31.5 C
Jakarta
25 April 2024, 12:52 PM WIB

Tak Ada Life Jacket, Terapung 1 Jam di Laut, Selamat Karena Dampra

Terbakarnya KM Bintang Jaya VI di perairan Bali Utara menyisakan cerita di kalangan anak buah kapal (ABK). 

Mereka panik dan berhamburan keluar, tak memikirkan apa yang terjadi, langsung meloncat ke laut untuk menyelamatkan diri.

 

JULIADI, Gerokgak

MASIH ada rasa trauma dari para ABK KM Bintang Jaya VI yang beristirahat di tempat bongkar muat pekerja di Pelabuhan Pelindo III Celukan Bawang. 

 “Rasa trauma masih ada sampai sekarang. Masih terbayang detik-detik sebelum kejadian, sesudah kejadian dan terapung terombang ambing 

ditengah lautan,” kata Handy Hede Data, 40, salah satu ABK KM Bintang Jaya VI yang selamat dari peristiwa kebakaran itu.

Menurut Handy, tugas dia kala itu sebagai juru mesin. Sebelum kejadian kebakaran kapal, dia ditugasi oleh kapten kapal Martin, 37 untuk mengecek kondisi kipas baling-baling. 

Karena ketika kapal berjalan mesin kapal selalu ada getaran. Setelah turun menyelam mengecek mesin kapal berkapasitas 168 GT, dia melihat baling-baling kapal tersangkut tali tambang sekitar 5 meter. 

Butuh waktu 10 menit menyelesaikan tali yang terlilit pada baling-baling. “Usai itu saya naik ke atas kapal. Sekitar 5 menit ke kamar mandi. 

Baru 3 gayung air membasahi tubuh, ABK kapal lainnya teriak meminta pertolongan. Mereka teriak keluar api dari geladak mesin kapal. Dalam sekejap api membakar kapal,” katanya.

Kapten Kapal Martin langsung memberikan petunjuk untuk terjun satu persatu ke laut dengan melepaskan dua buah dampra pelampung. 

Sehingga semua ABK kapal terselamatkan oleh dua pelampung dampra. “Kami bawa life jacket, namun tak dapat kami ambil di kapal, karena sudah terbakar. Kapal terbakar sekitar pukul 11.00, Selasa (5/11) lalu,” ungkapnya. 

Sementara itu Kapten Kapal Martin menjelaskan tak firasat apapun sebelum berlayar. Rencana kapal akan menuju daerah Indonesia Timur Papua untuk mengangkut ikan. 

 “Kami biasa menuju Papua sebulan sekali dengan waktu tempuh perjalanan selama seminggu lebih,” ucap pria yang sekitar 20 tahun mengecap pahit manisnya sebagai nahkoda kapal. 

10 ABK selamat dari peristiwa kebakaran itu. Karena ada pelampung dampra. Hampir satu jam lebih dia dan ABK lainnya terapung dan terombang-ambing di tengah laut. 

 “Beruntung Kapal Kargo Pioneer Vessel berbendera Hongkong yang melintas dan memberikan pertolongan kepada kepada kami saat itu,” ungkapnya. 

Martin menuturkan, musibah kecelakaan laut seperti ini sudah dua kali dia alami. Tahun 2013 silam kapal pencari ikan yang dia nahkodai juga menghantam karang diperairan Nusa Tenggara Timur. 

Kala itu dia juga selamat. Dan sekarang musibah kapal kebakaran terbakar juga dialaminya. Diakui Martin gaji sebagai pelaut sangat kecil. 

Dalam satu kali perjalanan diberikan gaji oleh perusahaan ikan CV. Napoli, Probolinggo sebesar Rp 2,5 juta untuk satu orang kru kapal. 

Itu gaji bersih diluar makan dan minum saat perjalanan. Di sisi lain Kepala Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan (KSOP) Laut Celukan Bawang I Made Oka mengatakan, 

dari hasil penyelidikan, ada indikasi kapal terbakar karena arus pendek pada bagian aki mesin kapal. Setelah coba dihidupkan mesin kapal aki menimbulkan percikan api. 

 “Saat itu pula mesin kapal terbakar dan sekejap kapal terbakar. Terlebih lagi kapal juga membawa persedian minyak untuk perjalanan,” terangnya. 

Atas kejadian itu pihaknya menghubungi perusahaan ikan CV. Napoli di mana tempat bekerja 10 ABK KM Bintang Jaya VI agar bertanggung terhadap 10 ABK yang selamat. 

Minimal pihak perusahaan membantu biaya pemulangan mereka. Namun CV. Napoli tidak bertanggung jawab terhadap seluruh ABK. 

 “Sehingga kami sudah berkoordinasi dengan Pelindo III Celukan Bawang bahwa pemulangan 10 ABK dibantu komunitas 

Pelabuhan Celukan Bawang. Rencana hari ini akan dipulangkan menuju Probolinggo sekitar pukul 15.00,” ungkapnya. 

 Made Oka mengaku musibah kecelakaan sudah terjadi dua kali di perairan Bali Utara. Ketika kecelakaan laut selalu ABK yang dirugikan. 

Karena dalam perjanjian kerja laut pihak perusahaan tidak mau mengcover biaya-biaya emergency saat kecelakaan laut seperti ini.

