29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:05 AM WIB

Merdeka Belajar di Masa Pandemi dengan Subsidi Pulsa

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menyebutkan bahwa tujuan utama dari proses pendidikan saat ini adalah mengembalikan anak ke sekolah secepat mungkin dan seaman mungkin.

Namun, situasi pandemi yang tak tentu kapan akan berakhir menuntut pelaksanan proses belajar mengajar harus terus berjalan dari rumah.

Menteri yang akrab dipanggil dengan sebutan Mas Menteri tersebut juga mengungkapkan bahwa pembelajaran jarak jauh bukan merupakan sesuatu yang ideal dilaksanakan baik di negara maju maupun di negara berkembang.

Banyak tantangan yang harus dihadapi untuk melaksanakan proses pendidikan di masa yang tidak ideal di tengah pandemi.

Walaupun demikian, proses pendidikan tidak boleh ditunda karena setiap warga negara berhak mendapatkannya seperti tertuang sebagai salah satu amanat bangsa dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Permasalahan yang paling banyak disoroti dari proses pendidikan di tengah pandemi adalah bertambahnya biaya.

Selain membayar iuran sumbangan pengembangan pendidikan (SPP) para orang tua siswa juga harus siap merogoh kocek lebih dalam lagi untuk biaya paket data.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis statistik perubahan pengeluaran belanja rumah tangga selama pandemi dengan menempatkan pulsa atau paket data sebagai komoditas ketiga dengan rata-rata kenaikan tertinggi mencapai hingga 14 persen.

Selain paket data, selama masa penjarakan sosial struktur pengeluaran rumah tangga juga didominasi peningkatan konsumsi bahan makanan sebesar 51 persen dan kesehatan 20 persen.

Di sisi lain, BPS juga memotret perekonomian pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.

Artinya, aktivitas ekonomi cenderung melesu ketika dibandingkan dengan situasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya.

Konsekuensinya daya beli masyarakat relatif melemah akibat penurunan sumber pendapatan.

Kontradiksi antara pendapatan yang menurun dan pengeluaran yang meningkat mengakibatkan masyarakat semakin terhimpit di tengah ekonomi yang sulit.

Sebagai bentuk respons mitigasi proses pendidikan di masa pandemi dan menggerakkan roda perekonomian, pemerintah melalui Mendikbud merencanakan stimulus berupa subsidi pulsa dan tunjangan profesi guru dan dosen.

Progam ini dianggarkan sebesar Rp 8,9 triliun dari dana cadangan APBN 2020. Sebanyak Rp7,2 triliun akan digunakan untuk membiayai subsidi kuota internet.

Dilansir dari kompas.com rincian bantuan pulsa dalam bentuk kuota ini diperuntukkan bagi siswa yakni sebesar 35 GB dan guru 42 GB per bulan.

Sedangkan untuk mahasiswa dan dosen diberikan masing-masing 50 GB per bulan. Sisa anggaran sebesar Rp1,7 triliun akan dialokasikan untuk tunjangan profesi guru dan dosen.

Penyaluran bantuan pulsa akan dilakukan oleh operator langsung ke nomor yang sudah didaftarkan ke Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Bantuan subsidi pulsa direncanakan disalurkan selama empat bulan ke depan terhitung mulai bulan September hingga bulan Desember 2020.

Tantangan pembelajaran jarak jauh tidak hanya berhenti di penyediaan akses internet. Merdeka belajar di tengah pandemi tentu tidak hanya masalah merdeka kuota.

Bagaimanapun juga upaya pemerintah untuk memberikan stimulus kuota internet patut diapresiasi sebagai bentuk mitigasi pelayanan publik di masa pendemi.

Terlepas dari hal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa bantuan pulsa mungkin bukan menjadi satu-satunya solusi dari proses pendidikan di masa pandemi.

Perlu diingat bahwa tidak semua anak di Indonesia memiliki akses serta sarana prasarana yang sama untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh.

Permasalahannya pun beragam mulai dari kepemilikan gawai, laptop atau komputer, literasi teknologi yang rendah, wilayah yang blank spot, atau karena memang membutuhkan biaya untuk membeli pulsa atau paket data.

Data Global World Digital Competitiveness Index menempatkan Indonesia di peringkat ke 56 dari 63 negara untuk capaian indikator literasi digital.

Studi penilaian cepat Wahana Visi Indonesia yang dilakukan pada bulan Mei 2020 dan dipublikasikan oleh Kompas mengungkapkan ketimpangan pendidikan dengan hasil 32 persen siswa di Indonesia tidak memiliki akses sarana belajar jarak jauh.

Sementara itu, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh BPS tahun 2019 dilaporkan bahwa persentase penduduk yang memiliki telepon seluler (HP) atau nirkabel mencapai 63,53 persen.

