Satu-satunya warga asal Banjar Bunut Panggang, Kaliasem, Lovina, Buleleng yang masih bertahan hingga kini sebagai tukang pembuat perahu (jukung) balap/layar dari kayu adalah Fatahudin.
Hobinya pada perahu mengantarkan namanya di Buleleng sebagai tukang pembuat perahu balap tersohor.
JULIADI, Lovina
HALAMAN rumah Fatahudin tanpa berserakan sampah dan penuh kotor saat Jawa Pos Radar Bali datang.
Penuh dengan potongan dan serkel kayu pembuatan perahu yang sudah dipapas. Dari rumah dengan cat warna putih didepannya terparkir perahu balap yang sedang dalam proses pembuatan.
Setelah tiba, beberapa kali Jawa Pos Radar Bali mengucapkan salam kepada pemilik rumah, namun tak ada jawaban.
Rupanya tukang jukung itu sedang mengerjakan pembuatan perahu salah seorang yang ada disebelahnya. Itu informasi yang Jawa Pos Radar Bali dari tetangga tukang pembuat jukung.
“Coba bapak cari disebelah rumah. Cari nama bapak Buhari dan tanya nama Fatahudin atau etong. Pasti semua tahu, karena dia (Fatahudin) satu-satu tukung pembuat jukung balap yang masih ada,” tutur tetangganya.
Sekitar 3 rumah dari jarak tukung pembuat jukung balap barulah dapat menemui tukung pembuat parahu balap. Fatahudin ketika itu terlihat sibuk membuat katir kayu seorang nelayan.
Ketika di temui di rumahnya Buhari kemarin, Fatahudin tampak sibuk. “Biar enak saya hentikan kerjaan, ayo ngobrol di rumah,” ucap Fatahudin merapikan peralatan pembuatan perahu miliknya.
Sambil memperlihatkan jukung balap yang dibuatnya, Fatahudin bercerita awal mula dirinya terjun sebagai tukang pembuat perahu balap.
Sudah 15 tahun dirinya berkelut dengan pembuatan perahu balap. Dia mengaku sebagian besar keluarganya nelayan dan bergantung hidup pada laut.
Tapi, semua keluarga tak bisa membuat perahu. Bila ada perahu yang rusak terkena hantaman gelombang, mau tidak mau harus diperbaiki pada orang lain.
“Kebetulan saya hobi di kayu dan perahu. Saya coba buat perahu kecil tanpa ada guru belajar otodidak.
Dari sanalah awal mulanya membuat perahu. Kemudian belajar juga otodidak membuat perahu untuk balapan,” cerita pria berusia 47 tahun ini.
Dia menuturkan seiring berjalan waktu dia pun terus menekuni pembuatan perahu balap terbuat dari kayu ketimbang perahu untuk nelayan yang setiap harinya dipakai untuk melaut.
“Karena sering ada lomba perahu balap dalam event dan festival di Buleleng. Sehingga harus ikut terlibat,” kata Fatahudin.
Menurut Fatahudin, bahan pembuat perahu balap adalah kayu benalu, kayu mangga dan kayu lainnya. Bahan untuk membuat jukung balap di Buleleng tidak susah.
Biaya untuk pembuatan jukung balap kayu dipakai ukuran kecil karena bentuk jukung kecil. Tetapi panjang. Ukuran perahu balap 7 sampai 9 meter dengan lebar 38 sampai 39 cm.
Desain dan bentuknya lebih ramping, lebih runcing didepanya. Kemudian ukuran potongan samping kanan dan kiri harus seimbang. Sehingga tingkat kesulitan lebih tinggi dalam membuat
“Kalau untuk membuat jukung balap menghabiskan biaya sebesar Rp 15 juta untuk full finishing. Mulai dari perahu, katir, layar dan kendali kemudi. Artinya perahu tersebut siap berlomba,” paparnya.
Kebutuhan bahan baku kayu di Buleleng tidak sulit. Biasanya nelayan yang ikut berlomba dalam perahu atau perahu balap menggunakan kayu benalu.
Lebih ringan, tahan lama, mengapung diair dan tahan dari air laut. “Kalau bahan kayu ini saya dapat dari tetangga bayar Rp 1,5 juta.
Rezeki saya kebetulan tetangga ada yang membangun rumah dan saya disuruh tebang pohon,” pungkasnya. (*)