya. Meski dalam kondisi yang serba terbatas, Agus tetap bersemangat menuntaskan karyanya itu. Seperti apa?

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

BUKU kedua Agus Setiawan itu diberi judul Mengusir Gelap Dengan Cahaya. Buku tersebut berisi kumpulan kata-kata motivasi yang ditulis Agus Setiawan sejak beberapa tahun terakhir.

Total ada 209 kalimat motivasi yang terangkum dalam 210 halaman buku. Ditemui di rumahnya siang kemarin (1/4), Agus mengatakan kalimat motivasi itu sudah ditulis sejak lama.

Sebagian tersimpan dalam catatan. Sebagian lainnya tersimpan pada dinding halaman facebook milik Agus.

“Banyak kalimat-kalimat motivasi yang saya tulis. Sebelum punya facebook saya juga sudah menulis itu. Belakangan ini ada juga yang saya tulis di facebook,” ungkap Agus.

Awalnya Agus tak berencana membuat buku. Namun setelah melihat respons atas buku pertamanya, ia pun tergerak menulis buku kedua. Materinya pun sudah ada dan terkumpul dengan baik.

Agus sengaja menulis kalimat-kalimat motivasi, sebagai sarana berbagi pada masyarakat umum. Ia juga terinspirasi dari kisah hidup dirinya dan adiknya sebagai penyandang disabilitas yang tidak mudah.

Dalam keterbatasan, motivasi-motivasi itu terus membuat ia dan keluarganya bertahan hingga kini. Ia sempat mengenang kisah awal saat ia baru belajar baca tulis.

Agus yang tak pernah mengenyam bangku sekolah, hanya diajari baca, tulis, dan hitung oleh ibunya. Cara belajarnya pun sederhana. Hanya mengandalkan ranting dan tanah.

“Jadi dulu saya belajar menulis itu, papannya ya tanah. Pulpennya ya ranting pohon itu. Diajari ibu saya. Tidak pernah sekolah sama sekali,” katanya.

Dari segi materi tulisan, Agus sebenarnya tak mengalami kesulitan. Tantangannya justru saat harus menyalin tulisan itu ke komputer. Sebab hanya jari jempol tangan kanannya saja yang bisa digerakkan.

“Bisa dibilang materinya mulai dikumpulkan setahun terakhir. Mengumpulkannya pelan-pelan, sesuai kemampuan saja. Buku kedua ini semacam penyemangat dan motivasi bagi orang lain, agar bisa terus berkarya,” ceritanya.

Dalam proses produksi, Agus mengaku semuanya dilakukan secara swadaya. Sebagian keuntungan dari buku pertama, digunakan sebagai modal mencetak buku kedua.

Dalam memasarkannya pun, ia hanya mengandalkan media sosial. Sebanyak 10 persen dari hasil keuntungan penjualan buku itu, ia salurkan pada penyandang disabilitas lain.

Untuk tahap awal, buku keduanya itu baru dicetak sebanyak seribu eksemplar. Sementara buku pertamanya yang berjudul Berjuang Menembus Kemelut Kehidupan, telah terjual sebanyak 3.450 eksemplar.

Sekadar diketahui, Agus Setiawan merupakan sulung dari empat bersaudara. Buah hati dari pasangan Komang Warsiki dan mendiang Ketut Punia.

Adiknya, Kadek Windari juga penyandang disabilitas. Berbeda dengan kakaknya, Windari memilih terjun sebagai pelukis.

Dalam sebulan, Windari biasanya memproduksi dua buah lukisan. Lukisan karya Windari pun telah menembus pasar internasional, seperti Australia, Singapura, Inggris, Portugal, dan Amerika Serikat. (*)

Agus Setiawan, 33, penyandang disabilitas asal Banjar Dinas Yeh Anakan, Desa Banjarasem, menulis buku keduanya. Meski dalam kondisi yang serba terbatas, Agus tetap bersemangat menuntaskan karyanya itu. Seperti apa?

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

BUKU kedua Agus Setiawan itu diberi judul Mengusir Gelap Dengan Cahaya. Buku tersebut berisi kumpulan kata-kata motivasi yang ditulis Agus Setiawan sejak beberapa tahun terakhir.

Total ada 209 kalimat motivasi yang terangkum dalam 210 halaman buku. Ditemui di rumahnya siang kemarin (1/4), Agus mengatakan kalimat motivasi itu sudah ditulis sejak lama.

Sebagian tersimpan dalam catatan. Sebagian lainnya tersimpan pada dinding halaman facebook milik Agus.

“Banyak kalimat-kalimat motivasi yang saya tulis. Sebelum punya facebook saya juga sudah menulis itu. Belakangan ini ada juga yang saya tulis di facebook,” ungkap Agus.

Awalnya Agus tak berencana membuat buku. Namun setelah melihat respons atas buku pertamanya, ia pun tergerak menulis buku kedua. Materinya pun sudah ada dan terkumpul dengan baik.

Agus sengaja menulis kalimat-kalimat motivasi, sebagai sarana berbagi pada masyarakat umum. Ia juga terinspirasi dari kisah hidup dirinya dan adiknya sebagai penyandang disabilitas yang tidak mudah.

Dalam keterbatasan, motivasi-motivasi itu terus membuat ia dan keluarganya bertahan hingga kini. Ia sempat mengenang kisah awal saat ia baru belajar baca tulis.

Agus yang tak pernah mengenyam bangku sekolah, hanya diajari baca, tulis, dan hitung oleh ibunya. Cara belajarnya pun sederhana. Hanya mengandalkan ranting dan tanah.

“Jadi dulu saya belajar menulis itu, papannya ya tanah. Pulpennya ya ranting pohon itu. Diajari ibu saya. Tidak pernah sekolah sama sekali,” katanya.

Dari segi materi tulisan, Agus sebenarnya tak mengalami kesulitan. Tantangannya justru saat harus menyalin tulisan itu ke komputer. Sebab hanya jari jempol tangan kanannya saja yang bisa digerakkan.

“Bisa dibilang materinya mulai dikumpulkan setahun terakhir. Mengumpulkannya pelan-pelan, sesuai kemampuan saja. Buku kedua ini semacam penyemangat dan motivasi bagi orang lain, agar bisa terus berkarya,” ceritanya.

Dalam proses produksi, Agus mengaku semuanya dilakukan secara swadaya. Sebagian keuntungan dari buku pertama, digunakan sebagai modal mencetak buku kedua.

Dalam memasarkannya pun, ia hanya mengandalkan media sosial. Sebanyak 10 persen dari hasil keuntungan penjualan buku itu, ia salurkan pada penyandang disabilitas lain.

Untuk tahap awal, buku keduanya itu baru dicetak sebanyak seribu eksemplar. Sementara buku pertamanya yang berjudul Berjuang Menembus Kemelut Kehidupan, telah terjual sebanyak 3.450 eksemplar.

Sekadar diketahui, Agus Setiawan merupakan sulung dari empat bersaudara. Buah hati dari pasangan Komang Warsiki dan mendiang Ketut Punia.

Adiknya, Kadek Windari juga penyandang disabilitas. Berbeda dengan kakaknya, Windari memilih terjun sebagai pelukis.

Dalam sebulan, Windari biasanya memproduksi dua buah lukisan. Lukisan karya Windari pun telah menembus pasar internasional, seperti Australia, Singapura, Inggris, Portugal, dan Amerika Serikat. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/