27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:56 AM WIB

Malaysia Total Abadikan Masjid Jamek

Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia kaya gedung berarsitektur Eropa. Termasuk Masjid Jamek Kuala Lumpur.

Tak sekadar tempat ibadah muslim, namun destinasi wisata religi di ibukota Malaysia ini bahkan diabadikan sebagai nama stasiun light rapid transit (LRT). Benarkah?

 

 

USAI liputan MATTA Fair 2018 di Putra World Trade Centre (PWTC), Jumat lalu (16/3), Jawa Pos Radar Bali kembali ke kawasan Masjid Jamek.

Kembali naik light rapid transit alias LRT (sebelumnya tertulis KRL). Dari Stasiun PWTC menuju Stasiun Masjid Jamek. Melewati Stasiun Sultan Ismail, Bandaraya, dan turun di Stasiun Masjid Jamek.

Hanya butuh 9 menit. Di masing-masing stasiun, LRT hanya berhenti sekitar 5 detik untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

Di Kuala Lumpur (KL) ada tak kurang lima moda transportasi di atas rel; KL Monorail, LRT light rapid transit (LRT), KTM Komuter, KLIA Ekspres/ KLIA Transit, dan mass rapid transit (MRT).

Semuanya dalam satu sistem Klang Valley Integrated Rail Transit. Stasiun Masjid Jamek dilintasi dua rute LRT; Ampang-Sri Petaling dan Terminal Putra-Kelana Jaya.

Hebatnya, meski sudah mengabadikan nama Masjid Jamek, bagi Malaysia seolah belum cukup branding-nya. Sehingga, di lorong-lorong Stasiun Masjid Jamek, sampai-sampai masih dibeber sejarah Masjid Jamek.

Seiring visualisasi evolusi Kuala Lumpur, lengkap dengan perkembangan dari tahun ke tahun (1870-2015). ’’The Evolution of Kuala Lumpur (KL),’’ demikian titelnya.

Termasuk kampanye Menghidupkan Bandaraya dengan Seni. ’’Arts on The Move (AOTM) adalah inisiatif untuk membawa pelbagai aktiviti seni dan kebudayaan

awam berkualitas ke system pengangkutan rel KL; bermula dengan Stesen Masjid Jamek,’’ demikian gerakan seni dan budaya yang juga membawa nama Masjid Jamek.  

Dan, Jumat, 16 Maret 2018, pukul 13.35, Jawa Pos Radar Bali turun dari LRT di Stasiun Masjid Jamek. Lantas, menunaikan sholat Jumat di Masjid Jamek.

Materi kutbah Jumatnya Syukur dan Nikmat.  ’’Bersyukur atas nikmat itu bisa dilakukan dengan hati dan lisan. Misalnya, berucap; Alhamdulillah!,’’ kata sang khotib.

Selain itu, tambahnya, mensyukuri nikmat itu bisa dengan tingkah laku. ’’Yakni, dengan memanfaatkan tubuh yang sehat untuk beribadah kepada Allah SWT,’’ sambungnya.

Menurutnya, sehat jasmani dan rohani itu merupakan nikmat. ’’Namun, nikmat terbesar adalah iman dan Islam,’’ tegas khotib sebelum mengakhiri kutbah pertamanya.   

Pada kutbah kedua, khotib mengajak jamaah pandai bersyukur. ’’Mengapa Kita masih menghitung kesukaran Kita, daripada kesyukuran Kita,’’ pungkasnya.

Usai berdoa, jamaah sholat ba’diyah Jumat, ratusan jamaah mengembalikan sajadah yang disediakan takmir masjid. Dilipat, lantas dimasukkan troli raksasa.

Yang meminjam sajadah merupakan jamaah yang tak membawa sajadah dan sholat di bawah payung-payung di halaman masjid.

Payungnya persis yang ada di Masjidil Haram di Makkah Al Mukarramah atau di Masjid Nabawi di Madinah Al Munawarah.

Namun, jumlah payung yang bisa dibuka tutup secara elektrik ini, tak sebanyak di Masjid Nabawi yang mencapai 235 unit.

