27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 7:43 AM WIB

Stigma PKI untuk Tebar Ketakutan, Kriminalisasi Aktivis Meningkat

Banyaknya kasus kriminalisasi terhadap para pejuang lingkungan, membuat banyak pihak memberikan simpati.

Greenpeace dan Taman Baca Kesiman pun kemudian menanggapinya dengan membuat diskusi  bertajuk Kriminalisasi Ditengah Ancaman Krisis Ekologi.

 

WAYAN WIDYANTARA, Denpasar

DISKUSI itu menghadirkan dua narasumber yang juga aktivis lingkungan, yakni Roy Muryadho selaku Koordinator FNKSDA

(Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam), dan Wayan Gendo Suardana selaku Koordinator umum ForBALI.

Sementara bertindak sebagai moderator adalah aktivis kawakan Bali, Roberto Hutabarat. Di depan audiens, Gendo memulai diskusi dengan menyisir kasus Budi Pego, aktivis ForBanyuwangi yang menolak tambang emas di Tumpang Pitu.

Kini, Budi Pego sedang dikriminalisasi dengan tuduhan penyebaran ajaran Marxism dan Leninism. Padahal, Budi Pego adalah seorang petani buah naga yang tak tahu menahu persoalan itu.

“Budi Pego ini salah satu contoh. Banyak sekali Budi Pego yang lain dan dihantui persoalan yang sama. Sering sekali menggunakan isu komunis untuk meredam perlawanan rakyat,” kata Gendo.

Hal yang sama atau penggunaan isu komunis juga terjadi di tahun 1999 untuk membubarkan gerakan mahasiswa.

“Artinya diluar hukum pidana, isu komunis memang digunakan untuk membangun antipati masyarakat disekitar.

Karena menimbulkan ketakutan penduduk sekitar. Ini efektif digunakan untuk melemahkan gerakan,” terangnya.
“Almarhum Munir pernah mengatakan, yang paling gampang adalah menyebarkan ketakutan. Itulah yang sedang dilakukan (tuduhan komunis),” sambungnya.

Terlebih, sejumlah pasal karet untuk menjerat para aktivis pun masih ada dan kerap digunakan aparat penegak hokum.

“Kalau sudah di tarik pidana, akan membuat capek gerakan. Ketika capek mendampingi, advokasi akan melemah dan kehilangan fokus.

Untuk itu, saran saya, dalam kasus Budi Pego, jadikan dia martir untuk memperluas gerakan,” jelasnya.
Sementara itu, Gus Roy mengatakan, stigma komunisme muncul karena selama ini pemerintahan Orde Baru sukses menebar ketakutan kepada warga.

“Selama 32 tahun stigma tentang berbahayanya komunisme oleh pemerintahan Orde Baru dibentuk secara sistematis. Dan, isu itu masih dilakukan sampai sekarang,” jelasnya.

Selain itu, maraknya persoalan kriminalisasi itu terjadi karena adanya perlawanan rakyat yang tumbuh.

Untuk melawan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan tersebut, perlu dilakukan gerakan progresif juga. “Maka perlu dilakukan gerakan yang progresif untuk menghadapi ini,” pungkasnya.

Banyaknya kasus kriminalisasi terhadap para pejuang lingkungan, membuat banyak pihak memberikan simpati.

Greenpeace dan Taman Baca Kesiman pun kemudian menanggapinya dengan membuat diskusi  bertajuk Kriminalisasi Ditengah Ancaman Krisis Ekologi.

 

WAYAN WIDYANTARA, Denpasar

DISKUSI itu menghadirkan dua narasumber yang juga aktivis lingkungan, yakni Roy Muryadho selaku Koordinator FNKSDA

(Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam), dan Wayan Gendo Suardana selaku Koordinator umum ForBALI.

Sementara bertindak sebagai moderator adalah aktivis kawakan Bali, Roberto Hutabarat. Di depan audiens, Gendo memulai diskusi dengan menyisir kasus Budi Pego, aktivis ForBanyuwangi yang menolak tambang emas di Tumpang Pitu.

Kini, Budi Pego sedang dikriminalisasi dengan tuduhan penyebaran ajaran Marxism dan Leninism. Padahal, Budi Pego adalah seorang petani buah naga yang tak tahu menahu persoalan itu.

“Budi Pego ini salah satu contoh. Banyak sekali Budi Pego yang lain dan dihantui persoalan yang sama. Sering sekali menggunakan isu komunis untuk meredam perlawanan rakyat,” kata Gendo.

Hal yang sama atau penggunaan isu komunis juga terjadi di tahun 1999 untuk membubarkan gerakan mahasiswa.

“Artinya diluar hukum pidana, isu komunis memang digunakan untuk membangun antipati masyarakat disekitar.

Karena menimbulkan ketakutan penduduk sekitar. Ini efektif digunakan untuk melemahkan gerakan,” terangnya.
“Almarhum Munir pernah mengatakan, yang paling gampang adalah menyebarkan ketakutan. Itulah yang sedang dilakukan (tuduhan komunis),” sambungnya.

Terlebih, sejumlah pasal karet untuk menjerat para aktivis pun masih ada dan kerap digunakan aparat penegak hokum.

“Kalau sudah di tarik pidana, akan membuat capek gerakan. Ketika capek mendampingi, advokasi akan melemah dan kehilangan fokus.

Untuk itu, saran saya, dalam kasus Budi Pego, jadikan dia martir untuk memperluas gerakan,” jelasnya.
Sementara itu, Gus Roy mengatakan, stigma komunisme muncul karena selama ini pemerintahan Orde Baru sukses menebar ketakutan kepada warga.

“Selama 32 tahun stigma tentang berbahayanya komunisme oleh pemerintahan Orde Baru dibentuk secara sistematis. Dan, isu itu masih dilakukan sampai sekarang,” jelasnya.

Selain itu, maraknya persoalan kriminalisasi itu terjadi karena adanya perlawanan rakyat yang tumbuh.

Untuk melawan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan tersebut, perlu dilakukan gerakan progresif juga. “Maka perlu dilakukan gerakan yang progresif untuk menghadapi ini,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/