33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 11:58 AM WIB

Masuk Musim Layangan, Guide Rafting Beralih Bikin dan Jualan Layangan

Wabah Covid-19 ikut menghentikan usaha rafting yang menjamur di sepanjang sungai Ayung. Salah satu guide rafting

yang dirumahkan I Kadek Adi Darma Putra tak berdiam diri. Di musim layangan, dia membuat dan menjual layangan berbagai jenis.

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SUDAH satu bulan, guide rafting, I Kadek Adi Darma Putra, dirumahkan. Tak mau menyerah dengan keadaan, pemuda 21 tahun asal Banjar Mas,

Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar yang biasanya sibuk memandu wisatawan itu berusana mencari penghasilan tambahan.

Bermodal hobi dan keahliannya membuat layangan, muncul ide menjual layangan. Sejak seminggu yang lalu, dia berusaha membuat dan menjual layangan.

Layangan itu dibuat di rumahnya di Banjar Mas. Memanfaatkan bale di rumahnya, layangan itu dibuat. Mulai dari menyerut bambu.

Kemudian menimbang dan mengikat dengan tali dilakukan di sebuah bale rumahnya. “Sudah satu bulan saya di rumah saja. Dari pada diam, kebetulan ini musim layangan, saya bikin layangan,” ujarnya.

Kebetulan juga, sejak kecil, dia lihai membuat berbagai jenis layangan. Hobi dan kemampuannya itu pun digunakan untuk mencari tambahan penghasilan. Untuk bahan-bahannya, ada yang diperoleh dari halaman.

Misalnya bambu. Kemudian tali dan kain ataupun plastik diperoleh dengan cara membeli. “Saya jual layangan sama anak-anak di Banjar ini,” ungkapnya.

Berkat pemasaran dari mulut ke mulut, layangan buatannya itu ternyata diminati anak-anak. Sehingga beberapa anak membeli layangannya.

Bahkan, ada anak yang memesan jenis layangan tertentu. Terlebih, kata dia, harga yang ditawarkan masih terjangkau.

Layangan yang dibuatnya, jenis burung. Ada layangan bergambar burung hantu. Juga layangan bebean. Harganya pun beragam.

Termurah dari Rp 35 ribu dan termahal mencapai Rp 250 ribu. Yang murah menggunakan bahan plastik. Sedangkan yang mahal menggunakan bahan kain.

“Harganya tergantung ukuran dan tingkat kesulitannya,” jelasnya. Selama Covid-19, dia paham ada larangan sosial distancing.

Sehingga dia hanya membuat layangan berukuran sedang atau kecil saja. “Tidak buat besar. Kalau besar berarti dinaikkan ramai-ramai. Makanya yang kecil saja,” terangnya.

Untuk anak-anak yang membeli layangannya, ada yang dinaikkan di rumah mereka. Caranya dengan menggunakan derek dari tiang. Kemudian layangan dengan mudah mengudara tanpa harus keluar rumah.

Ada juga pembeli layangan dari kalangan petani. “Kalau di sawah sekalian untuk mengusir (hama, red) burung liar yang memakan padi di sawah,” ungkapnya.

Hingga saat ini, sudah ada beberapa layangan terjual. Uang hasil penjualan digunakan untuk membeli bahan layangan lagi.

“Sisanya untuk sehari-hari,” pungkasnya. Dia juga berharap supaya situasi ini normal kembali. Pariwisata bisa kembali berjaya. Sehingga, pekerjannya mencari gemerincing dollar sebagai guide rafting bisa dilakoni lagi. (*)

Wabah Covid-19 ikut menghentikan usaha rafting yang menjamur di sepanjang sungai Ayung. Salah satu guide rafting

yang dirumahkan I Kadek Adi Darma Putra tak berdiam diri. Di musim layangan, dia membuat dan menjual layangan berbagai jenis.

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SUDAH satu bulan, guide rafting, I Kadek Adi Darma Putra, dirumahkan. Tak mau menyerah dengan keadaan, pemuda 21 tahun asal Banjar Mas,

Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar yang biasanya sibuk memandu wisatawan itu berusana mencari penghasilan tambahan.

Bermodal hobi dan keahliannya membuat layangan, muncul ide menjual layangan. Sejak seminggu yang lalu, dia berusaha membuat dan menjual layangan.

Layangan itu dibuat di rumahnya di Banjar Mas. Memanfaatkan bale di rumahnya, layangan itu dibuat. Mulai dari menyerut bambu.

Kemudian menimbang dan mengikat dengan tali dilakukan di sebuah bale rumahnya. “Sudah satu bulan saya di rumah saja. Dari pada diam, kebetulan ini musim layangan, saya bikin layangan,” ujarnya.

Kebetulan juga, sejak kecil, dia lihai membuat berbagai jenis layangan. Hobi dan kemampuannya itu pun digunakan untuk mencari tambahan penghasilan. Untuk bahan-bahannya, ada yang diperoleh dari halaman.

Misalnya bambu. Kemudian tali dan kain ataupun plastik diperoleh dengan cara membeli. “Saya jual layangan sama anak-anak di Banjar ini,” ungkapnya.

Berkat pemasaran dari mulut ke mulut, layangan buatannya itu ternyata diminati anak-anak. Sehingga beberapa anak membeli layangannya.

Bahkan, ada anak yang memesan jenis layangan tertentu. Terlebih, kata dia, harga yang ditawarkan masih terjangkau.

Layangan yang dibuatnya, jenis burung. Ada layangan bergambar burung hantu. Juga layangan bebean. Harganya pun beragam.

Termurah dari Rp 35 ribu dan termahal mencapai Rp 250 ribu. Yang murah menggunakan bahan plastik. Sedangkan yang mahal menggunakan bahan kain.

“Harganya tergantung ukuran dan tingkat kesulitannya,” jelasnya. Selama Covid-19, dia paham ada larangan sosial distancing.

Sehingga dia hanya membuat layangan berukuran sedang atau kecil saja. “Tidak buat besar. Kalau besar berarti dinaikkan ramai-ramai. Makanya yang kecil saja,” terangnya.

Untuk anak-anak yang membeli layangannya, ada yang dinaikkan di rumah mereka. Caranya dengan menggunakan derek dari tiang. Kemudian layangan dengan mudah mengudara tanpa harus keluar rumah.

Ada juga pembeli layangan dari kalangan petani. “Kalau di sawah sekalian untuk mengusir (hama, red) burung liar yang memakan padi di sawah,” ungkapnya.

Hingga saat ini, sudah ada beberapa layangan terjual. Uang hasil penjualan digunakan untuk membeli bahan layangan lagi.

“Sisanya untuk sehari-hari,” pungkasnya. Dia juga berharap supaya situasi ini normal kembali. Pariwisata bisa kembali berjaya. Sehingga, pekerjannya mencari gemerincing dollar sebagai guide rafting bisa dilakoni lagi. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/