Bagi Jawa Pos Radar Bali yang baru pertama kali sholat di masjid ini, usai sholat tiba-tiba dikagetkan gemuruh suara air mancur yang tiba-tiba

memercikkan air di halaman masjid di Jalan Tun Perak, Kuala Lumpur, yang diapit pertemuan Sungai Klang dan Sungai Gombak ini.

Baik bangunan air mancur maupun halaman masjid, sama-sama berhias marmer putih bening.

Nyalanya air mancur tersebut mengurangi terik mentari yang saat itu persis di atas equator, menjelang 21 Maret. Suhu di smartphone menunjukkan angka 33 derajat Celsius.

Usai sholat Jumat, Jawa Pos Radar Bali turut membantu takmir masjid melipat sajadah, merekam jamaah memasukkan infaq ke kotak amal.

Bersama jamaah lainnya, sejenak menikmati terpaan uap air dari cipratan air mancur masjid. Tak disangka, di saat bersamaan, tepi Sungai Klang di depan masjid tiba-tiba menyemprotkan uap air.

Jadinya kami bagai pesta embun atau kabut dari uap air yang disempotkan dari ujung-ujung pipa di kedua sisi sungai. 

Selain dipadati ribuan jamaah, Masjid Jamek sehari-hari menjadi objek wisata religius. Menariknya, umat non-muslim pun banyak yang datang. Walau, sekadar berselfieria.  

Arsitektur masjid ini sangat menarik jadi spot foto. Masjid yang dibangun pedagang Islam di era penjajajahn Inggris ini mengadopsi arsitektur Islam hingga India utara.

Ada bangunan di barat masjid berarsitektur Inggris, berjarak 5 meter dari pagar masjid, lantas berjalan ke baradaya, menyeberangi jembatan melengkung.

Di sinilah, biasa dipakai foto pre wedding. Background-nya kantor Kementerian Pelancongan dan Kebudayaan Malaysia, CIMB Bank, OCBC Bank, gedung UMNO, hingga Universitas Tun Abdul Razak nan menjulang tinggi di kejauhan.  

Jawa Pos Radar Bali, besoknya usai sholat Subuh di Masjid Jamek, sekalian mewawancarai imam Masjid Jamek (H. Abdul Halim bin H. Yatim).

Katanya, sejak 1999 pensiun dari pekerjaan lamanya (tak jelas, sebagai pegawai pemerintahan atau swasta). Lantas, ada yang memercayainya dan mengajak kerja lagi. Yakni, sebagai imam Masjid Jamek.

Meski bekas makam Melayu, ditegaskan; di areal masjid ini tak ada makam tokoh atau makam lainnya. ’’Di Masjid Jamek, memang banyak pelancong (turis, Red) berkunjung. Tapi, tak ada makam tokoh agama,’’ tegasnya.

Diceritakan, jamaah di masjid ini selalu ramai. Mulai sholat Isya, Jumat, hingga hari raya. ’’Yang luar biasa, Masjid Jamek Kuala Lumpur ini tanpa dinding. Sehingga tidak tinggi dan memudahkan wisatawan yang datang,’’ paparnya.

Pada halaman luar masjid pun, disediakan taman, hinngga spot-spot yang pas untuk berfoto bagi wisatawan.

Di masjid tersebut, di dindingnya (bangunan utama saja berdinding, Red) di kanan dan kiri mimbar imam, menempel layar LCD 45 inchi yang berisi video tentang jadwal kegiatan

di Masjid Jamek, doa-doa dalam sholat, jadwal sholat, pendidikan Al Quran, tata cara sholat qasar, hingga hadits-hadits.

Termasuk jadwal Kuliah Maghrib. Seperti dijadwalkan Kuliah Maghrib untuk Ahad, 18 Maret 2018, dijadwalkan selepas Maghrib yang disampaikan Ustadz H. Abdul Halim bin H. Yatim. Temanya; Fiqh Ibadah.