Ketimpangan tampak jelas antara penduduk di perkotaan sebesar 70,51 persen dan perdesaan mencapai 54,67 persen.

Beberapa permasalahan tersebut bahkan sudah ada sebelum pandemi muncul dan menjadi tantangan pendidikan dalam negeri.

Penyesuaian pendidikan harus tetap dilakukan agar dapat berjalan dengan baik meskipun di tengah badai pandemi.

Situasi pandemi menuntut penyesuaian yang tidak biasa. Subsidi pulsa perlu dikawal untuk memastikan penggunaannya untuk pendidikan.

Pemerintah telah menggelontorkan biaya untuk menyediakan akses. Pemanfaatan biaya kuota internet menjadi tanggung jawab kita, orang tua, dan lingkungan sekitar agar dapat dioptimalkan dengan bijak dan tepat sasaran.

Orang tua dapat bertindak sebagai pendamping agar paket yang diterima benar-benar digunakan untuk proses belajar mengajar bukan untuk hal lain diluar kepentingan tersebut.

Berdasar hasil survei pengguna internet 2018 oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) orang Indonesia paling banyak mengakses internet untuk menonton

film atau video dengan persentase 45,3 persen, kemudian bermain game online 17,1 persen, mendengarkan musik 14,6 persen dan sisanya untuk keperluan lainnya.

Dengan demikian pengawalan pemanfaatan subsidi pulsa penting dilakukan. Contoh bentuk dukungan masyarakat di beberapa wilayah di Bali dilakukan dengan menyediakan fasilitas wifi gratis di balai banjar untuk proses belajar selama pandemi.

Upaya tersebut menjadi bukti bahwa kita semua dapat membantu proses pendidikan di masa sulit akibat pandemi Covid-19.

Pada akhirnya mari kita kawal dan bantu proses pendidikan dengan berkontribusi sesuai dengan peran masing-masing.

Pandemi adalah momentum yang menempa semua pihak untuk terus berupaya dalam keterbatasan.

Konsep merdeka mengandung makna kebebasan untuk berinovasi, menjadi kreatif beradaptasi dan tidak menyerah untuk terus berupaya mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk terus belajar.

Semoga situasi segera membaik dan kita semua bisa kembali bergegas ke peta jalan menuju Indonesia Emas 2045. (I Gede Heprin Prayasta/Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana)

 

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menyebutkan bahwa tujuan utama dari proses pendidikan saat ini adalah mengembalikan anak ke sekolah secepat mungkin dan seaman mungkin.

Namun, situasi pandemi yang tak tentu kapan akan berakhir menuntut pelaksanan proses belajar mengajar harus terus berjalan dari rumah.

Menteri yang akrab dipanggil dengan sebutan Mas Menteri tersebut juga mengungkapkan bahwa pembelajaran jarak jauh bukan merupakan sesuatu yang ideal dilaksanakan baik di negara maju maupun di negara berkembang.

Banyak tantangan yang harus dihadapi untuk melaksanakan proses pendidikan di masa yang tidak ideal di tengah pandemi.

Walaupun demikian, proses pendidikan tidak boleh ditunda karena setiap warga negara berhak mendapatkannya seperti tertuang sebagai salah satu amanat bangsa dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Permasalahan yang paling banyak disoroti dari proses pendidikan di tengah pandemi adalah bertambahnya biaya.

Selain membayar iuran sumbangan pengembangan pendidikan (SPP) para orang tua siswa juga harus siap merogoh kocek lebih dalam lagi untuk biaya paket data.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis statistik perubahan pengeluaran belanja rumah tangga selama pandemi dengan menempatkan pulsa atau paket data sebagai komoditas ketiga dengan rata-rata kenaikan tertinggi mencapai hingga 14 persen.

Selain paket data, selama masa penjarakan sosial struktur pengeluaran rumah tangga juga didominasi peningkatan konsumsi bahan makanan sebesar 51 persen dan kesehatan 20 persen.

Di sisi lain, BPS juga memotret perekonomian pada triwulan II 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.

Artinya, aktivitas ekonomi cenderung melesu ketika dibandingkan dengan situasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya.

Konsekuensinya daya beli masyarakat relatif melemah akibat penurunan sumber pendapatan.

Kontradiksi antara pendapatan yang menurun dan pengeluaran yang meningkat mengakibatkan masyarakat semakin terhimpit di tengah ekonomi yang sulit.

Sebagai bentuk respons mitigasi proses pendidikan di masa pandemi dan menggerakkan roda perekonomian, pemerintah melalui Mendikbud merencanakan stimulus berupa subsidi pulsa dan tunjangan profesi guru dan dosen.

