Pementasan wayang kulit tak selalu dipentaskan dalam bentuk pementasan tradisional yang terkesan monoton.
Bisa pula dipentaskan dalam bentuk kreatif. Pementasan wayang kreatif nan inovatif itu dipentaskan oleh Komunitas Dalang Sembroli yang berkolaborasi dengan dalang asal Amerika Serikat, Sam Jay Gold.
EKA PRASETYA, Singaraja
TAWARAN baru dalam bidang pedalangan itu dipentaskan pada ajang Buleleng Festival 2018, tepatnya di Wantilan Puri Seni Sasana Budaya, Minggu (5/8) malam lalu.
Pada pementasan malam itu, kolaborasi dalang dua bangsa itu membawakan lakon carangan. Artinya dalang dapat membuat cerita, namun tak jauh dari batang tubuh cerita Bharatayuda dan Mahabrata.
Cerita yang diangkat berjudul Tole Wayang Aneh.
Tawaran-tawaran baru yang dihadirkan, membuat pementasan lebih hidup. Penonton yang biasanya hanya menyaksikan permainan dalang di depan kelir, juga dibuat ikut menyaksikan permainan para dalang di balik kelir.
Caranya, kelir diletakkan di atas panggung khusus yang memang bisa diputar. Pada saat-saat tertentu, panggung diputar sehingga dalang bisa dilihat jelas penonton.
Selain itu dalang juga ikut bermain drama di atas panggung. Ditambah lagi kolaborasi permainan gitar yang dibawakan Ian Coss dengan penabuh karawitan dari Komunitas Dalang Sembroli.
Proses kolaborasi dalam dunia pedalangan ini berawal dari keberadaan komunitas Brother is Campur.
Komunitas ini merupakan pertemanan antara dua warga Negara Amerika Serikat dengan warga Indonesia.
Warga Amerika itu adalah Dalang Sam Jay Gold serta pemusik Ian Coss. Sementara warga Indonesia, ialah Dalang I Putu Rekayasa dan Putu Panji Wilymantara.
Mereka sudah sempat berkolaborasi di Amerika dan memutuskan untuk berkolaborasi di Bali. Mereka kemudian menggandeng I Gusti Made Aryana alias Dalang Sembroli untuk berproses.
Ditemui usai pementasan, Dalang Sam Jay Gold mengaku sengaja ingin membuat sebuah pementasan wayang di Bali, untuk mengeksplorasi inovasi-inovasi baru dalam wayang tradisi.
Baginya pentas malam itu juga berbeda dari pentas-pentas yang dilakukan sebelumnya. “Biasanya kami membuat pentas hanya dengan empat orang saja.
Malam ini kami kolaborasi juga dengan gamelan. Ini tantangan berbeda dengan banyak orang. Tapi tiap-tiap orang paham dan porsi mereka. Bagi saya ini luar biasa,” kata Sam Jay Gold.
Sam mengaku sudah mulai mempersiapkan pentas itu sejak enam pekan terakhir. Baginya, bukan perkara mudah mempelajari wayang kulit.
Meski dirinya cukup fasih berbahasa Indonesia, namun dalam pementasan wayang ia harus berbicara dalam Bahasa Bali dan Bahasa Kawi.
“Saya harus menghafal dan memahami maknanya. Kadang saya lupa apa yang harus saya ucapkan dan saya bawa contekan,” ujarnya sambil tertawa.
Sementara itu Dalang Sembroli mengatakan pementasan malam itu menggabungkan ide-ide yang muncul dalam proses penggarapan.
“Saya melihat proses ide kreatif teman-teman itu sangat cair dan bisa menjadi apa yang hadir di atas panggung malam ini. Saya menyebutnya ini sebuah tawaran baru dalam pentas wayang,” kata Sembroli.
Menurut Sembroli bukan perkara mudah menjalin kolaborasi dengan dalang yang berbeda bangsa. Salah satu hambatan utama adalah kendala bahasa.
Sehingga proses-proses kreatif yang muncul, cukup sulit untuk dikomunikasikan dalam bentuk pentas.