Ada prasasti di depan masjid; Laluan Kolonial, Kolonial Walk River of Life. Disebutkan sejarah Masjid Jamek, begini tetenger itu dalam Bahas Melayu:

’’Sejarah pembangunan Masjid Jamek menyusur balik ke pembinaan Masjid Jalan Jawa, yang dinamakan sempena nama jalan itu pada 1870-an di tapak,

di mana berdirinya Bangunan Gian Singh di Jalan Tun Perak kini.Masjid Java Street Mosque ini dibina dari kayu dan atap oleh Haji Samat, ketua Masyarakat Minangkabau/ Rawa di Kuala Lumpur, pada masa itu. 

Pelebaran jalan Java Street pada 1902 melibatkan pengambilan tanah masjid lama tersebut. Pihak amanah masjid bersetuju, asalkan sebuah masjid baru digantikan berdekatan.

Pengumpulan dana sumbangan melalui anggota Melayu di dalam Majlis Negeri dan pemberian dari DYMM Sultan Selangor, Sultan Alaudin Suleiman serta Kerajaan Negeri-negeri Melayu. Bersekutu meraih jumlah $ 33.538,25 Dolar Selat.’’

Dan seterusnya hingga, …’’Nama Masjid Jamek kemudiannya telah diubah kepada Masjid Jamek Sultan Abdul Samad pada 23 Juni 2017

dalam satu Majlis Penamaan Semula yang telah diresmikan oleh Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Selangor, Sultan Sharafuddin Idris Shah Alhaj.’’

Secara arsitektur, Masjid Jamek Kuala Lumpur ini bergaya: Islam, Moor (pilar-pilar mengelilingi bangunan utama, seperti di Andalusia/Spanyol,

Mesir, Suriah, Aljazair, Maroko, Mesir, hingga Tunisia), Mughal (abad 16-18 di India utara), dan indo-saracenic revival (campuran gaya Eropa dan Islam).

Dengan ragam arsitektur inilah, wajar bila Malaysia melestarikan dan mem-branding habis-habisan untuk industri pariwisatanya. (djoko heru setiyawan/ bersambung)

 

 

 

Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia kaya gedung berarsitektur Eropa. Termasuk Masjid Jamek Kuala Lumpur.

Tak sekadar tempat ibadah muslim, namun destinasi wisata religi di ibukota Malaysia ini bahkan diabadikan sebagai nama stasiun light rapid transit (LRT). Benarkah?

 

 

USAI liputan MATTA Fair 2018 di Putra World Trade Centre (PWTC), Jumat lalu (16/3), Jawa Pos Radar Bali kembali ke kawasan Masjid Jamek.

Kembali naik light rapid transit alias LRT (sebelumnya tertulis KRL). Dari Stasiun PWTC menuju Stasiun Masjid Jamek. Melewati Stasiun Sultan Ismail, Bandaraya, dan turun di Stasiun Masjid Jamek.

Hanya butuh 9 menit. Di masing-masing stasiun, LRT hanya berhenti sekitar 5 detik untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

Di Kuala Lumpur (KL) ada tak kurang lima moda transportasi di atas rel; KL Monorail, LRT light rapid transit (LRT), KTM Komuter, KLIA Ekspres/ KLIA Transit, dan mass rapid transit (MRT).

Semuanya dalam satu sistem Klang Valley Integrated Rail Transit. Stasiun Masjid Jamek dilintasi dua rute LRT; Ampang-Sri Petaling dan Terminal Putra-Kelana Jaya.

Hebatnya, meski sudah mengabadikan nama Masjid Jamek, bagi Malaysia seolah belum cukup branding-nya. Sehingga, di lorong-lorong Stasiun Masjid Jamek, sampai-sampai masih dibeber sejarah Masjid Jamek.

Seiring visualisasi evolusi Kuala Lumpur, lengkap dengan perkembangan dari tahun ke tahun (1870-2015). ’’The Evolution of Kuala Lumpur (KL),’’ demikian titelnya.

