29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:05 AM WIB

Sate untuk Sarana Banten Tak Lengkap, Relatif Sederhana, Tetap Khusyuk

Galungan tahun ini merupakan galungan yang cukup sulit bagi warga Karangasem yang tinggal di pengungsian. Selain karena tidak bisa pulang karena masih zona merah, tak semua warga Karangasem bisa merasakan Galungan di kampung halaman.

 

 

WAYAN PUTRA, Amlapura

PERSIAPAN warga Karangasem yang hidup di pengungsian di Hari Raya Galungan tahun ini tak bisa berlangsung maksimal.

Mereka tak punya cukup waktu untuk mempersiapkan Galungan secara matang. Akibatnya banyak warga yang merayakan Galungan dengan sederhana.

Di antaranya sesaji yang dipersembahkan juga sederhana. Seperti tidak menggunakan sate yang lengkap.

Biasanya kalau Galungan, sate yang menjadi sarana upacara lengkap ada sate pusut, sate asem, sate gunting, sate jepit, sate keblet, sate kuung dan juga sate calon.

Namun karena persiapan yang kurang, sarana seperti sate tidak lengkap. Paling ada sate pusut, gunting dan juga sate asem serta balung.

“Tetap buat sate namun tidak selengkap sebelumnya,” ujar Wayan Ribda salah satu warga Geriana Kangin, Duda Utara, Selat, Karangasem.

Perayaan Galungan warga Tukad Sabuh juga demikian. Menurut Made Renga, warga setempat, Galungan kali ini berlangsung lebih sederhana.

Namun demikian dirinya mengaku berusaha untuk lengkap untuk sarana bebenten. Penjor Galungan juga tetap dia buat sebagai sarana.

Hanya saja tidak semua warga mampu membuat penjor kali ini. Beberapa warga ada yang tidak menjor. Namun demikian ini tidak mengurangi kekusyukan warga untuk sembahyang.

Persembahyangan tetap dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbit. Persembahyangan dilakukan mulai dari Pura Puseh, Dalem dan Bale Agung juga pura Paibon serta sanggah.

Selain itu sembahyang juga dilakukan di sekolah – sekolah untuk orang tua yang punya anak masih sekolah.

Tradisi Ngejot Punjungan bagi warga yang punya anak baru pertama kali menemukan Galungan tetap terjadi. Hanya saja punjungan Jotan juga lebih sederhana.

Tetapi ada juga yang bisa mempersiapkan dengan bagus dan lengkap. Tradisi Ngejot punjungan ini terjadi di Desa Pakraman Geriana Kangin.

Warga yang punya anak baru lahir dan belum pernah melewati Galungan mendapat jotan berupa punjungan.

Punjungan tersebut kemudian di tatap olah sang anak yang masih balita sebagai doa sang kerabat untuk keselamatan dan kesehatan sang anak.

Galungan tahun ini merupakan galungan yang cukup sulit bagi warga Karangasem yang tinggal di pengungsian. Selain karena tidak bisa pulang karena masih zona merah, tak semua warga Karangasem bisa merasakan Galungan di kampung halaman.

 

 

WAYAN PUTRA, Amlapura

PERSIAPAN warga Karangasem yang hidup di pengungsian di Hari Raya Galungan tahun ini tak bisa berlangsung maksimal.

Mereka tak punya cukup waktu untuk mempersiapkan Galungan secara matang. Akibatnya banyak warga yang merayakan Galungan dengan sederhana.

Di antaranya sesaji yang dipersembahkan juga sederhana. Seperti tidak menggunakan sate yang lengkap.

Biasanya kalau Galungan, sate yang menjadi sarana upacara lengkap ada sate pusut, sate asem, sate gunting, sate jepit, sate keblet, sate kuung dan juga sate calon.

Namun karena persiapan yang kurang, sarana seperti sate tidak lengkap. Paling ada sate pusut, gunting dan juga sate asem serta balung.

“Tetap buat sate namun tidak selengkap sebelumnya,” ujar Wayan Ribda salah satu warga Geriana Kangin, Duda Utara, Selat, Karangasem.

Perayaan Galungan warga Tukad Sabuh juga demikian. Menurut Made Renga, warga setempat, Galungan kali ini berlangsung lebih sederhana.

Namun demikian dirinya mengaku berusaha untuk lengkap untuk sarana bebenten. Penjor Galungan juga tetap dia buat sebagai sarana.

Hanya saja tidak semua warga mampu membuat penjor kali ini. Beberapa warga ada yang tidak menjor. Namun demikian ini tidak mengurangi kekusyukan warga untuk sembahyang.

Persembahyangan tetap dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbit. Persembahyangan dilakukan mulai dari Pura Puseh, Dalem dan Bale Agung juga pura Paibon serta sanggah.

Selain itu sembahyang juga dilakukan di sekolah – sekolah untuk orang tua yang punya anak masih sekolah.

Tradisi Ngejot Punjungan bagi warga yang punya anak baru pertama kali menemukan Galungan tetap terjadi. Hanya saja punjungan Jotan juga lebih sederhana.

Tetapi ada juga yang bisa mempersiapkan dengan bagus dan lengkap. Tradisi Ngejot punjungan ini terjadi di Desa Pakraman Geriana Kangin.

Warga yang punya anak baru lahir dan belum pernah melewati Galungan mendapat jotan berupa punjungan.

Punjungan tersebut kemudian di tatap olah sang anak yang masih balita sebagai doa sang kerabat untuk keselamatan dan kesehatan sang anak.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/