Progam ini dianggarkan sebesar Rp 8,9 triliun dari dana cadangan APBN 2020. Sebanyak Rp7,2 triliun akan digunakan untuk membiayai subsidi kuota internet.

Dilansir dari kompas.com rincian bantuan pulsa dalam bentuk kuota ini diperuntukkan bagi siswa yakni sebesar 35 GB dan guru 42 GB per bulan.

Sedangkan untuk mahasiswa dan dosen diberikan masing-masing 50 GB per bulan. Sisa anggaran sebesar Rp1,7 triliun akan dialokasikan untuk tunjangan profesi guru dan dosen.

Penyaluran bantuan pulsa akan dilakukan oleh operator langsung ke nomor yang sudah didaftarkan ke Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Bantuan subsidi pulsa direncanakan disalurkan selama empat bulan ke depan terhitung mulai bulan September hingga bulan Desember 2020.

Tantangan pembelajaran jarak jauh tidak hanya berhenti di penyediaan akses internet. Merdeka belajar di tengah pandemi tentu tidak hanya masalah merdeka kuota.

Bagaimanapun juga upaya pemerintah untuk memberikan stimulus kuota internet patut diapresiasi sebagai bentuk mitigasi pelayanan publik di masa pendemi.

Terlepas dari hal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa bantuan pulsa mungkin bukan menjadi satu-satunya solusi dari proses pendidikan di masa pandemi.

Perlu diingat bahwa tidak semua anak di Indonesia memiliki akses serta sarana prasarana yang sama untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh.

Permasalahannya pun beragam mulai dari kepemilikan gawai, laptop atau komputer, literasi teknologi yang rendah, wilayah yang blank spot, atau karena memang membutuhkan biaya untuk membeli pulsa atau paket data.

Data Global World Digital Competitiveness Index menempatkan Indonesia di peringkat ke 56 dari 63 negara untuk capaian indikator literasi digital.

Studi penilaian cepat Wahana Visi Indonesia yang dilakukan pada bulan Mei 2020 dan dipublikasikan oleh Kompas mengungkapkan ketimpangan pendidikan dengan hasil 32 persen siswa di Indonesia tidak memiliki akses sarana belajar jarak jauh.

Sementara itu, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh BPS tahun 2019 dilaporkan bahwa persentase penduduk yang memiliki telepon seluler (HP) atau nirkabel mencapai 63,53 persen.

Ketimpangan tampak jelas antara penduduk di perkotaan sebesar 70,51 persen dan perdesaan mencapai 54,67 persen.

Beberapa permasalahan tersebut bahkan sudah ada sebelum pandemi muncul dan menjadi tantangan pendidikan dalam negeri.

Penyesuaian pendidikan harus tetap dilakukan agar dapat berjalan dengan baik meskipun di tengah badai pandemi.

Situasi pandemi menuntut penyesuaian yang tidak biasa. Subsidi pulsa perlu dikawal untuk memastikan penggunaannya untuk pendidikan.

Pemerintah telah menggelontorkan biaya untuk menyediakan akses. Pemanfaatan biaya kuota internet menjadi tanggung jawab kita, orang tua, dan lingkungan sekitar agar dapat dioptimalkan dengan bijak dan tepat sasaran.

Orang tua dapat bertindak sebagai pendamping agar paket yang diterima benar-benar digunakan untuk proses belajar mengajar bukan untuk hal lain diluar kepentingan tersebut.

Berdasar hasil survei pengguna internet 2018 oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) orang Indonesia paling banyak mengakses internet untuk menonton

film atau video dengan persentase 45,3 persen, kemudian bermain game online 17,1 persen, mendengarkan musik 14,6 persen dan sisanya untuk keperluan lainnya.

Dengan demikian pengawalan pemanfaatan subsidi pulsa penting dilakukan. Contoh bentuk dukungan masyarakat di beberapa wilayah di Bali dilakukan dengan menyediakan fasilitas wifi gratis di balai banjar untuk proses belajar selama pandemi.

Upaya tersebut menjadi bukti bahwa kita semua dapat membantu proses pendidikan di masa sulit akibat pandemi Covid-19.

Pada akhirnya mari kita kawal dan bantu proses pendidikan dengan berkontribusi sesuai dengan peran masing-masing.

Pandemi adalah momentum yang menempa semua pihak untuk terus berupaya dalam keterbatasan.

Konsep merdeka mengandung makna kebebasan untuk berinovasi, menjadi kreatif beradaptasi dan tidak menyerah untuk terus berupaya mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk terus belajar.

Semoga situasi segera membaik dan kita semua bisa kembali bergegas ke peta jalan menuju Indonesia Emas 2045. (I Gede Heprin Prayasta/Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/