Termasuk kampanye Menghidupkan Bandaraya dengan Seni. ’’Arts on The Move (AOTM) adalah inisiatif untuk membawa pelbagai aktiviti seni dan kebudayaan

awam berkualitas ke system pengangkutan rel KL; bermula dengan Stesen Masjid Jamek,’’ demikian gerakan seni dan budaya yang juga membawa nama Masjid Jamek.  

Dan, Jumat, 16 Maret 2018, pukul 13.35, Jawa Pos Radar Bali turun dari LRT di Stasiun Masjid Jamek. Lantas, menunaikan sholat Jumat di Masjid Jamek.

Materi kutbah Jumatnya Syukur dan Nikmat.  ’’Bersyukur atas nikmat itu bisa dilakukan dengan hati dan lisan. Misalnya, berucap; Alhamdulillah!,’’ kata sang khotib.

Selain itu, tambahnya, mensyukuri nikmat itu bisa dengan tingkah laku. ’’Yakni, dengan memanfaatkan tubuh yang sehat untuk beribadah kepada Allah SWT,’’ sambungnya.

Menurutnya, sehat jasmani dan rohani itu merupakan nikmat. ’’Namun, nikmat terbesar adalah iman dan Islam,’’ tegas khotib sebelum mengakhiri kutbah pertamanya.   

Pada kutbah kedua, khotib mengajak jamaah pandai bersyukur. ’’Mengapa Kita masih menghitung kesukaran Kita, daripada kesyukuran Kita,’’ pungkasnya.

Usai berdoa, jamaah sholat ba’diyah Jumat, ratusan jamaah mengembalikan sajadah yang disediakan takmir masjid. Dilipat, lantas dimasukkan troli raksasa.

Yang meminjam sajadah merupakan jamaah yang tak membawa sajadah dan sholat di bawah payung-payung di halaman masjid.

Payungnya persis yang ada di Masjidil Haram di Makkah Al Mukarramah atau di Masjid Nabawi di Madinah Al Munawarah.

Namun, jumlah payung yang bisa dibuka tutup secara elektrik ini, tak sebanyak di Masjid Nabawi yang mencapai 235 unit.

Bagi Jawa Pos Radar Bali yang baru pertama kali sholat di masjid ini, usai sholat tiba-tiba dikagetkan gemuruh suara air mancur yang tiba-tiba

memercikkan air di halaman masjid di Jalan Tun Perak, Kuala Lumpur, yang diapit pertemuan Sungai Klang dan Sungai Gombak ini.

Baik bangunan air mancur maupun halaman masjid, sama-sama berhias marmer putih bening.

Nyalanya air mancur tersebut mengurangi terik mentari yang saat itu persis di atas equator, menjelang 21 Maret. Suhu di smartphone menunjukkan angka 33 derajat Celsius.

Usai sholat Jumat, Jawa Pos Radar Bali turut membantu takmir masjid melipat sajadah, merekam jamaah memasukkan infaq ke kotak amal.

Bersama jamaah lainnya, sejenak menikmati terpaan uap air dari cipratan air mancur masjid. Tak disangka, di saat bersamaan, tepi Sungai Klang di depan masjid tiba-tiba menyemprotkan uap air.

Jadinya kami bagai pesta embun atau kabut dari uap air yang disempotkan dari ujung-ujung pipa di kedua sisi sungai. 

Selain dipadati ribuan jamaah, Masjid Jamek sehari-hari menjadi objek wisata religius. Menariknya, umat non-muslim pun banyak yang datang. Walau, sekadar berselfieria.  

Arsitektur masjid ini sangat menarik jadi spot foto. Masjid yang dibangun pedagang Islam di era penjajajahn Inggris ini mengadopsi arsitektur Islam hingga India utara.

Ada bangunan di barat masjid berarsitektur Inggris, berjarak 5 meter dari pagar masjid, lantas berjalan ke baradaya, menyeberangi jembatan melengkung.

Di sinilah, biasa dipakai foto pre wedding. Background-nya kantor Kementerian Pelancongan dan Kebudayaan Malaysia, CIMB Bank, OCBC Bank, gedung UMNO, hingga Universitas Tun Abdul Razak nan menjulang tinggi di kejauhan.  

