28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 18:34 PM WIB

Makin Lawas Makin Diburu, Suka Koleksi Barang Tua Karena Nilai Histori

Keberadaan motor klasik atau motor tua dan barang-barang lawas elektronik jadi incaran banyak orang. Terutama para kolektor.

Motor-motor tua pabrikan tahun 60 sampai 90-an itulah yang kini dikoleksi Gde Artawan, dosen Universitas Undiksha Singaraja.

 

JULIADI, Singaraja

BERANGKAT dari hobi dengan barang-barang lawas dan antik itulah yang membuat Gde Artawan mengoleksi berbagai kendaraan motor vespa, motor Honda 70-an hingga radio lawas buatan tahun 1920-an, sebelum era Indonesia merdeka.

Ketika mengunjungi rumahnya di Jalan Pulau Samosir Gang IV Nomor 15, Singaraja, Jawa Pos Radar Bali, sempat beberapa kali salah jalan.

Beruntung saat menanyakan kepada warga sekitar, rumah dari pria berusia 60 tahun hampir semua warga tahu.

Gonggongan anjing menyambut ketika menemukan rumah dari Gde Artawan. Gde Artawan kala itu tampak santai berada di depan halaman rumahnya.

Tak panjang lebar setelah berkenalan dengannya, Jawa Pos Radar Bali dibawa ke halaman belakang rumahnya untuk melihat motor-motor lawas yang dikoleksi dosen Jurusan Bahasa Indonesia Fakultas Bahasa dan Inggris Undiksha.

Puluhan motor-motor lawas tersebut berjejer rapi dalam kondisi terparkir. Yang lebih menarik ada radio buatan sebelum negara ini terbentuk.

Sambil menghidupkan radio buatan sekitar tahun 65, Gde Artawan menceritakan dirinya mulai mengkolektor barang-barang antik.

Dia menuturkan sejak SMA tahun 77 sejatinya dirinya sudah mulai sebagai penghobi koleksi barang-barang lawas. Yakni motor vespa, motor tahun 70an, radio dan barang antik lainnya.

Pertama kali dari almarhum ayahnya yang mengemari dan mengoleksi motor lawas dan diperkenalkan olehnya.  

“Kemudian berlanjut ke saya dan saya akhirnya ketagihan ikut memburu barang-barang lawas tersebut,” cerita Gde Artawan sambil menyuguhkan segelas kopi.

Bukan tanpa sebab Gde Artawan suka motor-motor tua, radio dan barang-barang antik. Selain karena hobi dan suka, juga karena memiliki nilai historis.

Ada sisi sejarah yang tidak bisa terlupakan. Kemudian kenikmatan yang tidak bisa dibeli oleh uang. Misalnya motor Vespa tahun buatan 1965.

Dulunya motor vespa tersebut menjadi salah satu mode transportasi yang kerap kali dikendarai olehnya untuk antar jemput sekolah.

Bahkan, ayahnya selalu bepergian dengan mengendarai motor vespa. Begitu pula dengan radio buatan tahun 1929 sampai 1945 yang masih dengan frekuensi SW dan MW.

Radio itulah yang menjadi saksi bisu bagaimana kemerdekaan RI disiarkan dan disebarluaskan ke pelosok negeri.

“Sisi lainnya tak kalah gengsi dengan buatan-buatan masa kini. Dan barang lawas ini kendati sulit dicari atau ditemukan.

Tetapi malah semakin lawas makin banyak pemburu dan peminatnya,

Maka tidak heran harga motor lawas dan barang lama lebih mahal ketimbang barang-barang baru, karena langka,” terangnya.

Memburu motor tua dan radio-radio pabrikan dibawah tahun 1.900 tidak semudah yang dibayangkan. Bahkan harus merogoh kocek gajinya sebagai sebagai seorang dosen yang sudah mencapai ratusan juta.

“Saya berburu motor lawas, radio, barang antik sampai ke daerah Solo, Jogjakarta, Jakarta dan Surabaya. Kalau berburu disaat ada tugas-tugas keluar daerah dari kampus.

Nah, sembari bertugas saya menyempatkan diri untuk berburu,” ungkap pria yang juga pengkoleksi mobil WV kodok.

Diakui Gde Artawan, cara mengetahui bahwa motor tua, barang radio lawas dan barang-barang lainnya masih orisinil saat memburu

selain memperoleh informasi dari media internet juga informasi ia dapat dari rekan dan sahabatnya sesama kolektor barang tua.

Kadang seseorang bisa tertipu ketika membeli barang-barang lawas. “Kalau saya beli barang ya harus cek detail dulu.

Sesuai tidak dengan spesifikasi dan tahun pembuatan. Dan, terpenting sesuai dengan hasrat keinginan. Jika pas, baru saya beli barang tersebut,” ujarnya.

Dari 11 motor Vespa lawas, sekitar 10 motor Honda 70 an dan puluhan barang-barang radio dengan frekuensi masih SW dan MW ini. Salah satu motor Vespa tertua yang dia miliki tahun 1961.

Gde Artawan mengaku, awalnya Vespa tersebut dia beli seharga sekitar Rp 12 juta. Namun, saat ini ditawar dengan harga Rp 45 juta.

Sedang barang-barang radio ada buatan tahun 1929 dan tahun 1945 sampai radio zaman masa kini.

