27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 7:12 AM WIB

Unggah Video Hina Anggota Propam di FB, Ngaku Punya Keluarga Polisi

Pada 11 Oktober 2018 pukul 08.00, Lutfi Abdulah alias Lufi dengan gagah berani menantang berkelahi anggota Polres Badung, I Made Hendra Sutrisna.

Lufi yang saat itu merasa diserempet memaki Hendra sambil merekamnya. Setelah itu ia mengunggah rekaman disertai nada provokasi. Sontak unggahan tersebut menimbulkan reaksi negatif yang menyudutkan Hendra. Seperti Apa?

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

DULU Lutfi Abdulah alias Lufi dengan gagah berani menantang berkelahi anggota Polres Badung, I Made Hendra Sutrisna. Tepatnya pada tanggal 11 Oktober 2018 lalu.

Namun, saat sidang di PN Denpasar kemarin (20/2), Lufi tidak lagi garang. Pria 30 tahun itu tampak kalem saat duduk di kursi pesakitan. Lufi didakwa melecehkan profesi anggota Polri.

“Dia berkata kasar dan memaki saya. Saya dibilang ci (bahasa Bali kasar yang berarti kamu),” ujar Hendra di muka majelis hakim yang diketua I Dewa Budi Watsara, kemarin (20/2).

Dalam pembacaan surat dakwaan, JPU Eddy Arta Wijaya mengungkapkan saksi Hendra yang merupakan anggota Polri bertugas di Propam Polres Badung.

Ketika itu Hendra mengendarai sepeda motor melintas di Simpang Taman Griya, Jimbran, menuju arah timur. “Saksi tengah melaksanakan tugas pengamanan IMF,” jelas jaksa.

Kebetulan saat itu berbarengan melintas rombongan tamu IMF. Saksi Hendra pun menambah laju sepeda motornya dan minggir ke arah kiri agar tidak menghalangi rombongan tersebut.

Saat yang bersamaan terdakwa juga melintas mengendarai sepeda motornya. Terdakwa merasa diserempet kemudian marah dan mendekati saksi Hendra. Baku mulut pun tak terelakkan.

Selanjutnya terdakwa mengajak saksi menepi. Mengingat keselamatan diri akhirnya saksi memilih menepi di tempat yang ada personel Polri di simpang Perumahan Taman Putri.

Namun, hal itu sempat ditolak terdakwa. “Jangan kamu mencari teman,” cetus terdakwa. Mereka pun berhenti di simpang Perumahan Taman Putri.

Saat itu terdakwa marah-marah dan menyatakan jika saksi membawa motor secara arogan. Selain itu, terdakwa mengajak berkelahi dan menyuruh saksi melepas lencana Polri.

Saksi menanyakan maksud terdakwa yang mengatakan dirinya arogan. Terdakwa mengatakan, bahwa saksi arogan membawa kendaraan dan menyerempetnya.

Mendengar perkataan terdakwa, kemudian saksi menjawab dan menjelaskan bahwa tidak ada menyerempet.

Tapi terdakwa tidak mengindahkan penjelasan saksi. Lalu terdakwa mengeluarkan hand phone.

“Terdakwa merekam dan mengatakan akan memperpanjang masalah ini, karena dirinya memiliki keluarga Polri,” imbuh JPU Eddy.

JPU Kejati Bali itu menambahkan, Hendra pun meladeni dan siap memperpanjang sampai ke tahap manapun. Saksi mengingatkan terdakwa agar lebih bijak menggunakan media sosial.

Beberapa menit kemudian terdakwa mengunggah rekaman video melalui akun Facebook-nya. Postingan video juga disertai keterangan, yang intinya menjelaskan arogansi saksi mengendarai sepeda motor.

Sebagai polisi memberikan contoh yang tidak baik dan menuliskan agar saksi meletakkan lencana, jika tidak sanggup memberikan contoh baik ke warga sipil.

Akibat postingan video tersebut, saksi Hendra merasa malu dan terhina. Lantaran beberapa teman terdakwa mengonfirmasi postingan itu.

Selain itu, kesatuan tempat saksi bertugas meminta penjelasan mengenai itu. “Postingan itu mengundang komentar negatif yang bersifat provokatif. Sehingga memancing komentar melakukan kekerasan,” imbuh jaksa.

Jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 27 Ayat (3) Juncto Pasal 45 Ayat (3) UU RI Nomor 19/2006 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sedangkan dakwaan kedua, terdakwa dikenakan Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, yaitu dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal,

yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, yang dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum.

Saat ditanya hakim, terdakwa Lufi pun mengakui telah berkata kasar pada korban.  Di akhir persidangan, majelis hakim menanyakan ke saksi Hendra dan terdakwa Lutfi apakah sudah berdamai.

Keduanya pun menyatakan telah melakukan perdamaian. Untuk lebih mempertegas lagi, majelis hakim pimpinan Dewa Budi Watsara meminta terdakwa Lutfi bersalaman dengan saksi Hendra.

