25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:41 AM WIB

Istri Stroke Menahun, Tak Punya Biaya, Tempat Tinggal Pun Menumpang

KONDISI Keluarga I Wayan Uti benar-benar miris dan memprihatinkan.

Tak hanya hidup dengan kemiskinan, pria yang kesehariannya sebagai buruh pembuat batu bata ini bahkan hanya mampu pasrah dengan kondisi istrinya yang menderita stroke menahun.

 

WAYAN PUTRA, Amlapura

 

Meski masih belum terlalu tua, Ni Wayan Menuh kini hanya mampu terbaring di atas kasur tipis yang lembab.

Kondisi istri dari Uti, itu bahkan sudah terjadi hampir tiga tahun lamanya. Sejak tiga tahun lalu, Menuh terserang stroke

Ibu empat anak ini nyaris hanya hidup dengan bergantung dengan suami dan anak-anaknya.

Seperti diakui Ni Nyoman Sri Wahyuni anak ketiga Menuh. Ditemui di rumahnya di Banjar Dauh Pangkung, Seraya Barat, Karangasem, ia membenarkan dengan kondisi sang ibu yang sudah sakit-sakitan sejak tiga tahun lalu.

 

Menurutnya, sebelum akhirnya hanya bisa tiduran, pihak keluarga sempat berusaha memberikan pengobatan.

Bahkan kata Wahyuni, ibunya sudah tiga kali dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penanganan.

Hanya saja, sejak setahun, terakhir  ibunya tidak pernah lagi dibawa ke rumah sakit. “Ibu sudah tidak mau berobat lagi. Katanya sudah pasrah,” kata Wahyuni.

Selaian itu, lanjut Wahyuni, keluarga juga sudah tidak mampu lagi untuk mencari biaya untuk berobat ibunya.

“Ibu nggak enak katanya terus memberatkan keluarga. Apalagi sejak diajak ke rumah sakit juga tidak ada perubahan,”imbuh Wahyuni.

Saat itu lah kata Wahyuni. sang ibu hanya bisa tidur di kasur tipis. Sementara tangan kirinya kaku dan dalam kondisi terekuk karena tidak bisa di gerakan.  “Untuk makan, ibu harus disuapi karena ibu juga tidak bisa duduk. Jadi semuanya serba di kasur mulai buang air lainnya,”kata Wahyuni.

 

Bahkan saat ditanya KIS (Kartu Indonesia Sehat) Wahyuni mengaku tidak punya kartu. Padahal sebagai buruh pembuat batu bata, ayahnya hanya menerima upah Rp 300 ribu sebulan.

“Kakak pertama ( I Gede Budi) kerja di pabrik kopi di Denpasar, kakak kedua (Ni Nengah Surianti kerja sebagai buruh warung di Denpasar. Saya tinggal bersama bapak ibu dan adik (Ketut Budiarta) yang masih SD,”jelasnya.

Bahkan demi bisa membantu orang tuanya, Wahyuni terpaksa tidak melanjutkan sekolah setelah lulus SMP.

Dia bekerja membantu orang taanya sebagai pelayan kantin di sebuah sekolah. “Bantuan ada tapi bantuan pangan non tunai (BPNT) setiap bulanya. Selaian itu untuk bulanan ada tambahan kiriman dari kakak di Badung (Denpasar maksudnya) Rp 500 ribu tiap bulan,”imbuhnya

Sementara untuk tempat tinggal saat ini, kata Wahyuni, ia bersama adik dan orang tuanya tinggal di rumah pinjaman alias menumpang. Mereka menempati lahan milik keluarga jauh Nengah Siki.

Wahyuni sendiri berharap bisa mendapat bantuan untuk meringankan keluarga ini.

KONDISI Keluarga I Wayan Uti benar-benar miris dan memprihatinkan.

Tak hanya hidup dengan kemiskinan, pria yang kesehariannya sebagai buruh pembuat batu bata ini bahkan hanya mampu pasrah dengan kondisi istrinya yang menderita stroke menahun.

 

WAYAN PUTRA, Amlapura

 

Meski masih belum terlalu tua, Ni Wayan Menuh kini hanya mampu terbaring di atas kasur tipis yang lembab.

Kondisi istri dari Uti, itu bahkan sudah terjadi hampir tiga tahun lamanya. Sejak tiga tahun lalu, Menuh terserang stroke

Ibu empat anak ini nyaris hanya hidup dengan bergantung dengan suami dan anak-anaknya.

Seperti diakui Ni Nyoman Sri Wahyuni anak ketiga Menuh. Ditemui di rumahnya di Banjar Dauh Pangkung, Seraya Barat, Karangasem, ia membenarkan dengan kondisi sang ibu yang sudah sakit-sakitan sejak tiga tahun lalu.

 

Menurutnya, sebelum akhirnya hanya bisa tiduran, pihak keluarga sempat berusaha memberikan pengobatan.

Bahkan kata Wahyuni, ibunya sudah tiga kali dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penanganan.

Hanya saja, sejak setahun, terakhir  ibunya tidak pernah lagi dibawa ke rumah sakit. “Ibu sudah tidak mau berobat lagi. Katanya sudah pasrah,” kata Wahyuni.

Selaian itu, lanjut Wahyuni, keluarga juga sudah tidak mampu lagi untuk mencari biaya untuk berobat ibunya.

“Ibu nggak enak katanya terus memberatkan keluarga. Apalagi sejak diajak ke rumah sakit juga tidak ada perubahan,”imbuh Wahyuni.

Saat itu lah kata Wahyuni. sang ibu hanya bisa tidur di kasur tipis. Sementara tangan kirinya kaku dan dalam kondisi terekuk karena tidak bisa di gerakan.  “Untuk makan, ibu harus disuapi karena ibu juga tidak bisa duduk. Jadi semuanya serba di kasur mulai buang air lainnya,”kata Wahyuni.

 

Bahkan saat ditanya KIS (Kartu Indonesia Sehat) Wahyuni mengaku tidak punya kartu. Padahal sebagai buruh pembuat batu bata, ayahnya hanya menerima upah Rp 300 ribu sebulan.

“Kakak pertama ( I Gede Budi) kerja di pabrik kopi di Denpasar, kakak kedua (Ni Nengah Surianti kerja sebagai buruh warung di Denpasar. Saya tinggal bersama bapak ibu dan adik (Ketut Budiarta) yang masih SD,”jelasnya.

Bahkan demi bisa membantu orang tuanya, Wahyuni terpaksa tidak melanjutkan sekolah setelah lulus SMP.

Dia bekerja membantu orang taanya sebagai pelayan kantin di sebuah sekolah. “Bantuan ada tapi bantuan pangan non tunai (BPNT) setiap bulanya. Selaian itu untuk bulanan ada tambahan kiriman dari kakak di Badung (Denpasar maksudnya) Rp 500 ribu tiap bulan,”imbuhnya

Sementara untuk tempat tinggal saat ini, kata Wahyuni, ia bersama adik dan orang tuanya tinggal di rumah pinjaman alias menumpang. Mereka menempati lahan milik keluarga jauh Nengah Siki.

Wahyuni sendiri berharap bisa mendapat bantuan untuk meringankan keluarga ini.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/