Jawa Pos Radar Bali, besoknya usai sholat Subuh di Masjid Jamek, sekalian mewawancarai imam Masjid Jamek (H. Abdul Halim bin H. Yatim).

Katanya, sejak 1999 pensiun dari pekerjaan lamanya (tak jelas, sebagai pegawai pemerintahan atau swasta). Lantas, ada yang memercayainya dan mengajak kerja lagi. Yakni, sebagai imam Masjid Jamek.

Meski bekas makam Melayu, ditegaskan; di areal masjid ini tak ada makam tokoh atau makam lainnya. ’’Di Masjid Jamek, memang banyak pelancong (turis, Red) berkunjung. Tapi, tak ada makam tokoh agama,’’ tegasnya.

Diceritakan, jamaah di masjid ini selalu ramai. Mulai sholat Isya, Jumat, hingga hari raya. ’’Yang luar biasa, Masjid Jamek Kuala Lumpur ini tanpa dinding. Sehingga tidak tinggi dan memudahkan wisatawan yang datang,’’ paparnya.

Pada halaman luar masjid pun, disediakan taman, hinngga spot-spot yang pas untuk berfoto bagi wisatawan.

Di masjid tersebut, di dindingnya (bangunan utama saja berdinding, Red) di kanan dan kiri mimbar imam, menempel layar LCD 45 inchi yang berisi video tentang jadwal kegiatan

di Masjid Jamek, doa-doa dalam sholat, jadwal sholat, pendidikan Al Quran, tata cara sholat qasar, hingga hadits-hadits.

Termasuk jadwal Kuliah Maghrib. Seperti dijadwalkan Kuliah Maghrib untuk Ahad, 18 Maret 2018, dijadwalkan selepas Maghrib yang disampaikan Ustadz H. Abdul Halim bin H. Yatim. Temanya; Fiqh Ibadah.

Ada prasasti di depan masjid; Laluan Kolonial, Kolonial Walk River of Life. Disebutkan sejarah Masjid Jamek, begini tetenger itu dalam Bahas Melayu:

’’Sejarah pembangunan Masjid Jamek menyusur balik ke pembinaan Masjid Jalan Jawa, yang dinamakan sempena nama jalan itu pada 1870-an di tapak,

di mana berdirinya Bangunan Gian Singh di Jalan Tun Perak kini.Masjid Java Street Mosque ini dibina dari kayu dan atap oleh Haji Samat, ketua Masyarakat Minangkabau/ Rawa di Kuala Lumpur, pada masa itu. 

Pelebaran jalan Java Street pada 1902 melibatkan pengambilan tanah masjid lama tersebut. Pihak amanah masjid bersetuju, asalkan sebuah masjid baru digantikan berdekatan.

Pengumpulan dana sumbangan melalui anggota Melayu di dalam Majlis Negeri dan pemberian dari DYMM Sultan Selangor, Sultan Alaudin Suleiman serta Kerajaan Negeri-negeri Melayu. Bersekutu meraih jumlah $ 33.538,25 Dolar Selat.’’

Dan seterusnya hingga, …’’Nama Masjid Jamek kemudiannya telah diubah kepada Masjid Jamek Sultan Abdul Samad pada 23 Juni 2017

dalam satu Majlis Penamaan Semula yang telah diresmikan oleh Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan Selangor, Sultan Sharafuddin Idris Shah Alhaj.’’

Secara arsitektur, Masjid Jamek Kuala Lumpur ini bergaya: Islam, Moor (pilar-pilar mengelilingi bangunan utama, seperti di Andalusia/Spanyol,

Mesir, Suriah, Aljazair, Maroko, Mesir, hingga Tunisia), Mughal (abad 16-18 di India utara), dan indo-saracenic revival (campuran gaya Eropa dan Islam).

Dengan ragam arsitektur inilah, wajar bila Malaysia melestarikan dan mem-branding habis-habisan untuk industri pariwisatanya. (djoko heru setiyawan/ bersambung)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/