Juga dua saksi lainnya. Lutfi pun langsung menghampiri saksi dan saling bersalaman. “Meskipun sudah damai, kasusnya tetap jalan,” tukas hakim. (*)

 

Pada 11 Oktober 2018 pukul 08.00, Lutfi Abdulah alias Lufi dengan gagah berani menantang berkelahi anggota Polres Badung, I Made Hendra Sutrisna.

Lufi yang saat itu merasa diserempet memaki Hendra sambil merekamnya. Setelah itu ia mengunggah rekaman disertai nada provokasi. Sontak unggahan tersebut menimbulkan reaksi negatif yang menyudutkan Hendra. Seperti Apa?

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

DULU Lutfi Abdulah alias Lufi dengan gagah berani menantang berkelahi anggota Polres Badung, I Made Hendra Sutrisna. Tepatnya pada tanggal 11 Oktober 2018 lalu.

Namun, saat sidang di PN Denpasar kemarin (20/2), Lufi tidak lagi garang. Pria 30 tahun itu tampak kalem saat duduk di kursi pesakitan. Lufi didakwa melecehkan profesi anggota Polri.

“Dia berkata kasar dan memaki saya. Saya dibilang ci (bahasa Bali kasar yang berarti kamu),” ujar Hendra di muka majelis hakim yang diketua I Dewa Budi Watsara, kemarin (20/2).

Dalam pembacaan surat dakwaan, JPU Eddy Arta Wijaya mengungkapkan saksi Hendra yang merupakan anggota Polri bertugas di Propam Polres Badung.

Ketika itu Hendra mengendarai sepeda motor melintas di Simpang Taman Griya, Jimbran, menuju arah timur. “Saksi tengah melaksanakan tugas pengamanan IMF,” jelas jaksa.

Kebetulan saat itu berbarengan melintas rombongan tamu IMF. Saksi Hendra pun menambah laju sepeda motornya dan minggir ke arah kiri agar tidak menghalangi rombongan tersebut.

Saat yang bersamaan terdakwa juga melintas mengendarai sepeda motornya. Terdakwa merasa diserempet kemudian marah dan mendekati saksi Hendra. Baku mulut pun tak terelakkan.

Selanjutnya terdakwa mengajak saksi menepi. Mengingat keselamatan diri akhirnya saksi memilih menepi di tempat yang ada personel Polri di simpang Perumahan Taman Putri.

Namun, hal itu sempat ditolak terdakwa. “Jangan kamu mencari teman,” cetus terdakwa. Mereka pun berhenti di simpang Perumahan Taman Putri.

Saat itu terdakwa marah-marah dan menyatakan jika saksi membawa motor secara arogan. Selain itu, terdakwa mengajak berkelahi dan menyuruh saksi melepas lencana Polri.

Saksi menanyakan maksud terdakwa yang mengatakan dirinya arogan. Terdakwa mengatakan, bahwa saksi arogan membawa kendaraan dan menyerempetnya.

Mendengar perkataan terdakwa, kemudian saksi menjawab dan menjelaskan bahwa tidak ada menyerempet.

Tapi terdakwa tidak mengindahkan penjelasan saksi. Lalu terdakwa mengeluarkan hand phone.

“Terdakwa merekam dan mengatakan akan memperpanjang masalah ini, karena dirinya memiliki keluarga Polri,” imbuh JPU Eddy.

JPU Kejati Bali itu menambahkan, Hendra pun meladeni dan siap memperpanjang sampai ke tahap manapun. Saksi mengingatkan terdakwa agar lebih bijak menggunakan media sosial.

Beberapa menit kemudian terdakwa mengunggah rekaman video melalui akun Facebook-nya. Postingan video juga disertai keterangan, yang intinya menjelaskan arogansi saksi mengendarai sepeda motor.

Sebagai polisi memberikan contoh yang tidak baik dan menuliskan agar saksi meletakkan lencana, jika tidak sanggup memberikan contoh baik ke warga sipil.

Akibat postingan video tersebut, saksi Hendra merasa malu dan terhina. Lantaran beberapa teman terdakwa mengonfirmasi postingan itu.

Selain itu, kesatuan tempat saksi bertugas meminta penjelasan mengenai itu. “Postingan itu mengundang komentar negatif yang bersifat provokatif. Sehingga memancing komentar melakukan kekerasan,” imbuh jaksa.

Jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 27 Ayat (3) Juncto Pasal 45 Ayat (3) UU RI Nomor 19/2006 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sedangkan dakwaan kedua, terdakwa dikenakan Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, yaitu dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal,

yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, yang dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum.

Saat ditanya hakim, terdakwa Lufi pun mengakui telah berkata kasar pada korban.  Di akhir persidangan, majelis hakim menanyakan ke saksi Hendra dan terdakwa Lutfi apakah sudah berdamai.

Keduanya pun menyatakan telah melakukan perdamaian. Untuk lebih mempertegas lagi, majelis hakim pimpinan Dewa Budi Watsara meminta terdakwa Lutfi bersalaman dengan saksi Hendra.

Juga dua saksi lainnya. Lutfi pun langsung menghampiri saksi dan saling bersalaman. “Meskipun sudah damai, kasusnya tetap jalan,” tukas hakim. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/