31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 9:52 AM WIB

PKPU Koruptor Dilarang Nyelag Sah, Jimmy: Kemenkum Patut Diapresiasi

DENPASAR – Proses Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 diundangkan ke dalam berita acara negara, Selasa (3/7) malam tak berjalan mulus.

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Udayana Dr. Jimmy Z. Usfunan menyebut PKPU tersebut memantik penolakan dari berbagai kalangan.

Salah satu yang mengemuka adalah pandangan bahwa PKPU hanya menambah kemungkinan calon legislatif (caleg) menggugat partai politik dan juga KPU.

Menurut Dr Jimmy, masyarakat wajib mengapresiasi sikap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia.

Undang-undang ini, terang Jimmy, memindahkan beban yang menanti KPU kepada partai politik.

“Sebelum PKPU diundang-undangkan penekanan tertuju pada eks narapidana koruptor yang secara perorangan dilarang nyaleg.

Kini, partai politik yang tidak boleh mencalonkan bakal calon legislatif yang berstatus eks narapidana korupsi, kekerasan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba,” ucapnya.

Imbuh, Jimmy, dalam PKPU yang diundangkan dalam berita acara negara, larangan itu tercantum dalam pasal 4 ayat 3.

Pasal tersebut menyebutkan seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual pada anak, dan korupsi.

“PKPU No. 20 Tahun 2018 diundangkan, demi menyelamatkan proses demokrasi,” tegasnya. Secara lugas putra Prof. Usfunan tersebut mengatakan,

upaya Kemenkumham mengundangkan Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 akan berimbas positif bagi kehidupan berdemokrasi di tanah air.

Terangnya, ke depan tidak akan ada lagi preseden bagi lembaga-lembaga negara lain yang hendak memberlakukan peraturan tanpa pengundangan.

“Karena ke depan, hal ini akan membuka “keran” yang berpotensi memberi celah bagi upaya penyelundupan hukum dan tindakan kesewenang-wenangan dari lembaga-lembaga negara.

Tentunya, publik perlu mengapresiasi langkah Kemenkumham ini. Apalagi juga telah memfasilitasi pertemuan dengan KPU dan Bawaslu

 serta mengundang para ahli hukum dalam mencari solusi,” tegasnya sembari menyebut terlibat dalam proses tersebut.

Ditambahkan Jimmy, sejatinya dalam proses penyelarasan dimaksud, masih ada beberapa hal yang belum tercapai, yakni kesepakatan antara Kemenkumham dan KPU terkait perumusan norma dalam PKPU No. 20 Tahun 2018.

Namun karena KPU bersikeras, maka Kemenkumham akhirnya mengundangkannya. “Perdebatan dalam proses penyelarasan itu lebih ditekankan pada upaya menghindari

dibenturkannya supremasi konstitusi (dalam Putusan MK, red) dengan semangat antikorupsi. Mengingat, misi pemberantasan korupsi merupakan misi konstitusional.

Sehingga, rumusan ketentuan dalam PKPU perlu diatur sedemikian rupa dengan melibatkan para ahli hukum,” paparnya. 

DENPASAR – Proses Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 diundangkan ke dalam berita acara negara, Selasa (3/7) malam tak berjalan mulus.

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Udayana Dr. Jimmy Z. Usfunan menyebut PKPU tersebut memantik penolakan dari berbagai kalangan.

Salah satu yang mengemuka adalah pandangan bahwa PKPU hanya menambah kemungkinan calon legislatif (caleg) menggugat partai politik dan juga KPU.

Menurut Dr Jimmy, masyarakat wajib mengapresiasi sikap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia.

Undang-undang ini, terang Jimmy, memindahkan beban yang menanti KPU kepada partai politik.

“Sebelum PKPU diundang-undangkan penekanan tertuju pada eks narapidana koruptor yang secara perorangan dilarang nyaleg.

Kini, partai politik yang tidak boleh mencalonkan bakal calon legislatif yang berstatus eks narapidana korupsi, kekerasan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba,” ucapnya.

Imbuh, Jimmy, dalam PKPU yang diundangkan dalam berita acara negara, larangan itu tercantum dalam pasal 4 ayat 3.

Pasal tersebut menyebutkan seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual pada anak, dan korupsi.

“PKPU No. 20 Tahun 2018 diundangkan, demi menyelamatkan proses demokrasi,” tegasnya. Secara lugas putra Prof. Usfunan tersebut mengatakan,

upaya Kemenkumham mengundangkan Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 akan berimbas positif bagi kehidupan berdemokrasi di tanah air.

Terangnya, ke depan tidak akan ada lagi preseden bagi lembaga-lembaga negara lain yang hendak memberlakukan peraturan tanpa pengundangan.

“Karena ke depan, hal ini akan membuka “keran” yang berpotensi memberi celah bagi upaya penyelundupan hukum dan tindakan kesewenang-wenangan dari lembaga-lembaga negara.

Tentunya, publik perlu mengapresiasi langkah Kemenkumham ini. Apalagi juga telah memfasilitasi pertemuan dengan KPU dan Bawaslu

 serta mengundang para ahli hukum dalam mencari solusi,” tegasnya sembari menyebut terlibat dalam proses tersebut.

Ditambahkan Jimmy, sejatinya dalam proses penyelarasan dimaksud, masih ada beberapa hal yang belum tercapai, yakni kesepakatan antara Kemenkumham dan KPU terkait perumusan norma dalam PKPU No. 20 Tahun 2018.

Namun karena KPU bersikeras, maka Kemenkumham akhirnya mengundangkannya. “Perdebatan dalam proses penyelarasan itu lebih ditekankan pada upaya menghindari

dibenturkannya supremasi konstitusi (dalam Putusan MK, red) dengan semangat antikorupsi. Mengingat, misi pemberantasan korupsi merupakan misi konstitusional.

Sehingga, rumusan ketentuan dalam PKPU perlu diatur sedemikian rupa dengan melibatkan para ahli hukum,” paparnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/