Apapun akan dilakukan orangtua untuk anaknya. Terlebih menyangkut urusan prestasi. Itulah yang dilakukan orangtua I Made Satria Dalem Widhiantara, 13, pelajar kelas 8 SMPN 1 Kediri. Orangtuanya rela menjual harta benda demi prestasi olahraga anaknya.
JULIADI, Tabanan
MEDALI perunggu itu digenggam erat I Made Satria Dalem Widhiantara. Yup, buah hati pasangan I Putu Suana, 43, dan Ni Wayan Ardiani, 43, ini berhasil meraih perunggu di Kejuaraan Nasional Institut Karate-Do (Inkai) di Banjarmasin.
I Putu Suana ayah dari Satria mengaku perjalanan anaknya hingga mencapai torehan prestasi sampai sekarang cukup banyak lika-likunya. Memang tidak mudah mencapai prestasi seperti ini.
“Saya dan keluarga mulai mendampingi Satria sejak duduk di kelas II SD. Karena saat itu bakat Satria terlihat sebagai pencinta seni olahraga bela diri karate Inkai.
Kakaknya yang senang melatih Satria. Hingga saya dan keluarga kemudian memasuki Satria di binaan latihan Dojo Satria Muda, Kediri,” cerita Suana.
Sejak itu, Satria mulai mengikuti lomba-lomba dan pertandingan diberbagai daerah di Bali dan di luar Bali.
Dari tingkat daerah sampai nasional. Mulanya mengikuti pertandingan Kejurda Karate Inkai Bali di Singaraja tahun 2012.
Beruntung Satria berhasil menjuarai tingkat pertama pada kelas kumite-30 kg putra usia dini. Kemudian pada berbagai kejuaraan lainnya
seperti Karate Inkai se-Bali Dandim Cup Tabanan 2014-2015, karate inkai Buleleng Cup, karate inkai Gianyar Cup dan lainnya.
Namun, perjalanan tidak menyenangkan pernah dia rasakan ketika akan bertanding keluar Bali yakni Jakarta dan Semarang.
Padahal, waktu itu mengikuti kejurnas mewakili Bali. Bekal untuk berangkat dari pemerintah Bali dan Tabanan tak cukup. Hanya cukup untuk biaya makan saja.
“Terpaksa saya harus menjual babi peliharaan untuk biaya perjalanan bertanding,” ungkap pria yang tinggal di Banjar Pangkung Nyuling, Abiantuwung, Kediri, Tabanan.
Hal serupa terjadi ketika mengikuti Kejurnas Inkai di Banjarmasin. Dari pemkab Tabanan hanya memberikan uang perjalanan untuk ke tujuh atlet karate yang berangkat sebesar Rp 2 juta.
Kemudian bekal dari pemerintah Provinsi Bali minim, tidak cukup untuk tiga hari di Banjarmasin. Mau tidak mau harus kembali menjual babi peliharaannya demi prestasi dan biaya perjalanan.
“Mungkin pengorbanan yang harus dilakukan, baru prestasi itu berdatangan. Beruntung di Banjarmasin Satria meraih peringkat III untuk kelas kumite-50 kg putra pada kelas pemula,” terangnya.
Suana berharap mudah-mudahan prestasi anak terus berlanjut hingga ke tingkat nasional dan internasional.
Selain itu dirinya berharap adanya perhatian pemerintah daerah terhadap para atlet di Bali. “Karena selama ini banyak raihan prestasi medali dari para atlet. Namun tidak pernah diperhatikan,” paparnya.
Sementara itu, Satria mengungkapkan persiapan latihan hanya 12 hari menuju Kejurnas Inkai di Banjarmasin.
Awalnya mengikuti seleksi Kejurda di Bali. Setelah lulus terpilih 7 orang perwakilan dari Tabanan, salah satu dirinya untuk berangkat Kejurnas di Banjarmasin.
“Lawan terberat pada Kejurnas dari Yogyakarta dan NTB. Jadi, saya tidak mampu menduduki posisi pertama,” singkat bocah yang ingin bercita-cita sebagai atlet Nasional.
Dituturkan Satria, orang tua dan dirinya merasa bangga. Perjuangan keras orang tuanya terbayar. Meski saat kejurnas hanya mendapat peringkat III.
“Saya akan terus berlatih untuk menghadapi kejuaraan berikutnya,” tandasnya.