 “Hal ini sering terjadi pada ABK ketika kecelakaan laut terjadi,” tandasnya. (*)

Terbakarnya KM Bintang Jaya VI di perairan Bali Utara menyisakan cerita di kalangan anak buah kapal (ABK). 

Mereka panik dan berhamburan keluar, tak memikirkan apa yang terjadi, langsung meloncat ke laut untuk menyelamatkan diri.

 

JULIADI, Gerokgak

MASIH ada rasa trauma dari para ABK KM Bintang Jaya VI yang beristirahat di tempat bongkar muat pekerja di Pelabuhan Pelindo III Celukan Bawang. 

 “Rasa trauma masih ada sampai sekarang. Masih terbayang detik-detik sebelum kejadian, sesudah kejadian dan terapung terombang ambing 

ditengah lautan,” kata Handy Hede Data, 40, salah satu ABK KM Bintang Jaya VI yang selamat dari peristiwa kebakaran itu.

Menurut Handy, tugas dia kala itu sebagai juru mesin. Sebelum kejadian kebakaran kapal, dia ditugasi oleh kapten kapal Martin, 37 untuk mengecek kondisi kipas baling-baling. 

Karena ketika kapal berjalan mesin kapal selalu ada getaran. Setelah turun menyelam mengecek mesin kapal berkapasitas 168 GT, dia melihat baling-baling kapal tersangkut tali tambang sekitar 5 meter. 

Butuh waktu 10 menit menyelesaikan tali yang terlilit pada baling-baling. “Usai itu saya naik ke atas kapal. Sekitar 5 menit ke kamar mandi. 

Baru 3 gayung air membasahi tubuh, ABK kapal lainnya teriak meminta pertolongan. Mereka teriak keluar api dari geladak mesin kapal. Dalam sekejap api membakar kapal,” katanya.

Kapten Kapal Martin langsung memberikan petunjuk untuk terjun satu persatu ke laut dengan melepaskan dua buah dampra pelampung. 

Sehingga semua ABK kapal terselamatkan oleh dua pelampung dampra. “Kami bawa life jacket, namun tak dapat kami ambil di kapal, karena sudah terbakar. Kapal terbakar sekitar pukul 11.00, Selasa (5/11) lalu,” ungkapnya. 

Sementara itu Kapten Kapal Martin menjelaskan tak firasat apapun sebelum berlayar. Rencana kapal akan menuju daerah Indonesia Timur Papua untuk mengangkut ikan. 

 “Kami biasa menuju Papua sebulan sekali dengan waktu tempuh perjalanan selama seminggu lebih,” ucap pria yang sekitar 20 tahun mengecap pahit manisnya sebagai nahkoda kapal. 

10 ABK selamat dari peristiwa kebakaran itu. Karena ada pelampung dampra. Hampir satu jam lebih dia dan ABK lainnya terapung dan terombang-ambing di tengah laut. 

 “Beruntung Kapal Kargo Pioneer Vessel berbendera Hongkong yang melintas dan memberikan pertolongan kepada kepada kami saat itu,” ungkapnya. 

Martin menuturkan, musibah kecelakaan laut seperti ini sudah dua kali dia alami. Tahun 2013 silam kapal pencari ikan yang dia nahkodai juga menghantam karang diperairan Nusa Tenggara Timur. 

Kala itu dia juga selamat. Dan sekarang musibah kapal kebakaran terbakar juga dialaminya. Diakui Martin gaji sebagai pelaut sangat kecil. 

Dalam satu kali perjalanan diberikan gaji oleh perusahaan ikan CV. Napoli, Probolinggo sebesar Rp 2,5 juta untuk satu orang kru kapal. 

Itu gaji bersih diluar makan dan minum saat perjalanan. Di sisi lain Kepala Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan (KSOP) Laut Celukan Bawang I Made Oka mengatakan, 

dari hasil penyelidikan, ada indikasi kapal terbakar karena arus pendek pada bagian aki mesin kapal. Setelah coba dihidupkan mesin kapal aki menimbulkan percikan api. 

 “Saat itu pula mesin kapal terbakar dan sekejap kapal terbakar. Terlebih lagi kapal juga membawa persedian minyak untuk perjalanan,” terangnya. 

Atas kejadian itu pihaknya menghubungi perusahaan ikan CV. Napoli di mana tempat bekerja 10 ABK KM Bintang Jaya VI agar bertanggung terhadap 10 ABK yang selamat. 

Minimal pihak perusahaan membantu biaya pemulangan mereka. Namun CV. Napoli tidak bertanggung jawab terhadap seluruh ABK. 

 “Sehingga kami sudah berkoordinasi dengan Pelindo III Celukan Bawang bahwa pemulangan 10 ABK dibantu komunitas 

Pelabuhan Celukan Bawang. Rencana hari ini akan dipulangkan menuju Probolinggo sekitar pukul 15.00,” ungkapnya. 

 Made Oka mengaku musibah kecelakaan sudah terjadi dua kali di perairan Bali Utara. Ketika kecelakaan laut selalu ABK yang dirugikan. 

Karena dalam perjanjian kerja laut pihak perusahaan tidak mau mengcover biaya-biaya emergency saat kecelakaan laut seperti ini.

 “Hal ini sering terjadi pada ABK ketika kecelakaan laut terjadi,” tandasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/