“Untuk perawatan barang tersebut dilakukan tidak harus setiap harinya. Namun ketika ada waktu senggang baru saya bersihkan. Kemudian jika ada kerusakan cukup sulit baru saya bawa ke bengkel atau tukang servis,” pungkasnya. (*)

 

Keberadaan motor klasik atau motor tua dan barang-barang lawas elektronik jadi incaran banyak orang. Terutama para kolektor.

Motor-motor tua pabrikan tahun 60 sampai 90-an itulah yang kini dikoleksi Gde Artawan, dosen Universitas Undiksha Singaraja.

 

JULIADI, Singaraja

BERANGKAT dari hobi dengan barang-barang lawas dan antik itulah yang membuat Gde Artawan mengoleksi berbagai kendaraan motor vespa, motor Honda 70-an hingga radio lawas buatan tahun 1920-an, sebelum era Indonesia merdeka.

Ketika mengunjungi rumahnya di Jalan Pulau Samosir Gang IV Nomor 15, Singaraja, Jawa Pos Radar Bali, sempat beberapa kali salah jalan.

Beruntung saat menanyakan kepada warga sekitar, rumah dari pria berusia 60 tahun hampir semua warga tahu.

Gonggongan anjing menyambut ketika menemukan rumah dari Gde Artawan. Gde Artawan kala itu tampak santai berada di depan halaman rumahnya.

Tak panjang lebar setelah berkenalan dengannya, Jawa Pos Radar Bali dibawa ke halaman belakang rumahnya untuk melihat motor-motor lawas yang dikoleksi dosen Jurusan Bahasa Indonesia Fakultas Bahasa dan Inggris Undiksha.

Puluhan motor-motor lawas tersebut berjejer rapi dalam kondisi terparkir. Yang lebih menarik ada radio buatan sebelum negara ini terbentuk.

Sambil menghidupkan radio buatan sekitar tahun 65, Gde Artawan menceritakan dirinya mulai mengkolektor barang-barang antik.

Dia menuturkan sejak SMA tahun 77 sejatinya dirinya sudah mulai sebagai penghobi koleksi barang-barang lawas. Yakni motor vespa, motor tahun 70an, radio dan barang antik lainnya.

Pertama kali dari almarhum ayahnya yang mengemari dan mengoleksi motor lawas dan diperkenalkan olehnya.  

“Kemudian berlanjut ke saya dan saya akhirnya ketagihan ikut memburu barang-barang lawas tersebut,” cerita Gde Artawan sambil menyuguhkan segelas kopi.

Bukan tanpa sebab Gde Artawan suka motor-motor tua, radio dan barang-barang antik. Selain karena hobi dan suka, juga karena memiliki nilai historis.

Ada sisi sejarah yang tidak bisa terlupakan. Kemudian kenikmatan yang tidak bisa dibeli oleh uang. Misalnya motor Vespa tahun buatan 1965.

Dulunya motor vespa tersebut menjadi salah satu mode transportasi yang kerap kali dikendarai olehnya untuk antar jemput sekolah.

Bahkan, ayahnya selalu bepergian dengan mengendarai motor vespa. Begitu pula dengan radio buatan tahun 1929 sampai 1945 yang masih dengan frekuensi SW dan MW.

Radio itulah yang menjadi saksi bisu bagaimana kemerdekaan RI disiarkan dan disebarluaskan ke pelosok negeri.

“Sisi lainnya tak kalah gengsi dengan buatan-buatan masa kini. Dan barang lawas ini kendati sulit dicari atau ditemukan.

Tetapi malah semakin lawas makin banyak pemburu dan peminatnya,

Maka tidak heran harga motor lawas dan barang lama lebih mahal ketimbang barang-barang baru, karena langka,” terangnya.

Memburu motor tua dan radio-radio pabrikan dibawah tahun 1.900 tidak semudah yang dibayangkan. Bahkan harus merogoh kocek gajinya sebagai sebagai seorang dosen yang sudah mencapai ratusan juta.

“Saya berburu motor lawas, radio, barang antik sampai ke daerah Solo, Jogjakarta, Jakarta dan Surabaya. Kalau berburu disaat ada tugas-tugas keluar daerah dari kampus.

Nah, sembari bertugas saya menyempatkan diri untuk berburu,” ungkap pria yang juga pengkoleksi mobil WV kodok.

Diakui Gde Artawan, cara mengetahui bahwa motor tua, barang radio lawas dan barang-barang lainnya masih orisinil saat memburu

selain memperoleh informasi dari media internet juga informasi ia dapat dari rekan dan sahabatnya sesama kolektor barang tua.

Kadang seseorang bisa tertipu ketika membeli barang-barang lawas. “Kalau saya beli barang ya harus cek detail dulu.

Sesuai tidak dengan spesifikasi dan tahun pembuatan. Dan, terpenting sesuai dengan hasrat keinginan. Jika pas, baru saya beli barang tersebut,” ujarnya.

Dari 11 motor Vespa lawas, sekitar 10 motor Honda 70 an dan puluhan barang-barang radio dengan frekuensi masih SW dan MW ini. Salah satu motor Vespa tertua yang dia miliki tahun 1961.

Gde Artawan mengaku, awalnya Vespa tersebut dia beli seharga sekitar Rp 12 juta. Namun, saat ini ditawar dengan harga Rp 45 juta.

Sedang barang-barang radio ada buatan tahun 1929 dan tahun 1945 sampai radio zaman masa kini.

“Untuk perawatan barang tersebut dilakukan tidak harus setiap harinya. Namun ketika ada waktu senggang baru saya bersihkan. Kemudian jika ada kerusakan cukup sulit baru saya bawa ke bengkel atau tukang servis,” pungkasnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/